Pernahkan anda marah besar? Berujung dendam? Atau sesuatu
yang lebih ekstrim, sampai harus melukai orang lain dan diri sendiri?
Tulisan ini merupakan refleksi sederhana tentang hidup, bagaimana
hidup perlu kita jalani dan nikmati, khususnya berdamai dengan orang di
sekitar kita.
Saya sering tidak sabar terhadap istri dan terkadang kata
kata meluap begitu saja yang akhirnya saya sesali sendiri kemudian. Kketika
marah, tidak bisa tenang, langsung saja meledak. Tanpa sadar menghancurkan hati
dan relasi. Saya bertanya mengapa seseorang begitu mudah meledak dan marah, Mengapa pada
saat itu semua kebaikan hilang? yang nampak hanyalah keburukannya saja! Hati terasa
panas dan seperti mesin penghancur, siap menerjang siapa pun yang
mengganggu.
Dalam permenungan, saya menemukan mengapa seseorang mudah
marah/meledak/frustasi bahkan putus asa, salah satu sebab utamanya karena tidak mengunyah hidup dengan cukup. Anda bisa
bayangkan bila baso kita telan bulat bulat apa yang terjadi? Bisa tersedak, jadi
masalah bukan. Tapi kalaupun tidak tersedak kita tidak bisa sungguh menikmati. Apa rasa baso itu? Enak atau tidak, kita tidak tahu.
Demikian juga dengan hidup jika kita tidak mengunyah kehidupan maka kita juga
tidak memahami bagaimana hidup ini harus dijalani dan dinikmati.
Mengunyah berarti
memberi Jeda
Steven Covey dalam bukunya 7th Habit,
mengungkapkan ada saat (momen) sebelum kita melakukan aksi (respon). Itu adalah
jeda. Bagaimana kita meningkatkan kesadaran ada jeda dari setiap keputusan yang
akan kita buat sangat mempengaruhi kualitas keputusan tersebut. Kemampuan seseorang memberi jeda membuat
seseorang menjadi jernih dengan pikirannya dan sadar dengan perbuatannya.
Saya pernah menghadiri sebuah seminar yang dihadiri oleh Almarhum
Murdiono, saat itu beliau adalah Sekretaris Negara pada jaman Presiden
Soeharto. Jika di TV ia berbicara terbata bata, satu persatu, tampak seperti
orang bodoh, padahal beliau tidak demikian, cerdas dan bicaranya pun lancar. Mungkin ini yang dilakukan oleh beliau agar
jangan mudah melakukan kesalahan, ia mencoba menyadari apa yang keluar dari
mulutnya.
Memberi Jeda berarti
bertanya pada diri sendiri.
Mungkin kita sering mendengar cerita cemburu berakhir
teragis. Seorang pacar membunuh pasangannya karena dilukai hatinya. Atau
seorang anak sampai tega membunuh ibunya karena iri diperlakukan tidak adil.
Atau yang umum terjadi, mengapa sampai terjadi perceraian padahal semua di awal
penuh keindahan dan perjuangan?
Salah satu sebab mengapa kita tidak mudah mengendalikan
emosi adalah karena kita tidak biasa bertemu dengan diri sendiri. Memberi jeda
berarti bertanya pada diri dan menyadari
apa yang sedang terjadi. Saya menghargai
orang orang yang datang ke dokter atau psikolog karena sadar dirinya
butuh pertolongan daripada yang tidak pergi tapi sesungguhnya penuh dengan
kesakitan dan masalah. Mengapa, karena
sebagian orang yang pergi khususnya ke psikolog sungguh merasa dirinya
bermasalah dan ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya.
Memberi jeda berarti
berpikir “nanti gimana?” bukan gimana nanti!
Ketika saya bertengkar dengan istri saya (saya sendiri yang
memulainya), begitu mudah kata kata itu keluar dari mulut saya untuk
menyakitinya. Tapi begitu saya diam sejenak dan memikirkan dampak dari kata
kata yang akan saya keluarkan misalnya”pisah saja”, maka ada prinsip dan pengalaman
berharga yang datang sehingga saya tidak jadi mengeluarkan kata kata yang
menyakitkan dan egois itu.
Saya sekarang sadar betapa pentingnya seseorang menyadari sekilas pikirannya. Pikiran sekilas apa yang sering muncul di diri Anda? kalau pikiran baik yang sering muncul kemungkinan besar anda adalah orang baik, tapi sebaliknya jika sekilas pikiran yang muncul adalah buruk, Anda adalah orang buruk.
Memberi jeda memberi
waktu menikmati pengalaman berharga.
Pernahkah anda punya album keluarga. Coba sekarang kita
lihat album keluarga kita masing masing, baik yang berupa foto ataupun film.
Apa yang anda rasakan? Saya menemukan suatu rahasia menikmati hidup yang
sesungguhnya. Yaitu adalah ketika saya mampu menghadirkan pengalaman berharga
tersebut kembali. Jika kita tidak mampu menghadirkan pengalaman berharga
tersebut kemungkinan kita tidak sungguh menikmati apa yang kita lewati dan
alami.
Kalau ditanya pengalaman yang mengesankan bersama dengan
anak saya yang pertama apa? Saya bisa menceritakan daftar yang cukup panjang,
tapi satu yang paling saya nikmati adalah ketika dia pup (BAB) saya menemaninya
sambil bernyanyi. Ketika saya mengulang pengalaman tersebut ada sesuatu yang
menyeruak dari dalam diri, semangat dan rasa syukur.
Bagaimana dengan anak kedua? Wah dia adalah anak yang sangat
menantang, membayangkannya penuh semangat dan ketotalan menghadapi segala
sesuatu. Potret apa yang saya ingat, saya selalu menggantikan baju dan
celananya setiap malam, bahkan sampai sekarang dia bisa pipis 3 kali semalam. tapi mengingat kembali semua pengalamanitu membuat saya sangat berharga, dibutuhkan dan saya mencintai.
Pengalaman dengan istri lebih banyak lagi, tak terkatakan,
tapi potret potret yang tersimpan seperti album di dalam hati dan pikiran saya, membuat tidak mudah untuk melukai dan merusak relasi yang sudah kita
bangun.
PRnya adalah apakah kita memberi waktu untuk melakukan jeda dengan konsisten?
Mengunyah, memberi jeda membuat menjadi lebih sabar dan
pemaaf.
Karena kita senang melihat ke dalam diri, kita pun dengan mudah menyadari
hal hal bodoh yang dilakukan dalam hidup ini. Anda bisa bayangkan bagaimana
3 anak lelaki yang masih kecil kecil, penuh energy, berteriak, loncat sana
sini, lari, saling mengganggu dan membuat berantakan disetiap sudut rumah.
Seringkali menguras kesabaran dan tenaga. Kita yang mungkin sudah keletihan
menghadapi tantangan kemacetan, persoalan kantor dan diri pinginnya dengan
jalan pintas langsung membentak dan menghukum. Jalan pintas, Diammmm!!!! selesai sudah!
Tapi bagi orang yang memang mampu memberi jeda, diam sebentar, melihat sebentar dan menikmatinya bahkan memaklumi dan membiarkan.
Anak saya yang pertama sangat ekspresif dan asertif, bahkan
ia mengajak bermain jika saya menolak ia akan mengeluarkan kata kata yang
meluluhkan hati atau sebaliknya membuat berang. Tapi dengan kebiasaan memberi
jeda, saya melihat masa kecil saya sendiri yang sangat nakal sehingga bisa
memaklumi dan mudah memaafkan.
Orang yang sangat sulit memaafkan pada dasarnya ia tidak
punya cukup waktu untuk memahami dirinya sendiri. Padahal jika ia sendiri yang
melakukan kesalahan pastilah di dalam dirinya pun ada harapan untuk dimaafkan
dan dimaklumi.
Semoga Anda dan saya semakin mampu mengunyah kehidupan
dengan langkah sederhana memberi jeda rutin.
Selamat mengunyah kehidupan dan selamat berubah!
salam hangat ... candratua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar