Kamis, 27 Maret 2014

Mengunyah Kehidupan



Mengunyah (self change bagian 4 dari 4)

Pernahkan anda marah besar? Berujung dendam? Atau sesuatu yang lebih ekstrim, sampai harus melukai orang lain dan diri sendiri?

Tulisan ini merupakan  refleksi sederhana tentang hidup, bagaimana hidup  perlu kita jalani dan nikmati, khususnya berdamai dengan orang di sekitar kita.  


Saya sering tidak sabar terhadap istri dan terkadang kata kata meluap begitu saja yang akhirnya saya sesali sendiri kemudian. Kketika marah, tidak bisa tenang, langsung saja meledak. Tanpa sadar menghancurkan hati dan relasi. Saya bertanya mengapa seseorang begitu mudah meledak dan marah, Mengapa pada saat itu semua kebaikan hilang? yang nampak hanyalah keburukannya saja! Hati terasa panas dan seperti mesin penghancur, siap menerjang siapa pun yang mengganggu.

Dalam permenungan, saya menemukan mengapa seseorang mudah marah/meledak/frustasi bahkan putus asa,  salah satu sebab utamanya karena tidak mengunyah hidup dengan cukup. Anda bisa bayangkan bila baso kita telan bulat bulat apa yang terjadi? Bisa tersedak, jadi masalah bukan. Tapi kalaupun tidak tersedak kita tidak bisa sungguh menikmati. Apa rasa baso itu? Enak atau tidak, kita tidak tahu. Demikian juga dengan hidup jika kita tidak mengunyah kehidupan maka kita juga tidak memahami bagaimana hidup ini harus dijalani dan dinikmati.

Mengunyah berarti memberi Jeda
Steven Covey dalam bukunya 7th Habit, mengungkapkan ada saat (momen) sebelum kita melakukan aksi (respon). Itu adalah jeda. Bagaimana kita meningkatkan kesadaran ada jeda dari setiap keputusan yang akan kita buat sangat mempengaruhi kualitas keputusan tersebut.  Kemampuan seseorang memberi jeda membuat seseorang menjadi jernih dengan pikirannya dan sadar dengan perbuatannya.
Saya pernah menghadiri sebuah seminar yang dihadiri oleh Almarhum Murdiono, saat itu beliau adalah Sekretaris Negara pada jaman Presiden Soeharto. Jika di TV ia berbicara terbata bata, satu persatu, tampak seperti orang bodoh, padahal beliau tidak demikian, cerdas dan bicaranya pun lancar. Mungkin ini yang dilakukan oleh beliau agar jangan mudah melakukan kesalahan, ia mencoba menyadari apa yang keluar dari mulutnya.

Memberi Jeda berarti bertanya pada diri sendiri.
Mungkin kita sering mendengar cerita cemburu berakhir teragis. Seorang pacar membunuh pasangannya karena dilukai hatinya. Atau seorang anak sampai tega membunuh ibunya karena iri diperlakukan tidak adil. Atau yang umum terjadi, mengapa sampai terjadi perceraian padahal semua di awal penuh keindahan dan perjuangan?

Salah satu sebab mengapa kita tidak mudah mengendalikan emosi adalah karena kita tidak biasa bertemu dengan diri sendiri. Memberi jeda berarti  bertanya pada diri dan menyadari apa yang sedang terjadi. Saya menghargai  orang orang yang datang ke dokter atau psikolog karena sadar dirinya butuh pertolongan daripada yang tidak pergi tapi sesungguhnya penuh dengan kesakitan dan masalah.  Mengapa, karena sebagian orang yang pergi khususnya ke psikolog sungguh merasa dirinya bermasalah dan ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya. 


Memberi jeda berarti berpikir “nanti gimana?” bukan gimana nanti!
Ketika saya bertengkar dengan istri saya (saya sendiri yang memulainya), begitu mudah kata kata itu keluar dari mulut saya untuk menyakitinya. Tapi begitu saya diam sejenak dan memikirkan dampak dari kata kata yang akan saya keluarkan misalnya”pisah saja”, maka ada prinsip dan pengalaman berharga yang datang sehingga saya tidak jadi mengeluarkan kata kata yang menyakitkan dan egois itu. 

Saya sekarang sadar betapa pentingnya seseorang menyadari sekilas pikirannya. Pikiran sekilas apa yang sering muncul di diri Anda? kalau pikiran baik yang sering muncul kemungkinan besar anda adalah orang baik, tapi sebaliknya jika sekilas pikiran yang muncul adalah buruk, Anda adalah orang buruk.

Memberi jeda memberi waktu menikmati pengalaman berharga.
Pernahkah anda punya album keluarga. Coba sekarang kita lihat album keluarga kita masing masing, baik yang berupa foto ataupun film. Apa yang anda rasakan? Saya menemukan suatu rahasia menikmati hidup yang sesungguhnya. Yaitu adalah ketika saya mampu menghadirkan pengalaman berharga tersebut kembali. Jika kita tidak mampu menghadirkan pengalaman berharga tersebut kemungkinan kita tidak sungguh menikmati apa yang kita lewati dan alami.

Kalau ditanya pengalaman yang mengesankan bersama dengan anak saya yang pertama apa? Saya bisa menceritakan daftar yang cukup panjang, tapi satu yang paling saya nikmati adalah ketika dia pup (BAB) saya menemaninya sambil bernyanyi. Ketika saya mengulang pengalaman tersebut ada sesuatu yang menyeruak dari dalam diri, semangat dan rasa syukur.

Bagaimana dengan anak kedua? Wah dia adalah anak yang sangat menantang, membayangkannya penuh semangat dan ketotalan menghadapi segala sesuatu. Potret apa yang saya ingat, saya selalu menggantikan baju dan celananya setiap malam, bahkan sampai sekarang dia bisa pipis 3 kali semalam. tapi mengingat kembali semua pengalamanitu membuat saya sangat berharga, dibutuhkan dan saya mencintai.

Pengalaman dengan istri lebih banyak lagi, tak terkatakan, tapi potret potret yang tersimpan seperti album di dalam hati dan pikiran saya, membuat tidak mudah untuk melukai dan merusak relasi yang sudah kita bangun. 
PRnya adalah apakah kita memberi waktu untuk melakukan jeda dengan konsisten?

Mengunyah, memberi jeda membuat menjadi lebih sabar dan pemaaf.

Karena kita senang melihat ke dalam diri, kita pun dengan mudah menyadari hal hal bodoh yang dilakukan dalam hidup ini. Anda bisa bayangkan bagaimana 3 anak lelaki yang masih kecil kecil, penuh energy, berteriak, loncat sana sini, lari, saling mengganggu dan membuat berantakan disetiap sudut rumah. Seringkali menguras kesabaran dan tenaga. Kita yang mungkin sudah keletihan menghadapi tantangan kemacetan, persoalan kantor dan diri pinginnya dengan jalan pintas langsung membentak dan menghukum. Jalan pintas, Diammmm!!!! selesai sudah!  

Tapi bagi orang yang memang mampu memberi jeda, diam sebentar, melihat sebentar dan menikmatinya bahkan memaklumi dan membiarkan.

Anak saya yang pertama sangat ekspresif dan asertif, bahkan ia mengajak bermain jika saya menolak ia akan mengeluarkan kata kata yang meluluhkan hati atau sebaliknya membuat berang. Tapi dengan kebiasaan memberi jeda, saya melihat masa kecil saya sendiri yang sangat nakal sehingga bisa memaklumi dan mudah memaafkan.

Orang yang sangat sulit memaafkan pada dasarnya ia tidak punya cukup waktu untuk memahami dirinya sendiri. Padahal jika ia sendiri yang melakukan kesalahan pastilah di dalam dirinya pun ada harapan untuk dimaafkan dan dimaklumi.

Semoga Anda dan saya semakin mampu mengunyah kehidupan dengan langkah sederhana memberi jeda rutin.

Selamat mengunyah kehidupan dan selamat berubah!

salam hangat ... candratua


Tidak ada komentar:

Posting Komentar