Minggu, 15 Januari 2012

Kekerasan di Balas Kebaikan


Shung Chiu dari kerajaan Wei diutus menjabat sebagai hakim di sebuah kabupaten. Kabupaten ini letaknya berbatasan dengan kerajaan Chu. Ditempat ini terkenal dengan buah semangkanya. Meski sama-sama semangka, namun ada perbedaan mencolok mengenai cara menanam dan memelihara antara kedua kerajaan itu.

Petani semangka di kerajaan Wei sangat rajin, mereka setiap hari menyiram semangkanya. Oleh sebab itu pohon semangka mereka cepat besar dan buahnya juga besar-besar dan manis. Sementara itu petani dikerajaan Chu sangat malas, mereka jarang bahkan tidak pernah menyiram dan merawat pohon semangkanya, sehingga pohonnya kurus dan tidak bisa tumbuh dengan sempurna.

Raja dari kerajaan Chu melihat semangka kerajaan Wei tumbuh dengan subur serta buahnya besar-besar lalu menyalahkan petani di kerajaannya. Namun petani di kerajaan Chu tidak mencari masalah di dalam diri mereka, malahan mereka menyalahkan petani kerajaan Wei. Mereka iri mengapa mereka bisa menanam pohon semangka menjadi demikian subur, buahnya besar serta manis. Oleh sebab itu, petani kerajaan Chu mencari akal untuk merusak pohon semangka kerajaan Wei.

Setiap malam mereka akan mengendap-endap ke ladang semangka kerajaan Wei mencuri semangka, serta mencabut pohon semangka mereka. Oleh sebab itu setiap pagi petani kerajaan Wei melihat banyak pohon semangka mereka yang mati dan buah semangka yang hilang. Petani kerajaan Wei setelah menyadari masalah ini, mereka sangat marah, mereka bermaksud malam hari akan pergi ke ladang semangka kerajaan Chu membalas dendam.

Tetapi ada seorang petani tua menghalangi mereka berbuat demikian serta berkata, “Kita sampaikan masalah ini kepada hakim saja, meminta pendapatnya apa yang harus kita lakukan?” Mereka semua ke kantor hakim Shung Chiu. Shung dengan sabar menghimbau rakyatnya berkata, “Jangan berpikiran sempit, jika kita terus saling membalas dendam, maka kebencian tersebut akan semakin besar, yang akhirnya akan menimbulkan malapetaka, saya kira cara yang terbaik adalah, kalian jangan menghiraukan perbuatan mereka. Setiap hari mengutus orang pergi ke ladang mereka menyirami semangka mereka, lebih bagus pergi diam-diam di malam hari, jangan membiarkan mereka mengetahuinya.”

Penduduk kerajaan Wei mengikuti nasehat hakim Shung. Oleh sebab itu, tidak berapa lama kemudian ladang semangka di kerajaan Chu sehari demi sehari menjadi makin subur dan dengan cepat berbuah yang besar dan manis.

Penduduk kerajaan Chu merasa heran ladang mereka sepertinya setiap hari disirami orang, mereka saling bertanya, tidak ada seorangpun mengetahui masalah ini. Oleh sebab itu mereka diam-diam menyelidikinya, mereka melihat rupanya penduduk kerajaan Wei yang setiap malam pergi ke ladang mereka dan menyiram tanaman mereka. Penduduk kerajaan Chu merasa sangat terharu.

Segera, masalah ini terdengar oleh raja di kerajaan Chu, dia juga sangat terharu dan gembira, juga merasa malu. Dia tidak seperti hakim dari kerajaan Wei. Dia lalu menulis laporan kepada raja Chu. Raja Chu pun merasa terharu, bersamaan dengan itu dia juga merasa malu dan tidak tenang.

Akhirnya, dia mengutus orang membawa hadiah menghadap raja Wei, berharap dapat bersahabat dengan kerajaan Wei. Raja Wei setuju, mulai saat itu kedua kerajaan bersahabat karib, penduduk di kedua perbatasan juga bersahabat bahkan seperti keluarga sendiri, dan tanaman semangka mereka sama-sama besar-besar dan manis.

Oleh sebab itu, terkadang bukan dengan kekerasan dapat menyelesaikan masalah, harus dengan lapang dada, toleransi, dengan kebaikan membalas kejahatan, malahan dengan demikian dapat menyelesaian masalah dengan damai, membuat hal yang buruk menjadi baik. (ebn) sumber : erabaru.net

Refleksi:

Bagaimanakah dengan hidup kita? apakah kita selalu membalas segala hal buruk yang menimpa kita, yang disebabkan oleh orang orang disekitar. sikap baik yang tulus akan mengubah dan membuat dunia menjadi lebih damai dan indah ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar