Perempuan: Payudara, Rahim, dan Vaginamu
Perempuan: Payudara, Rahim, dan Vaginamu
Oleh: Mona Sugianto, M.Psi, Psikolog
Pukul 07.05 tanggal 12 Juni 2008,
setelah melalui 26 jam yang sangat melelahkan dan menyakitkan, di tengah
menipisnya keyakinan, Mrs. Cantu mengedan sekuat-kuatnya dan
terdengarlah suara yang paling indah yang pernah didengarnya
“oeeeeeee……” Begitu kuat dan penuh energi suara itu, sudah ditunggunya
hampir seperti seumur hidupnya. Putra pertamanya, si Hujan Berkat. 40
minggu lebih berada dalam rahimya, keluar lewat vaginanya, dan disambut susu program inisiasi dini dari payudara ibunya. Proses persalinan yang penuh misteri dan keindahan, sama misteriusnya dengan proses penciptaan manusia.
Malangmu Perempuan
Bukan keberuntungan bagi perempuan, khususnya yang menganut ajaran agama Abraham, bahwa Hawa ‘menggoda’ Adam, sehingga Adam jatuh ke dalam dosa. Setua itulah sejarah ‘kejatuhan’ reputasi perempuan. Pertanyaan-pertanyaan manusia tentang hidup, melahirkan para filsuf. Filsuf-filsuf awal hampir tidak ada perempuan. Awalnya hal ini sangat mengherankan saya, ketika saya secara khusus belajar filsafat manusia di sebuah sekolah filsafat, “mengapa perempuan sangat jarang jadi filsuf besar?”. Lalu sahabat saya berkata sederhana, “gak sempet, Mon…, perempuan tidak sempat jadi filsuf pada masa itu.” Perempuan sedang sibuk melahirkan dan merawat anak-anak, masak di dapur, dan mengurus rumah. Boro-boro bertanya ini itu…. Jadi pertanyaan-pertanyaan tentang hidup dan jawaban dari pertanyaan itu, dijawab sendiri oleh laki-laki. Pada masa di mana ilmu pengetahuan berkembang, bukan salah perempuan juga bila Bapak Ilmu Psikologi, Sigmud Freud, mencetuskan istilah penis envy. Istilah yang ‘mendudukkan posisi perempuan sebagai ‘mahluk yang tidak sesempurna laki-laki’, karena perempuan tidak punya penis dan sesungguhnya iri kepada pria yang memiliki penis. Dunia yang didominasi laki-laki, baik dalam tataran ilmu pengetahuan (teori-teori yang dibangun), hukum (aturan-aturan yang dibuat), dan sosial-kemasyarakatan (norma-norma yang terbentuk), dalam banyak hal membuat perempuan dalam posisi yang pasif. Soal ke’pasif’an perempuan, ada sebuah jokes tentang proses pembuahan dalam sexual intercourse. Pria dengan penis (menonjol ke luar) melakukan penetrasi/ masuk ke dalam vagina (yang masuk lubang, ke dalam), kemudian pria ‘memberi’ sperma, wanita ‘menampung’nya, dan jadilah manusia. Jadi pria ‘berinvestasi’, sedangkan perempuan tidak memberi apa-apa, alias pasif. (Tidakkah mengherankan kesederhanaan berpikir demikian? Apa yang diberi perempuan dalam proses pembuahan/ konsepsi? Yang jelas memberi TELUR, kemudian memberi RAHIM untuk ditempati.) Pendek kata, banyak hal yang kurang menguntungkan posisi perempuan selama ini.
Ketidakadilan berbasis gender sudah didengung-dengungkan oleh para pejuang perempuan sejak lama. Tetapi rupanya perjalanan masih panjang….
- Perawan Tua Vs Perjaka Tua
Kalau perempuan sampai usia 30 tahun lebih
belum juga menikah, sebutan ‘perawan tua’ sudah bikin bergidik bulu roma
(bukan Rhoma), he he he…. Lalu cap “perempuan tidak laku’ akan mampir
dan menjatuhkan reputasi. Tetapi bila pria sampai usia 30 tahun lebih,
belum juga menikah, alias perjaka tua, jarang cap ‘tidak laku’ mampir
kepadanya. Tetapi kebanyakan akan bilang “abis, terlalu pilih-pilih sih, selektif ya…”
(gubrakkkk….). Maafkan saya, ini hanya salah satu contoh kecil dari
kehidupam sehari-hari yang menggelitik bagi saya untuk dikomentari.
- Sang Ahli Waris dan Penerus Marga
Belum punya anak laki-laki? Untuk budaya
tertentu, hal ini sangat mengganggu. Karena belum ada yang akan menjadi
penerus marga. Lalu apa yang terjadi? Suami yang belum punya anak
laki-laki akan terus berusaha membuahi istrinya. Bila hasilnya, “yah, perempuan lagi, perempuan lagi…”
(kasian ya perempuan kok disesali), maka usulan aneh akan bisa diterima
dan dilakukannya, yaitu, “kawin lagi, cari wanita lain.” He he he… yang
belajar Biologi dengan sungguh-sungguh tentu tahu, ini masalah
kromosom. Perempuan kromosomnya XX, mau kawin lagi sama Julia Perez atau
Dewi Persik juga kromosomnya XX. Laki-laki kromosomnya XY. Jadi untuk
menentukan apakah punya anak XX (perempuan) atay XY (laki-laki),
tergantung dari si SUAMI, bukan istri. Harusnya istrinya yang kawin
lagi, bukan suaminya, he he he….Atau, suami kawin dengan orang yang XY?
(jangan diambil hati, ya…saya bercanda).
- Turbo
Anda pernah dengar istilah ‘turbo’? Istilah
ini saya dapat ketika saya dan seorang teman berbincang kecil dengan
seorang anak perempuan yang menjadi pekerja seks komersial yang mangkal
diseberang penjara Cipinang. Usia anak itu 14 tahun. Pernah ia dan
teman-teman ‘kegaruk’ aparat keamanan dan ditahan. Alasan penangkapan
tentu saja ‘pembersihan PSK, karena mengganggu ketertiban umum’ (yang
‘membeli’ PSK, apakah tidak mengganggu ketertiban umum?). Untuk barter,
apa yang bisa dilakukan anak perempuan ini untuk bisa dibebaskan dari
urusan-urusan bertele-tele yang ia tidak pahami? Turbo. Turbo = tukar body. Tidur saja dengan aparat, layani secara gratis, dan dia bebas (untuk sementara, sampai ada pembersihan lagi)
- Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan
Perempuan, terutama yang menggunakan
transportasi umum, adakah yang belum pernah sama sekali mengalami
pelecehan? Minimal verbal? Dalam kebanyakan kasus kekerasan seksual dan
pemerkosaan, korban mengalami trauma sampai berkali-kali. Trauma pertama
adalah ketika mendapatkan kekerasan seksual dan atau diperkosa. Trauma
berikutnya adalah reaksi dan judgement dari yang bukan judge (hakim) yang kira-kira berbunyi demikian, “salah lo sendiri ampe diperkosa, siapa suruh pake rok mini dan jalan malam-malam.”Trauma berikutnya adalah rumor dan desas-desus, “eh itu perempuan yang diperkosa itu ya, kalo tampangnya begitu, pastinya dia juga enjoy diperkosa, dia pasti ikut goyang juga.”
Rasanya pasti mau hilang saja dari muka bumi…. Seperti ada cerita
tentang seorang Raja. Sang Raja gemar jalan-jalan, tetapi ia tidak mau
kakinya terluka. Akhirnya ia memerintahkan kepada anak buahnya untuk
menggelar karpet di manapun ia ingin berjalan-jalan. Terbayang alangkah
repotnya. Seorang tetua kerajaan kemudian memberikan saran,
“Baginda, bagaimana bila Baginda mengenakan sepasang sandal kulit yang
indah, supaya kaki Baginda tidak terluka ketika berjalan, dan tidak
perlu terlalu repot menggelar karpet di manapun.” Baginda menolak usul
tersebut. Akhirnya, karpet di manapun, kapanpun….. ”Semua perempuan
dilarang pake rok mini, duduk mengangkang di motor, dan dilarang cantik,
supaya saya tidak berpikiran kotor, supaya saya tidak lecehkan, supaya
tidak saya perkosa. Kalianlah yang harus berubah, bukan saya.” Salut,
Baginda!
- Sunat Perempuan
Saya tidak bisa berkata apa-apa tentang hal
ini, selain ungkapan kesedihan dan empati saya yang sangat mendalam
kepada semua bayi perempuan dan perempuan yang ‘harus’ mengalami ini.
“Maafkanlah…. Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan” Maafkan untuk
rasa nyeri dan luka, untuk berkurangnya orgasme saat bercinta, untuk
ketidakberdayaanmu tentang tubuhmu sendiri, maafkanlah… Hanya perempuan
yang bisa merubah ini, karena perempuanlah yang melahirkan anak-anak,
baik laki-laki maupun perempuan. Manusia merdeka dan memiliki kehendak
bebas, begitu juga perempuan.
Saya terkejut ketika teman saya yang cukup ekstrim dalam perjuangan perempuan mengatakan “MAU”. Mau balas dendam, katanya, untuk semua perlakuan yang tidak manusiawi terhadap perempuan. Saya tanya lagi, “bagaimana caranya?” Ia terdiam lamaaaaaaaaaaaa (saking lamanya) sekali. “Tapi tidak bisa,” katanya lirih.
Ya, kalau toh pikiran mau dan mampu memikirkan aneka strategi pembalasan, hati perempuan tidak akan bisa. Ayah, suami, anak-anak, dan cinta serta kealamiahan perempuan untuk merawat dan menjaga kehidupan, tidak memampukan perempuan untuk membalas. Bahkan perang (yang kebanyakan personil yang terlibat adalah laki-laki), perempuan tetap yang paling menderita. Mengapa? Suami atau anak-anaknya gugur atau terancam bahaya, diteror dengan pemerkosaan terhadap perempuan dari pihak yang kalah perang sebagai bentuk ‘invasi’ yang sama sekali tidak terhormat. Jadi bisa dikatakan, “perempuan lagi, perempuan lagi…”
Perempuan Simbol Kehidupan
Mengapa bumi dikatakan Mother Earth, dan negara dikatakan IBU PERTIWI? Bukan Bapak Pertiwa? (perempuan ‘i’, kalau laki-laki umumnya ‘kan ‘a’). Perempuan telah menjadi simbol kehidupan, dan bukan hanya simbol, karena perempuan menjadi perantara bagi kehidupan. Saya juga merasa aneh pada ibu yang tidak mau menyusui bayinya dengan alasan ‘payudara kendur’. Pertanyaan saya, memang payudara diciptakan untuk apa? Pastinya bukan cuma untuk menggelayut di sana dan memperkaya pengusaha BH. Dengan segala perangkatnya, perempuan diciptakan untuk menopang kehidupan. Susunya, payudaranya, rahimnya, dan vaginanya. Semua, eksterior maupun interiornya, fisik, maupun jiwanya. Mulia? Tentu saja…Perempuan bukan barang dagangan, bukan pemuas nafsu (terlalu kecil kalau perepuan hanya dilihat dari aspek eksterior), dan bukan pembuat laki-laki berdosa (kembali ke Adam, Adam memiliki kehendak bebas dan kemerdekaan untuk memilih apakah ikut atau tidak).
Mencintai Perempuan
Aku perempuan, aku mencintai keperempuananku
Aku bangga dengan kepercayaan begitu mendalam yang diberikan kepadaku, untuk keterlibatanku dalam kisah penciptaan manusia
Kelalaian Hawa tidak mengurangi kemuliaanku sebagai perempuan, karena keringat dan air mataku, darah yang tertumpah dari rahimku,
air susuku, doa dan janjiku, telah menjadi penukar untuk keselamatanku di dunia dan akhirat
Meskipun banyak perempuan dikatakan sundal, tetapi lebih banyak lagi perempuan yang melahirkan dan membentuk para pahlawan
Sebagai perempuan, aku semerdeka burung-burung di udara
Akulah yang memilih dengan kehendak bebasku untuk mencintai, untuk setia, dan untuk mengabdi
Dan ketika pengabdianku tidak mendapatkan balasan setimpal di bumi, aku bisa memaafkan, memaafkan lagi, lagi, dan lagi,
karena hatiku begitu luas dan cintaku begitu mendalam
Aku memaafkan kalian yang mencoba menghancurkan kemuliaanku sebagai perempuan
Tidak ada pemerkosa manapun yang mampu menodai kemuliaanku sebagai perempuan,
karena keindahanku berasal dari dalam, bukan dari luar
Tidak ada yang dari luar bisa menajiskan aku, karena kemurnianku dari kedalaman jiwaku
Kekecewaan dan lukaku akan dilipur segera, karena hatiku seluas samudra
Kesakitan yang luar biasa yang harus kutanggung sebagai perempuan, telah dan akan terus kutanggung
Aku tetap memaafkan kalian
Tetapi inilah doa dan berkatku sebagai perempuan,
Bijaksanalah orang yang menghormati perempuan, yang menghargai jerih payah, keringat dan air matanya
Pahlawanlah orang yang melindungi perempuan, yang menjaganya dengan sepenuh hatinya,
karena menyadari kelembutan dan kemurnian hatinya
Berbahagialah orang yang mencintai perempuan, yang mengingat darah yang tertumpah untuk setiap nyawa di bumi,
yang bersyukur untuk kesediaan perempuan untuk meregang nyawa bagi kehidupan
Pesanku,
Bagi yang pernah merasa sungguh dicintai oleh perempuan, yang menikmati cinta, susu, pelukan, dan ciuman seorang Ibu,
Cintailah perempuan, jagalah anak-anak perempuan, didiklah remaja perempuan dengan benar
Jangan sakiti dia dengan sengaja, jangan lukai, jangan nodai
Jangan gunakan dia untuk sekedar pemuas hasrat dan kesenangan, jangan jadikan ia barang dagangan,
ingatlah selalu ia PEREMPUAN, ia MULIA
Bagi yang sama sekali merasa belum pernah dicintai perempuan,
Yang merasa kurang diterima dan tidak diperlakukan baik oleh seorang Ibu,
Maafkanlah perempuan, maafkan telah melukai hatimu yang indah
Bila engkau bermurah hati,
berikanlah kesempatan kepada perempuan untuk mencintaimu dan menghormatimu,
untuk merawat dan setia kepadamu
Bila tidak terlalu besar permintaanku,
Biarlah aku juga mencintai keperempuananku dengan merdeka,
Biarlah aku yang memilih apa-apa yang terbaik untuk diriku,seperti aku memilih untuk mencintai, setia, dan mengabdi pada kehidupan
Bolehkah?
(Puisi : Mona Sugianto)
Selamat mencintai dan selamat berkarya!
Jakarta, 26 Januari 2013
Mona Sugianto, M.Psi, Psikolog
Managing Director Ad Familia Indonesia
mona_narcis@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar