Jumat, 22 Juni 2018

Cerita Moral : Minyak Angin ; KaMo Homeschooling Community ; WA 0852 68506155



“Minyak Angin”

 

Siang itu suasana sekolah terasa sangat membosankan. “Sudah panas, tidak ada pula hal menarik untuk dikerjakan,” pikir Jairus dalam hatinya. Ia kemudian mengeluarkan minyak angin yang memiliki daya panas yang sangat-sangat panas dan menghirupnya dalam-dalam. Pelajaran Pak Broto, guru biologi, sepertinya masuk kuping kanan ke luar kuping kiri. Ia ingin sekali segera mendengar suara bel istirahat.
Begitu mendengar bel istirahat ia langsung berlari ke luar dan menuju kantin. Jairus segera membeli minuman dingin dan meminum habis hanya dalam beberapa detik saja. Di sampingnya telah duduk teman sekelasnya, Petrus. “Pet, bosan banget hari ini yah, pingin cepet pulang nih.” Petrus yang tahu tentang tingkah Jairus tidak begitu menanggapi, dan sekedarnya hanya berkata, ”Udahlah nikmati aja, entar juga pulang.”  “Tapi gua nggak sabar, nih,” kata Jairus sambil meninggalkan Petrus di kantin sendiri.

Kemudian ia keluar lagi dari kelas dan menemui Petrus  yang masih di kantin sambil berkata, “Aku habis dari toilet,  Pet.” Bel sekolah pun berbunyi tanda waktu istirahat sudah berakhir dan kami harus masuk kelas karena pelajaran berikut akan dimulai. Sekarang adalah pelajaran sejarah, pelajaran Ibu Dewi.  Ibu Dewi seorang guru tua dan suaranya terdengar lemah jika mengajar. “Selamat siang anak-anak. Silakan buka halaman 51, kita akan belajar tentang sejarah perang dunia kedua. Ini pasti akan sangat menyenangkan bagi kalian ….” Sambil terus duduk dia memberikan pelajaran, tetapi tiba-tiba ia berhenti bicara. Belum satu menit  bicara beliau  langsung ke luar setengah berlari dengan wajah meringis.
Anak-anak lain bingung, “Ada apa ya dengan Ibu Dewi?” Masing-masing saling bertanya satu sama lain. Mereka bingung karena raut muka ibu Dewi ketika keluar kelas seperti menahan sakit. Tak lama kemudian, Pak Nana kepala sekolah kami hadir di depan kelas kami. Wajahnya sangat seram dan nampak serius. Ia bertanya dengan setengah berteriak “Siapa diantara kalian yang sudah berlaku kurang ajar kepada Ibu Dewi? Jawab dengan jujur! Cepat! Bapak tidak akan mengampuni jika tidak mengaku!Suasana kelas segera menjadi begitu tegang dan mencekam, tidak tahu apa yang terjadi kenapa tiba-tiba Pak Nana marah-marah. Rizki, memberanikan diri bertanya, “Pak ada apa yah, dan apa yang terjadi dengan Ibu Dewi?”
“Ada di antara kalian yang sudah berbuat kurang ajar. Menaruh minyak angin di bangku guru dan sekarang pantat Ibu Dewi kepanasan dan harus segera pulang untuk berobat. Jelas!”
Kelas pun langsung mencair dan ribut. Saling bertanya siapa yang berbuat. Tapi tak satupun yang tahu dan tidak ada seorang pun mengaku. Kemudian Pak Nana berkata, “Kalau tidak ada yang mengaku, maka Bapak akan mengadakan pemeriksaan! Satu-satu anak diperiksa dan semua yang sudah diperiksa boleh langsung pulang ke rumah.” Jairus mendapat giliran ketiga diperiksa dan ia lolos dan langsung pulang dengan tersenyum, Akhirnya pulang juga.”
Giliran Pak Nana memeriksa tas Petrus. Ia menemukan minyak angin dan segera mencocokkan dengan bau yang masih menyengat di kursi guru. Pak Nana langsung menjewer Petrus, “ Ternyata kamu ya, selama ini nampak baik-baik ternyata iseng, tidak punya rasa hormat dan bandel.”  “Tunggu Pak, itu bukan punya aku!”  sanggah Petrus kesakitan. “Mau berkilah ya? suara Pak Nana begitu keras terdengar membuat Petrus terdiam dan menurut saja di bawa ke ruang guru. Sementara teman-teman lainnya hanya bisa menatap Petrus dengan wajah tak percaya.
Esok paginya, Petrus tidak masuk kelas, teman-temannya bertanya-tanya apa yang terjadi. Ternyata Petrus di hukum tiga hari tidak masuk sekolah dan harus membiayai pengobatan Ibu Dewi. Petrus dikenal sebagai anak  baik-baik bahkan cenderung pendiam dan banyak yang tidak percaya bahwa tindakan iseng kepada Ibu Dewi itu dilakukan olehnya. Namun sebagian ada juga yang menuduh dan mencemoohnya.
Hari keempat Petrus  masuk sekolah. Teman-teman bertanya padanya, Apakah kamu yang melakukannya? Kok kamu tega sih? Kamu punya hati atau tidak, Ibu Dewi sudah tua tahu? Mana rasa hormatmu pada orang tua? Tidak tahu malu kau! Aku nggak percaya, mengapa kamu lakukan? Banyak pertanyaan diberikan kepada Petrus, tapi dia tetap diam sambil tersenyum dan menjawab singkat, “Sudahlah, yang sudah ya sudah, semuanya akan baik lagi kok.”
Diam-diam Jairus memperhatikan Petrus ketika ia ditanyai dan dicap anak jahat oleh beberapa temannya. Petrus tetap tenang dan tidak begitu peduli, walau kata-kata dari teman-teman sebagian besar menyakitinya. Jairus mengamati dalam-dalam dan lebih dekat lagi. Ada rasa penyesalan di dada Jairus. Terlebih ketika Anton, memukul kepala Petrus,  “Tega lu ya, nggak tahu hormat ama orang tua, kalau berani ama gua aja berantem.” Tidak tega melihat perlakuan teman-teman pada Petrus, Jairus menghindar, hati nuraninya berontak, ia tidak tahan.
Pulang sekolah Jairus menghampiri Petrus, “Pet, maafin aku yah, tadinya aku hanya iseng nggak maksud untuk nyusahin kamu. Aku bosan dengan pelajaran ibu Dewi, udah tua, suaranya kecil, nggak menarik, pokoknya ngebosenin. Aku nggak nyangka jadi ruwet seperti ini. Sambil menangis tertunduk, Jairus meminta maaf dan mengakui bahwa ialah yang melakukan semua itu dan menaruh minyak itu di tas Petrus.
Petrus terperangah, “Kamu toh??! Jairus, Ibu Dewi adalah guru kita, sudah berumur, tidak selayaknya kita perlakukan dia seperti itu. Coba bayangkan kalau kamu diperlakukan seperti itu, apa yang kamu rasakan? Selama ini kamu seringkali mengejek guru-guru kita, bahkan teman-teman juga kamu buat kesal. Ingat nggak kamu panggil si Parto apa? Anak  satpam, kan?! Parto walau senyum pasti dia kesal padamu, Rus. Janganlah kamu lakukan lagi! Bisa nggak?” tanya Petrus panjang lebar.  “Bisa Pet. Aku janji deh,” sahut Jairus. “Sekarang gini, bisakah berjanji tidak mengulangi perbuatanmu? Kalau bersedia aku memaafkanmu dan sekalian kamu pertanggungjawabkan hal ini kepada kepala sekolah ya. Aku akan menemanimu dan dijamin kamu tidak akan mendapatkan hukumannya. Satu lagi kamu harus ganti uang pegobatan Ibu Dewi yang aku tanggung. Setuju?” tanya Petrus.  “Setuju Pet, aku ganti,” jawab Jairus. “Oke kalau begitu, sampai ketemu besok pagi ya,” ujar Petrus.  Petrus berlalu dan mereka berpisah pulang ke rumah masing-masing.
Keesokan paginya sebelum pelajaran dimulai Jairus dan Petrus menghadap Pak Nana dan Ibu Dewi.  Petrus menjelaskan semuanya dan Jairus mengiyakan. Pak Nana dan Ibu Dewi sepertinya sudah tidak sabar menjewer Jairus, tapi Petrus berkata, ”Bu aku kan sudah dapat hukumannya, biarlah Jairus untuk kali ini tidak dihukum, ini permintaanku, Pak, Bu! Maafkan Jairus!” Jairus menambahkan dengan muka tertunduk, “Aku berjanji memperlakukan orang lain dengan lebih hormat, Pak, Bu”. Pak Nana dan Ibu Dewi tidak bisa berkata apa-apa lagi, selain mengiyakan.

CERMIN KEBIJAKSANAAN:
Jairus adalah seorang anak yang suka bercanda namun ia tidak menyadari dampak dari apa yang ia perbuat. Ia mengejek teman dan berperilaku tidak hormat kepada yang lebih tua. Banyak orang sakit hati karena perilakunya. Apa yang dilakukan oleh jairus itu mencerminkan ia tidak tahu sopan dan santun. Ia tidak sopan terhadap gurunya karena tidak menghargai. Malah memberi minyak angin di bangku guru. Jairus juga tidak santun, karena ia sering kali berkata-kata kotor dan mengejek teman lainnya. Ia mengejek Parto si anak petugas satpam.
Jairus tidak menyadari karena kebanyakan orang seringkali tidak mau berurusan panjang. Contohnya adalah Petrus, walau dipersalahkan ia tidak mendedam dan tetap tenang. Ia menyadari lebih baik menanggung kesalahan orang lain agar terjadi perubahan dan penyesalan dari orang yang melakukan kesalahan.

Tantangan : Apakah kalian mampu bersikap sopan dan santun kepada sesama?

 Cerita Moral : Minyak Angin ; KaMo Homeschooling Community ; WA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar