Kamis, 27 Maret 2014

Asal Usul : Transaksi - Adil

Di masa lalu, para pedagang menggunakan timbangan yang tercetak 4 aksara易 Gong Ping Jiao Yi (transaksi adil), di zaman modern masyara­kat juga menggunakan kali­mat "transaksi adil" sebagai jargon yang harus dilakukan oleh pengusaha dalam berbisnis. Berbicara tentang asal-usulnya, berikut ini adalah cerita yang menceritakan asal-usul tersebut.

Legenda yang beredar sejak zaman dahulu, menceritakan tentang seorang pengusaha kecil, bernama Adil (Gong­ping), yang berwatak tulus dan jujur serta melakukan bisnis­nya sesuai dengan aturan.

Suatu hari, setelah se­lesai berdagang, Adil menutup tokonya lalu pulang. Sesampai di depan pintu rumah, kak­inya tersandung oleh suatu benda, dan setelah diteliti, ternyata sebuah perak berkilauan, setengahnya men­cuat di permukaan tanah dan bersinar. Ia lalu mengambil sekop dan menggali potongan perak tersebut dan menimbang­nya, beratnya 10 ons.

Berdasarkan berat timbangan ons misalnya di zaman Dinas­ti Tang dahulu, 10 ons perak bernilai pada saat itu seki­tar 38 juta rupiah, di bagian atasnya terukir tulisan "Transaksi adil, masing-masing mendapatkan bagiannya".

Di dalam hati, Adil ber­pikir, "Ini adalah perak yang dihadiahkan Tuhan kepada saya dan orang yang bernama Transaksi, dan aku tidak bo­leh seorang diri memilikinya."
Oleh karena itu, ia memutus­kan untuk berkelana, sam­bil melakukan bisnis sambil mencari orang yang bernama Transaksi.

Suatu hari, Adil ber­jalan dari jalan besar sampai gang kecil, tak segan bekerja keras menjajakan dagangan­nya. Beberapa bulan kemu­dian, karena bermodal kecil, hanya cukup untuk makan sehari-hari saja, tidak berapa lama kemudian modal pun menipis dan hanya menyisakan potongan perak itu, tetapi ia masih belum menemukan keberadaan Transaksi.

Sepanjang waktu terse­but, ia lebih baik meringkuk di bawah atap dan mengi­nap di jalanan, tetapi tidak menggunakan sepuluh ons perak tersebut. Cuaca berang­sur semakin dingin, namun kelaparan dan kedinginan ti­dak menggoyahkan tekadnya untuk menemukan Transaksi.

Dia terus berjalan dan mencari. Pada suatu malam, tiba di sebuah kota kecil, ia tidak mampu bertahan lagi dan terduduk di depan pintu sebuah rumah makan, mulut­nya masih saja terus bergu­mam, "Di mana ya saudara Transaksi? di mana ya sauda­ra Transaksi?"

Ia tidak me­nyadari bahwa pemilik rumah makan itu kebetulan bernama Transaksi. Seorang pekerja mendengar di depan pintu ada orang yang memanggil nama bosnya, ia bergegas keluar melihat dan terihat seorang pria compang-camping ter­baring di emperan, dia pun selekasnya memberitahukan kepada sang bos.

Transaksi mendengar laporan tersebut langsung bergegas keluar, ia memapah Adil ke dalam rumah, sam­bil menyuruh pembantunya memasak air untuk membuat­kan teh, sambil bertanya ke­pada Adil.
Setelah Transaksi tahu Adil datang dari tempat jauh, dan mencarinya hanya un­tuk membagi rata perak itu, ia merasa terharu dan cepat-cepat berkata, "Sepotong perak saja, mengapa sampai begitu, kenapa engkau tidak mengambil sendiri untukmu saja? Apalagi itu juga engkau yang menemukannya."

Adil berkata, "Di atas perak tertulis dengan jelas, bagaimana saya bisa sendirian memilikinya?"
Transaksi melihat Adil begitu berbaik hati, maka timbul rasa hor­matnya dan dengan penuh haru berkata, "Saya hidup dengan layak, saya rela mem­berikan yang setengah itu un­tuk Anda."
Adil dengan bingung ber­tanya, "Anda Siapa?"

"Saya adalah Transaksi orang yang siang malam eng­kau cari."
"Ah..! Puji syukur kepada Tuhan, akhirnya aku menemukanmu," melupakan kelelahannya, Adil dengan cepat menyuruh Transaksi mengam­bil pisau untuk memotong dan membagi perak tersebut. Tran­saksi terus menolak, tetapi Adil bersikeras, akhirnya ia terpaksa menyuruh pembantu­nya mengambil parang.

Adil meletakkan perak tersebut di atas batu cadas di halaman rumah. Parang dia­yunkan dan terdengar suara "krak", setengah potong per­ak jatuh ke dalam celah-celah batu. Adil menjulurkan tan­gannya ke celah batu dan tan­gannya sampai lecet berdarah tetapi masih gagal mengambil perak itu.

Transaksi melihat separo potongan perak lain­nya terletak di atas batu cadas dan tertulis aksara Adil, dengan cepat ia berkata, " Lupakan saja, jangan dikorek lagi, yang setengah milik Anda ada di sini."
Adil menjawab, "Tidak boleh demikian, Anda tidak mendapatkan, saya tidak bisa mengantonginya sendiri."

Transaksi melihat Adil benar-benar "adil", lalu mengambil sepotong linggis dan mereka berdua dengan sekuat tenaga mencongkelnya. Akhirnya batu terbelah dan tanah di bawah batu itu terlihat 9 gen­tong yang berisi 18 kaleng emas dan perak yang masing-masing diatasnya tertera kata-kata: "Transaksi Adil, masing-masing mendapatkan bagiannya."

Hal tersebut dengan cepat tersiar di kota kecil itu, orang pun bukan ramai membicara­kan peruntungan mereka, tetapi membicarakan akhlak mereka berdua yang jujur dan terhormat. Akhirnya, para pedagang untuk memperingati Adil dan Transaksi, belajar dari spirit mereka dalam memperlakukan orang lain dengan tulus, maka mengambil nama mereka berdua "Transaksi - Adil" dan di­ukirkan pada timbangan, se­hingga tranksaksi adil men­jadi timbangan hati nurani diantara para pedagang dalam berbisnis. (hui/ran) erabaru.net


Tidak ada komentar:

Posting Komentar