Kamis, 27 Maret 2014

Ayahku Sederhana dan Pekerja Keras



Dr. Frans Bararuallo, Drs,. MM

Lahir di Tana Toraja pada tanggal 5 Juli 1955. Ia memperoleh gelar sarjana akuntansi di Universitas Hasanuddin Ujung pandang pada tahun 1983 dan gelar magister di universitas Trisakti Jakarta pada tahun 1997. Gelar Doktor diperolehnya pada tahun 2010 di universitas Padjajaran Bandung. Sekarang merupakan salah seorang dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta (1985 – sekarang).

Beliau merupakan sosok seorang ayah yang memiliki seorang istri dan 3 orang anak. Sejak kecil, ia sudah terbiasa dengan pendidikan yang disiplin karena pernah sekolah di Seminari Menengah Petrus Klaver yang pada waktu itu masih diajar oleh pastor yang berasal dari belanda dengan budaya yang sangat disiplin. Oleh karena itulah dari dulu ia selalu menerapkan dan mengajarkan disiplin yang tinggi kepada banyak orang terutama keluarganya sendiri.

Banyak rintangan yang sudah dilaluinya semenjak ia masih kecil. Ayahnya meninggal dunia di saat ia masih kelas 4 SD. Itu merupakan pukulan yang telak untuk keluarga pada waktu itu. Oleh karena itu Ibunya selalu mengajarkan kepada semua anak-anaknya untuk hidup mandiri dan selalu bekerja keras tanpa mengeluh. Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa ia sekarang merupakan sosok yang mandiri dan tidak mudah menyerah sehingga saya sangat mengaguminya.

Perjalanan hidup ayah saya pada waktu ia masih kecil sampai pada masa bujangnya sangat berbeda sekali dengan kehidupan pada zaman sekarang. Dulu ia tinggal di keluarga yang sederhana sekali. Sepulang sekolah, ia dan semua saudaranya harus bekerja membantu ibunya bertani di sawah dan memelihara hewan peliharaannya seperti kerbau, babi, dan ayam. Semua kegiatannya dilakukan dengan penuh canda tawa bersama saudara-saudaranya yang lain. Tetapi ia sering dimarahi ibunya karena kejahilannya kepada saudara-saudaranya. Meskipun toraja masih sangat minim fasilitas pada waktu itu, ia tetap dapat menikmati kehidupannya pada waktu dulu. Ia sering berenang di sungai, bermain di kapal-kapalan menggunakan batang pisang, bermain bola menggunakan jeruk bali, dan banyak kesenangan lain yang ia lakukan bersama teman dan saudaranya.

Pada waktu ia masuk seminari, ia harus berpisah dari keluarga karena letak seminari yang berada di Makassar. Itu sangat jauh dari Toraja. Di seminari ia belajar banyak hal terutama kedisiplinan. Setelah menyelesaikan semua kegiatannya, ia selalu bermain sepak bola bersama teman-temannya. Ia sangat terkenal sebagai orang yang jahil diantara teman-temannya. Di seminari ini, ia mulai bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhannya dan ia selalu mengirimkan hasilnya untuk keluarganya di toraja. Hal itu terus ia lakukan sampai ia kuliah. Bahkan ia sering membiayai kuliahnya sendiri dari hasil bekerja tanpa lupa mengirimkannya untuk keluarga di toraja. Ia sudah menjadi tumpuan keluarganya pada saat ia masih kuliah. 

Ia tidak pernah malu dan gengsi untuk bekerja. Karena keuletan dan kemauan untuk bekerja keras, sekarang ia sudah menjadi seorang pribadi dan ayah yang sukses. Jika kami pulang ke toraja, ia selalu memperlihatkan lokasi favoritnya pada waktu ia masih kecil. Ia selalu menceritakan semua pengalaman hidupnya kepada keluarganya. Meskipun ia tidak setiap waktu pulang ke toraja, semua orang disana sangat senang dengan kehadirannya. 

Sekarang ia dan keluarganya dapat merasakan hasil kerja kerasnya, akan tetapi ia selalu mengajarkan kepada kami untuk selalu bekerja keras dalam hidup. Tidak mudah menyerah, tegas dalam mengambil keputusan, dan selalu berdoa dalam setiap kegiatan yang akan dan sudah dilakukan. Hal yang paling berkesan menurut saya adalah ia selalu mengatakan bahwa ia ingin melihat semua anak-anaknya dapat melebihi pencapaiannya sampai saat ini. Oleh karena itu, sampai saat ini saya selalu melihat sosok ayah saya berada di depan saya dan saya berharap dan selalu berusaha agar suatu saat nanti saya dapat menyamai bahkan melebihi pencapaian ayah saya karena saya ingin agar saya dapat mewujudkan keinginannya nanti.

 ditulis oleh Robertus Astuario

Tidak ada komentar:

Posting Komentar