Pemberontak
“Ipunggggg!! Berhenti kau!. Kupingmu kamu
taruh mana sih? Kamu tadi saya suruh apa? Hah! Saya menyuruhmu untuk ambilkan
bola basket bukan bola voli. Cepat ambil dan jangan salah lagi!”
Teriakan Pak Dadang membuat kami terkejut dan sejenak menghentikan seluruh
aktivitas kami.
Ipung
memang anak yang sulit sekali mendengarkan. Siapa saja sepertinya ingin ia
lawan dan lalaikan. Ia terbiasa masuk sekolah dengan rambut acak-acakan dan
pakaian tidak rapi. Ia adalah langganan anak yang biasa terlambat. Ia biasa
dihukum karena sering kali melanggar aturan yang ada. Membuang sampah, tidak
mengerjakan tugas pada waktunya, ketinggalan topi untuk upacara. Dan banyak hal
lain lagi yang dia lakukan sehingga ia nampak sangat berbeda dengan anak
lainnya.
Aku
sempat berpikir apa yang terjadi sebenarnya dengan dirinya. Kenapa kok dia
begitu berbeda dengan teman lainnya. Ia cukup disegani karena badannya yang
besar dan terkadang suka mengancam jika keinginannya dihalangi. Beberapa kali
ia terlibat perkelahian dengan anak yang lebih besar. Beruntung tidak terjadi
apa-apa. Teguran paling keras yang ia dapat adalah orang tuanya dipanggil
hingga tiga kali.
Padahal
Ipung termasuk anak orang kaya dan sebetulnya pribadi yang menyenangkan. Tapi entah kenapa
ada saat-saat yang cukup mengerikan jika berada di dekatnya. Rasa was-was dan
takut jika tiba-tiba dia meledak dan bertindak semaunya sendiri. Pernah satu
waktu ketika ia tidak mengerjakan tugas, ia memaksa Anton untuk memperlihatkan
tugasnya. Anton sempat menolak tapi ia mengancam, akhirnya Anton pasrah dan
membiarkan tugasnya disalin oleh Ipung.
Sepengetahuanku
Ipung adalah anak tunggal dan dia biasa mendapatkan apa yang ia mau. Sepertinya
apa pun keinginannya selalu dipenuhi orangtuanya. Kadang-kadang ia membuat
sebagian dari kami iri. Betapa beruntungnya dirinya. Tapi aneh, walaupun semua
keinginannya terkabulkan ia tetap saja tidak puas dengan dirinya.
Sebetulnya
Ipung juga adalah anak pindahan dari sekolah lain. ini adalah sekolah ketiga
yang ia masuki. Wah, padahal kami baru kelas IV, berarti hampir setiap tahun ia
pindah sekolah. Kenapa bisa demikian? Segudang pertanyaan ada di benak
teman-temannya, tetapi tidak ada jawaban pasti yang diapatkan. Aku mendekatinya dan berusaha menjadi teman
baiknya.
Tak
disangka-sangka ketika siang hari menjelang pulang sekolah, Ipung mengajakku ke
rumahnya. “Bin, lu datang ke rumah gua hari ini, mau nggak? Gua punya game baru
jadi kita bisa main bareng.” Aku putuskan untuk main ke rumahnya, kebetulan
tugas-tugas sudah selesai aku kerjakan. “Tapi gua telpon nyokap gue dulu ya,
Pung,” jawabku. “Walah nggak usah, Bin, langsung cabut aja. Mobil gua udah
nunggu tuh. Bokap nyokap gua nggak pernah pusing gua mau pulang jam berapa.
Santai ajah.” Aku sempat gugup tidak
tahu harus bagaimana, tapi ajakan Ipung begitu menggiurkan. Beberapa teman
mengatakan di rumah Ipung ada kolam renang. Aku jadi pingin tahu kehebatan
rumahnya.
Benar
saja, begitu sampai aku di rumahnya aku lihat sebuah rumah yang besar dan indah. “Ini rumah lu, Pung?? Keren
banget!” Kataku kagum. “ Walah biasa aja lagi,” kata Ipung bangga. Kemudian
kami langsung menuju kamar. Yang membuat aku kaget adalah sikapnya. “Siapin
minum jeruk dua dan makan siang. Langsung taruh di kamarku yah!” Ia memberi
perintah pada pembantu di rumahnya dengan semena-mena. Aku kaget dengan
caranya, belum lagi cara ia melepas sepatu, meletakkan tas dan melemparkan baju
seragamnya. Semua ia lakukan semaunya dan sembarangan. Sempat terlintas di
pikiranku seandainya ia bersikap begini di rumahku, pasti mamaku akan menghajarnya
sampai habis. Ia akan sangat menyesali perbuatannya jika mamaku adalah mama sobatku itu.
Aku
berusaha menikmati waktu bermain dengannya. Awal-awal sih sangat menyenangkan
tapi lama-lama aku menjadi muak. Ia begitu egois dan ingin menang sendiri. Masa
aku disuruh kalah padahal aku menang darinya. Setiap ia mau kalah ia mematikan
game dan mengulanginya dari awal. Menyebalkan sekali orang ini. Pantes tidak ada seorangpun bisa
tahan bila berada di dekatnya. Beruntung jam sudah menunjukkan angka empat sore.
Aku segera pamit. Belum lagi selesai aku minta ijin pulang dia sudah marah dan
memaki-maki diriku. Ia menyebutku sebgai anak mami, nggak asyik, dan tidak
setia kawan. Dan banyak lagi kata-kata pahit yang terdengar di telingaku. Tapi
aku tidak peduli, kaarena aku sudah janji pada ibu untuk tiba di rumah pukul 5 sore.
Esok
paginya Ipung terlambat lagi. Ia dapat hukuman untuk menyapu lapangan. Ia menolak
menyapu dan melemparkan sapu itu ke lapangan. Kemudian ia pergi ke kantin dan
makan di kantin. Pak Dadang yang kebetulan piket tidak sabar lagi menghadapi prilaku
Ipung segera menariknya ke ruang kepala sekolah. Tapi Ipung meronta bahkan
sempat memukul perut Pak Dadang sehingga tangannya terlepas. Pak Dadang semakin
geram, “Anak kurang ajar, tidak bisa diatur.” Pak Dadang memburunya lalu terpaksa menyeret Ipung dengan
paksa.
Kejadian
tadi berlangsung singkat. Aku dan beberapa teman sempat terkejut namun semua
berjalan seperti biasa lagi. Ipung tidak masuk kelas - dipulangkan. Terakhir
kami dengar kabar ia dipindahkan orangtuanya ke sekolah lain.
Cermin
Kebijaksanaan
Ipung
adalah sosok seorang anak yang tidak bisa diatur. Ia adalah anak tunggal dari
ayah dan ibu yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ipung dibesarkan oleh
para pembantu dan tidak ada yang mengajarkan padanya tentang aturan-aturan
hidup, khususnya kedisiplinan. Ia terbiasa melakukan segala sesuatunya
sesukanya. Karena merasa orang kaya ia berpikir semuanya mudah dan sudah ada.
Ia tidak belajar bahwa apa yang ia lakukan sekarang menentukan apa yang terjadi
dimasa mendatang. Ia menjadi pribadi yang sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Ia akhirnya ditinggalkan teman-teman.
Berbeda
dengan Ipung, Binsar adalah anak yang tahu waktu. Bahkan walau pun tengah asik
melakukan sesuatu, ia tahu kapan harus berhenti dan melakukan hal lainnya yang
benar. Ia memutuskan pulang dan tidak mau membuat ibunya kawatir. Seorang yang berdisiplin memiliki ketaatan.
Binsar taat pada ibunya sehingga akhirnya seorang yang memiliki kedisiplinan
diri, memiliki kemampuan mengendalikan diri, dan lebih mampu mengarahkan diri kepada
hal-hal positif lainnya.
Tantangan : Apakah kalian
mampu menjadi anak yang berdisiplin?
Cerita Moral : Pemberontak ; KaMo Homeschooling Community WA 0852 68506155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar