Lahir di Tana Toraja pada
tanggal 5 Juli 1955. Ia memperoleh gelar sarjana akuntansi di Universitas
Hasanuddin Ujung pandang pada tahun 1983 dan gelar magister di universitas
Trisakti Jakarta pada tahun 1997. Gelar Doktor diperolehnya pada tahun 2010 di
universitas Padjajaran Bandung. Sekarang merupakan salah seorang dosen di
Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta (1985 –
sekarang).
Beliau merupakan sosok
seorang ayah yang memiliki seorang istri dan 3 orang anak. Sejak kecil, ia
sudah terbiasa dengan pendidikan yang disiplin karena pernah sekolah di Seminari
Menengah Petrus Klaver yang pada waktu itu masih diajar oleh pastor yang
berasal dari belanda dengan budaya yang sangat disiplin. Oleh karena itulah
dari dulu ia selalu menerapkan dan mengajarkan disiplin yang tinggi kepada
banyak orang terutama keluarganya sendiri.
Banyak rintangan yang
sudah dilaluinya semenjak ia masih kecil. Ayahnya meninggal dunia di saat ia
masih kelas 4 SD. Itu merupakan pukulan yang telak untuk keluarga pada waktu
itu. Oleh karena itu Ibunya selalu mengajarkan kepada semua anak-anaknya untuk
hidup mandiri dan selalu bekerja keras tanpa mengeluh. Hal ini pula yang
menjadi alasan mengapa ia sekarang merupakan sosok yang mandiri dan tidak mudah
menyerah sehingga saya sangat mengaguminya.
Perjalanan hidup ayah saya
pada waktu ia masih kecil sampai pada masa bujangnya sangat berbeda sekali
dengan kehidupan pada zaman sekarang. Dulu ia tinggal di keluarga yang
sederhana sekali. Sepulang sekolah, ia dan semua saudaranya harus bekerja
membantu ibunya bertani di sawah dan memelihara hewan peliharaannya seperti
kerbau, babi, dan ayam. Semua kegiatannya dilakukan dengan penuh canda tawa
bersama saudara-saudaranya yang lain. Tetapi ia sering dimarahi ibunya karena
kejahilannya kepada saudara-saudaranya. Meskipun toraja masih sangat minim
fasilitas pada waktu itu, ia tetap dapat menikmati kehidupannya pada waktu
dulu. Ia sering berenang di sungai, bermain di kapal-kapalan menggunakan batang
pisang, bermain bola menggunakan jeruk bali, dan banyak kesenangan lain yang ia
lakukan bersama teman dan saudaranya.
Pada waktu ia masuk
seminari, ia harus berpisah dari keluarga karena letak seminari yang berada di
Makassar. Itu sangat jauh dari Toraja. Di seminari ia belajar banyak hal
terutama kedisiplinan. Setelah menyelesaikan semua kegiatannya, ia selalu
bermain sepak bola bersama teman-temannya. Ia sangat terkenal sebagai orang
yang jahil diantara teman-temannya. Di seminari ini, ia mulai bekerja sambilan
untuk memenuhi kebutuhannya dan ia selalu mengirimkan hasilnya untuk
keluarganya di toraja. Hal itu terus ia lakukan sampai ia kuliah. Bahkan ia
sering membiayai kuliahnya sendiri dari hasil bekerja tanpa lupa mengirimkannya
untuk keluarga di toraja. Ia sudah menjadi tumpuan keluarganya pada saat ia
masih kuliah.
Ia tidak pernah malu dan
gengsi untuk bekerja. Karena keuletan dan kemauan untuk bekerja keras, sekarang
ia sudah menjadi seorang pribadi dan ayah yang sukses. Jika kami pulang ke
toraja, ia selalu memperlihatkan lokasi favoritnya pada waktu ia masih kecil.
Ia selalu menceritakan semua pengalaman hidupnya kepada keluarganya. Meskipun
ia tidak setiap waktu pulang ke toraja, semua orang disana sangat senang dengan
kehadirannya.
Sekarang ia dan
keluarganya dapat merasakan hasil kerja kerasnya, akan tetapi ia selalu
mengajarkan kepada kami untuk selalu bekerja keras dalam hidup. Tidak mudah
menyerah, tegas dalam mengambil keputusan, dan selalu berdoa dalam setiap
kegiatan yang akan dan sudah dilakukan. Hal yang paling berkesan menurut saya
adalah ia selalu mengatakan bahwa ia ingin melihat semua anak-anaknya dapat
melebihi pencapaiannya sampai saat ini. Oleh karena itu, sampai saat ini saya
selalu melihat sosok ayah saya berada di depan saya dan saya berharap dan
selalu berusaha agar suatu saat nanti saya dapat menyamai bahkan melebihi
pencapaian ayah saya karena saya ingin agar saya dapat mewujudkan keinginannya
nanti.
ditulis oleh Robertus Astuario
Tidak ada komentar:
Posting Komentar