Saya tergelitik dengan isu kenaikan BBM, bagaimana SBY bereaksi dan bersikap. Saat ini beliau tengah pergi ke luar negeri, melakukan kunjungan kenegaraan. Bersamaan dengan itu para wakil orang muda (KNPI) dan beberapa perwakilan dari mahasiswa turut serta.
Saya mencoba berandai andai, apa yang akan saya lakukan jika saya seorang pemimpin (seperti SBY) dan harus berhadapan dengan keputusan yang tidak menyenangkan banyak pihak. Keputusan yang sangat tidak populer!
- Saya akan tetap berada di Indonesia. Kondisi urgen seperti ini adalah kesempatan pemimpin menunjukkan kualitas kepemimpinannya, khususnya nilai keberanian. Pemimpin sudah sewajarnya berdiri di depan ketika ia mengambil keputusan dan menghadapi konsekuensi yang akan terjadi. Apalagi masalah yang dihadapi adalah menyangkut kepentingan bangsa, orang se- Indonesia. Sudah sewajarnya meletakkan prioritas utama. Jadi kunjungan kunjungan atau kegiatan kenegaraan lainnya yang mungkin kalah penting dengan isu BBM ini, sudah seharusnya SBY melakukan delegasi. Jika SBY berani, saya kira polisi pun akan bersikap berani dan tegas tidak sampai mengundang TNI untuk diperbantukan. Bukankah anak buah akan lebih takut jika pemimpinnya pun takut. Semakin seseorang menunjukkan kekuatannya sebetulnya ia menunjukkan celah kelemahan dan ketidak percayaan diri.
- Ruang komunikasi ditingkatkan dan dilakukan secara terbuka. Ketika terjadi masalah betapa pentingnya seorang pemimpin menunjukkan keterampilan komunikasinya. Bukan hanya kelugasannya menyampaikan pendapat, tapi juga mendengarkan. Langkah sederhana yang bisa dilakukan adalah mengajak orang yang tidak sepaham berdialog secara terbuka dan diberi kesempatan yang sama. Undanglah semua elemen pemimpin mahasiswa/ orang muda dan berikan alasannya, tentu juga menghadirkan pakar pakar dari pihak oposisi sehingga nampak jelas dari sudut pandang apa maka keputusan itu di ambil. Bukankah perbedaan adalah hal yang wajar dan justru menajamkan. Dengan membuka saluran komunikasi ini, bukan saja luapan emosi bisa teredam, tapi juga membuat pembelajaran bagi banyak pihak agar menjadi lebih dewasa mengatasi perbedaan. Demo besar besaran pun mungkin tidak ada, polisi dan TNI juga tidak perlu repot. Bukankah ini akibat dari kurang komunikasi, menunda dan lambat bersikap yang berakibat biaya tinggi.
- Saya akan mundur sejenak,meninjau ulang keputusan dan berusaha menemukan landasarn berpijak dan tujuan yang lebih besar. Saya kira yang paling mendasar adalah menemukan kesungguhan dan niat baik dari keputusan tersebut. Apakah keputusan tersebut diambil untuk kepentingan yang lebih besar, dan jangkap panjang? atau sebaliknya hanya untuk kepentingan segelintir orang/kelompok/kekuasaan lainnya dan bersifat jangka pendek? Perlu jawaban jujur dari hati seorang pemimpin. Bertindak jujur berarti bermoral. Secara sederhana, jika seorang pemimpin ingin membuat perubahan yang berdaya tahan positif, milikilah standar moral baik.Tapi jika yang terjadi sekarang adalah ketulian, kebutaan, dan kelumpuhan kepada jeritan penderitaan rakyat , kemungkinan besar, banyak para pemimpin di negeri ini bermoral rendah.
Saat ini, saya tidak berdemo turun ke jalan, tapi saya menulis dan menunjukkan sikap saya. Saya juga berharap segenap elemen bangsa ini tidak apatis dan putus harapan walau kenyataan sekarang terasa sangat pahit. Setiap orang perlu belajar untuk menentukan sikapnya, setuju dan tidak setuju dan belajar lebih kritis dan bersikap ada di pihak mana. Semoga ke depannya bangsa Indonesia semakin baik dan bermoral serta bermartabat.
salam hangat ... candra
Dapatkan ebook gratis pengembangan karakter di www.karaktermoral.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar