Selasa, 01 April 2014

Mas Jay, Seniman Sejati



Biasanya orang yang menjadi teladan hidup adalah orang tua, karena orang tua lah yang memberikan nafkah kepada kita selama bertahun-tahun dan juga memberikan pendidikan yang layak untuk kita. Memang orang tua menjadi teladan hidupku, tapi ada orang lain yang menjadi teladan hidup saya selain orang tua, yaitu Ignatius Wijayanto. Alasan saya menjadikan Ignatius Wijayanto menjadi teladan hidup saya, karena beliau memberikan pandangan kehidupan yang berbeda dari sudut pandang seorang seniman.


Mas Jay adalah seorang komposer paduan suara The Indonesia Choir (TIC) dan The Indonesia Children Choir (TICC) yang telah didirikannya 5 tahun yang lalu. Melalui tangan dinginnya, beliau ikut serta mengharumkan nama Indonesia di dunia paduan suara internasional bersama TIC dan TICC di ajang bergengsi ITB International Choir Competition, Hong Kong International Children Youth Choir Festival, Vietnam International Choir Competition, dan Certamen Coral de Tolosa. 

Komposer yang mengenyam pendidikan ilmu komunikasi di Universitas Gadjah Mada ini merasa sangat tidak nyaman untuk bekerja kantoran ketika dirinya sangat mencintai budaya Indonesia dengan kekayaan lagu-lagu dari seluruh kebudayaan di Indonesia. Karena alasan inilah, beliau meninggalkan posisinya yang cukup penting di sebuah kantor dan membangun citra Indonesia melalui sebuah lagu seperti yang beliau idamkan. 

Sebenarnya ada kemungkinan cita-citanya akan hancur ketika dia memulai sesutau yang baru dari nol, tetapi dunia paduan suara sudah beliau kenal dari SMP dan saat ini beliau telah mendalami ilmu vokal di beberapa negara Eropa seperti Austria dan Jerman. Dan pada awal pendirian TIC dan TICC sampai saat ini beliau telah memenuhi impiannya untuk mengenalkan kekayaan lagu Indonesia keseluruh dunia dengan mengikuti lomba paduan suara di kateogri lagu rakyat dengan tarian koreografi. Karena semangat kesenian yang tinggi, beliau juga beradu akting didalam film Sang Pemimpi, 3 hati dua cinta satu dunia, dan film tentang perjuangan seorang seniman mengajakaran bernyanyi disebuah kampung yang berjudul Kau dan Aku Cinta Indonesia yang akan di putar diseluruh bioskop di Indonesia Januari 2014 mendatang.

Saya pertama kali kenal dengan beliau pada awal tahun 2013, dimana saya audisi untuk menjadi salah satu anggota TIC yang beliau pimpin. Kebetulan saya adalah salah satu dari beberapa orang yang beruntung yang di audisi oleh beliau, setelah melewati audisi pertama bersama asisten pelatihnya. Sebuah kebanggaan karena bisa dites dan dilatih secara kilat untuk bernyanyi. Sewaktu latihan perdana dengan semua anggota baru yang berjumlah 7 orang, beliau memperkenalkan teknik bernyanyi yang baik dan benar, tetapi yang membuat saya kagum dengan beliau adalah cara dia menjelaskan bagaimana cara berlaku menjadi seorang seniman sejati dan memperlakukan seni seperti memperlakukan diri saya sendiri, karena seni dapat mengungkapkan kebahagiaan, kesedihan, dan kekaguman dihati orang yang melihat seni tersebut apapun seninya. 

Beliau juga selalu memberikan nasihat untuk menyapa siapapun dengan santun termasuk tukang listrik sekalipun. Hal lain yang membuat saya kagum adalah dia ternyata juga perduli dengan setiap anggotanya, bahkan beliau juga meminta saya secara khusus untuk memperkuat tim TIC untuk berkompetisi di Spanyol, november lalu, tetapi saya menolaknya karena harus menyelesaikan kuliah dulu, karena sudah ditagih oleh orang tua. Selama saya berpikir untuk memperkuat tim TIC, beliau menceritakan betapa pentingnya kuliah dan betapa pentingnya bersosialisasi dengan siapapun karena akan sangat berguna nantinya, beliau juga menceritakan pengalamannya berkompetisi paduan suara saat beliau masih kuliah di UGM, setiap tahun beliau berkompetisi diluar negri tetapi kuliahnya tepat waktu. 

Beliau berpesan supaya jangan terlalu banyak berpikir, karena latihan lomba hanya 2 hari seminggu dan selama 5 hari bisa mengerjakan skripsi. Tapi intimidasi seorang ibu melebihi apapun, dan akhirnya saya memutuskan untuk tidak berangkat ke Spanyol. Pada saat ini beliau juga selalu menanyakan progres skripsi saya, dan juga “menyentil” saya dengan ucapannya, karena saya berjanji untuk menyelesaikan kuliah dan tidak berangkat ke Spanyol, tetapi setelah TIC pulang dari Spanyol saya belum selesai kuliahnya. Beliau selalu menyentil saya dengan ucapan-ucapannya supaya saya bisa menyelesaikan skripsi dengan baik.

Sosok sederhananya, gaya berbicara yang ceplas-ceplos, dan juga pemikiran yang sangat simpel mengenai kehidupan dilihat dari seorang seniman membuat saya mengagumi beliau dan bercita-cita seperti beliau, minimal membentuk sebuah paduan suara sendiri yang menjadi impian saya saat ini.

ditulis oleh Kevin Paskalis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar