Biasanya orang yang menjadi teladan
hidup adalah orang tua, karena orang tua lah yang memberikan nafkah kepada kita
selama bertahun-tahun dan juga memberikan pendidikan yang layak untuk kita.
Memang orang tua menjadi teladan hidupku, tapi ada orang lain yang menjadi
teladan hidup saya selain orang tua, yaitu Ignatius Wijayanto. Alasan saya
menjadikan Ignatius Wijayanto menjadi teladan hidup saya, karena beliau
memberikan pandangan kehidupan yang berbeda dari sudut pandang seorang seniman.
Mas Jay adalah seorang komposer paduan
suara The Indonesia Choir (TIC) dan The Indonesia Children Choir (TICC) yang
telah didirikannya 5 tahun yang lalu. Melalui tangan dinginnya, beliau ikut
serta mengharumkan nama Indonesia di dunia paduan suara internasional bersama TIC
dan TICC di ajang bergengsi ITB International Choir Competition, Hong Kong
International Children Youth Choir Festival, Vietnam International Choir
Competition, dan Certamen Coral de Tolosa.
Komposer yang mengenyam pendidikan
ilmu komunikasi di Universitas Gadjah Mada ini merasa sangat tidak nyaman untuk
bekerja kantoran ketika dirinya sangat mencintai budaya Indonesia dengan
kekayaan lagu-lagu dari seluruh kebudayaan di Indonesia. Karena alasan inilah,
beliau meninggalkan posisinya yang cukup penting di sebuah kantor dan membangun
citra Indonesia melalui sebuah lagu seperti yang beliau idamkan.
Sebenarnya ada
kemungkinan cita-citanya akan hancur ketika dia memulai sesutau yang baru dari
nol, tetapi dunia paduan suara sudah beliau kenal dari SMP dan saat ini beliau
telah mendalami ilmu vokal di beberapa negara Eropa seperti Austria dan Jerman.
Dan pada awal pendirian TIC dan TICC sampai saat ini beliau telah memenuhi
impiannya untuk mengenalkan kekayaan lagu Indonesia keseluruh dunia dengan
mengikuti lomba paduan suara di kateogri lagu rakyat dengan tarian koreografi.
Karena semangat kesenian yang tinggi, beliau juga beradu akting didalam film
Sang Pemimpi, 3 hati dua cinta satu dunia, dan film tentang perjuangan seorang
seniman mengajakaran bernyanyi disebuah kampung yang berjudul Kau dan Aku Cinta
Indonesia yang akan di putar diseluruh bioskop di Indonesia Januari 2014
mendatang.
Saya pertama kali kenal dengan beliau
pada awal tahun 2013, dimana saya audisi untuk menjadi salah satu anggota TIC
yang beliau pimpin. Kebetulan saya adalah salah satu dari beberapa orang yang
beruntung yang di audisi oleh beliau, setelah melewati audisi pertama bersama
asisten pelatihnya. Sebuah kebanggaan karena bisa dites dan dilatih secara
kilat untuk bernyanyi. Sewaktu latihan perdana dengan semua anggota baru yang
berjumlah 7 orang, beliau memperkenalkan teknik bernyanyi yang baik dan benar,
tetapi yang membuat saya kagum dengan beliau adalah cara dia menjelaskan
bagaimana cara berlaku menjadi seorang seniman sejati dan memperlakukan seni
seperti memperlakukan diri saya sendiri, karena seni dapat mengungkapkan
kebahagiaan, kesedihan, dan kekaguman dihati orang yang melihat seni tersebut
apapun seninya.
Beliau juga selalu memberikan nasihat untuk menyapa siapapun
dengan santun termasuk tukang listrik sekalipun. Hal lain yang membuat saya
kagum adalah dia ternyata juga perduli dengan setiap anggotanya, bahkan beliau
juga meminta saya secara khusus untuk memperkuat tim TIC untuk berkompetisi di
Spanyol, november lalu, tetapi saya menolaknya karena harus menyelesaikan
kuliah dulu, karena sudah ditagih oleh orang tua. Selama saya berpikir untuk
memperkuat tim TIC, beliau menceritakan betapa pentingnya kuliah dan betapa
pentingnya bersosialisasi dengan siapapun karena akan sangat berguna nantinya,
beliau juga menceritakan pengalamannya berkompetisi paduan suara saat beliau
masih kuliah di UGM, setiap tahun beliau berkompetisi diluar negri tetapi
kuliahnya tepat waktu.
Beliau berpesan supaya jangan terlalu banyak berpikir,
karena latihan lomba hanya 2 hari seminggu dan selama 5 hari bisa mengerjakan
skripsi. Tapi intimidasi seorang ibu melebihi apapun, dan akhirnya saya
memutuskan untuk tidak berangkat ke Spanyol. Pada saat ini beliau juga selalu
menanyakan progres skripsi saya, dan juga “menyentil” saya dengan ucapannya,
karena saya berjanji untuk menyelesaikan kuliah dan tidak berangkat ke Spanyol,
tetapi setelah TIC pulang dari Spanyol saya belum selesai kuliahnya. Beliau
selalu menyentil saya dengan ucapan-ucapannya supaya saya bisa menyelesaikan
skripsi dengan baik.
Sosok sederhananya, gaya berbicara yang
ceplas-ceplos, dan juga pemikiran yang sangat simpel mengenai kehidupan dilihat
dari seorang seniman membuat saya mengagumi beliau dan bercita-cita seperti
beliau, minimal membentuk sebuah paduan suara sendiri yang menjadi impian saya
saat ini.
ditulis oleh Kevin Paskalis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar