Kerja Keras VS Kerja Cerdas
Seringkali saya
bertanya kepada para peserta pelatihan maupun di ruang ruang kelas saya
mengajar. Salah satu pertanyaannya adalah “Jika anda harus memilih salah satu,
mana yang anda pilih, apakah kerja keras atau kerja cerdas”. Kalau pertanyaan
ini saya berikan juga kepada Anda kira kira apa jawaban Anda?
Pada umumnya, jawaban peserta adalah menjawab “kerja cerdas”. Kata cerdas
sepertinya sekarang ini sudah menjadi keharusan dan sesuatu yang sepertinya harus dimiliki setiap
orang. Kalau tidak cerdas, terkesan bodoh, tertinggal dan miskin juga menderita.
Pengertian cerdas bagi satu orang dengan orang lainnya bisa
saja berbeda. Tapi cerdas seringkali dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam menjawab dan menyelesaikan suatu
persoalan. Semakin seorang mampu menjawab dan menyelesaikan ia dianggap cerdas,
sebaliknya semakin lemot selesaikan
persoalan dia disebut bodoh.
Di dunia bisnis, bahkan di dunia pendidikan pun sudah
mengajarkan bagaiamana pentingnya bekerja cerdas. Di satu perguruan tinggi, saya pun mendengar
pengakuan seorang dosen, mengatakan, “ sekarang ini semuanya harus dimulai
dengan kerja cerdas”. Apa lagi banyak buku buku populer saat ini mempropagandakan tentang
kerja cerdas. Hal ini seringkali dikaitkan tentang bagaimana cara seseorang
akhirnya memiliki pasif income
(pendapatan yang kita dapatkan tanpa kita melakukan usaha).
Sebelum saya membahas lebih lanjut, saya ingin menegaskan
tidak ada salahnya dengan bekerja cerdas. Bahkan bekerja cerdas itu menjadi
penting sekali apa lagi dengan keadaan jaman yang runyam seperti ini. Begitu
banyak persoalan harus diselesaikan dengan cerdas.
Masalah yang ingin saya sorot adalah latahnyanya banyak
orang mengatakan, “saat ini jamannya bekerja cerdas bukan keras lagi. Bangun
pagi dan tidur larut malam, udah nggak jaman. Saat ini adalah jaman dimana kita
bekerja sedikit tapi hasilnya banyak. Bahkan kalau perlu kita tidur tak
melakuka apa apa hasil itu datang dengan sendirinya”.
Saya melihat dampak yang dihasilkan dari jargon bekerja
cerdas, telah mengikis banyak nilai nilai luhur bahkan tanpa sadar moralitas
seseorang yang menganutnya tergerus. Bekerja cerdas seringkali dikaitkan
langsung dengan hasil tanpa melihat prosesnya. Dengan prinsip cerdas ini
seseorang tanpa sadar hanya memikirkan untungnya, tanpa sadar menjadi lebih
egois dan telah merugikan orang lain.
Jika seseorang tidak sadari sungguh apa arti kerja cerdas ,
kecenderungan berpikirnya adalah, siapa yang saya suruh untuk melakukan ini, siapa
orang yang kira kira bisa saya prospek sehingga bisa memberikan peluang keuntungan
yang lebih besar, siapa yang bisa menyelesaikan persoalan ini. Tanpa sadar
proses berpikir cerdas tersebut alih alih akhirnya adalah proses pencarian
solusi melalui orang lain. Orang lainlah yang menjadi tumpuan, korban dan kalau
perlu memang alat untuk mencapai kesuksesan. Apakah ini yang dimaksud dengan
cerdas?
Kalau saya yang ditanya, tentu saya akan menjawab, ini bukan cerdas tapi
licik!
Ada satu pengalaman dari mahasiswa saya, dia bercerita
tentang temannya yang mengajaknya ikut MLM (Marketing Multi Level) tanpa putus
asa mengajaknya, sampai hatinya tidak enak untuk menolak, padahal ia sudah
berulang kali menolak. Tapi karena teman dari teman saya yakin bahwa melalui
mahasiswa saya ini, ia akan mendapatkan keuntungan yang besar, maka dia
mematikan hatinya dan terus memaksa. Persahabatan pun hancur karena pengejaran
keuntungan dan keegoisan diri sendiri.
Jadi sebetulnya bagaimana idealnya. Jika saya yang ditanya
maka saya akan menjawab dengan prinsip. Prinsip hukum tanam tuai salah satunya.
Tanamlah pikiran maka tuailah tindakan
Tanamlah tindakan maka tuailah kebiasaan
Tanamlah kebiasaan maka tuailah karakter
Tanamlah karakter maka tuailah hasil
Tanamlah hasil maka tuailah nilai
Jika diamati di sini maka sebetulnya hasil adalah hal yang
kelima. Berarti ada proses panjang untuk sampai ke sana. Dan jika anda setuju
saya ingin mengatakan cerdas itu adalah ketika kita sudah mencapai kebiasaan (positif
tentunya). Pada tingkat kebiasaan ini ada suatu proses dimana anda dan saya akan
dengan sendirinya efektif dan efesien. Setujukah anda dengan cerdas itu adalah efektif
dan efesien? Dan bukankah ketika kita berusaha untuk memiliki kebiasaan tersebut butuh kerja ekstra keras "(kerja keras). Kita semua sadar betapa sulitnya mengubah kebiasaan yang sudah mengakar.
Contoh sederhana ketika kita awal belajar sepeda, motor atau
mobil. Apakah kita bisa dengan cekatan sampai ketujuan yang kita inginkan. Pastilah
kita pelan pelan, terkadang jatuh (motor/sepeda), kalau mobil mungkin kita mogok
tiba tiba karena tidak harmoni menjaga keseimbangan gas dan kopling. Atau
ketika kita mengerem pastilah tidak nyaman. Dengan proses belajar diawal
tersebut pasti butuh waktu, tenaga, biaya dan awalnya tentu tampak boros dan
melelahkan (ini bekerja keras). Tapi ketika kita sering berlatih dengan
sendirinya kita jadi mahir, banyak hal bisa diminimalisir (effesien) dan produktif
atau tepat sasaran (efektif).
Tulisan ini dimaksudkan agar kita semua memikirkan ulang apakah
kita selama ini sudah bekerja cerdas yang licik, atau cerdas yang artinya efektif dan
effesien yang memang sudah melampaui proses latihan yang panjang (kerja keras). Saya meyakini suatu hasil yang dibangun
dengan proses, kerja keras akan memiliki hasil yang berdaya tahan tidak mudah hancur
dan hilang begitu saja bahkan bermakna. Sebaliknya hasil yang instan, yang didapat
dengan mudah akan hilang dan dilupakan bahkan tidak dihargai.
Semoga kita terinspirasi untuk melakukan hal hal yang
bernilai dalam hidup, bukan hal hal yang mendesak hanya sekedar kepentingan
sesaat dan egois. Bukankah kita akan tahu apakah kita bernilai atau tidak ketika
kita mati. Pada saat itu ada berapa banyak orang kah yang dengan tulus dalam
hatinya berdoa dan mengatakan orang ini berguna bagi kehidupan. Semakin banyak
yang mendoakan maka orang tersebut sudah
meninggalkan nama baik yang mulia.
Salam hangat ... candra
Dapatkan ebook gratis dan Pelatihan Karakter moral di www.karaktermoral.blogspot.com
Setuju.. mau sukses harus kerja keras. contohnya disini [calonpengusaha on action]
BalasHapus