Si Pengekor!
“
“Din, apa yang akan kamu pilih untuk kegiatan ekskul?”
“Ehmm….. aku lagi pikir mau ikut basket. Kalau kamu mau ikut apa,
Tes?”
“Aku mau ikut basket deh, kaya kamu aja ……!”
“Yakin kamu, Tes?? Kamu kelihatannya kurang cocok deh …”
“Biar aku coba, Din. Lagian aku pingin dekat ama si Jenny.”
Jenny adalah anak pandai di kelas. Ia juga disenangi banyak orang karena
sering membantu teman, bahkan ia menjadi idola di tim basket sekolah karena
kemampuannya mencetak angka di setiap pertandingan.
Benar saja! Baru dua minggu Tesa sudah bosan, “Din, aku nggak ikut basket lagi
ya. Cape dan kayaknya membosankan. Masa kita harus kejer-kejer bola …”
gerutunya.
Ini adalah ekskul keenam
yang coba diikuti oleh Tesa. Sebelumnya ia pernah mencoba ikut volley, tari
bali, melukis, paduan suara, dan computer. Semua diikuti tapi tidak ada yang
tuntas. Tesa mendengar bahwa ekskul volley keren karena memang sekolah kami
biasa menjadi juara ketika ada pertandingan antar sekolah. Tesa berpikir dengan
masuk ekskul volley akan menyenangkan dan ia menjadi tenar. Tapi sayang baru dua
bulan ia sudah berhenti dan menyerah karena kelelahan.
Tesa mengikuti ekskul tari Bali. Namun hal ini juga hanya sebentar. Pada awalnya Ia melihat
Susi masuk TV dalam acara budaya daerah. Susi menari begitu indahnya. Ia
berpikir bahwa ia pasti juga bisa menari dan
berharap masuk TV. Tetapi toh
niatnya itu sia-sia juga.
Tesa mudah sekali
terpengaruh oleh gagasan lain sehingga keputusannya berubah-ubah. Apalagi
ketika menghadapi hambatan dan kelelahan. Sebetulnya ia cukup berbakat ketika masuk ekskul
komputer. Ia cukup cepat menyerap materi yang diajarkan. Namun karena
dituntut untuk ikut kompetisi kecakapan menggunakan komputer, Tesa lalu mundur.
Ia beralasan tidak punya cukup waktu untuk mengerjakan tugas-tugas dalam
kompetisi tersebut. Akhirnya Tesa keluar demi menghindari kompetisi tersebut.
Pada hari Sabtu ini sekolah melaksanakan Career Day. Guru BK
mengundang beberapa profesional untuk hadir di sekolah. Kami semua boleh
bertanya tentang segala sesuatu tentang tugas mereka. Mereka adalah pilot, dokter,
penyanyi, dosen, olahragawan, kontraktor, disainer, perawat, sekretaris, penjahit,
penari, koki, bahkan petugas pemadam kebakaran. Mereka semua adalah ayah atau
ibu dari para siswa kelas 5. Para siswa duduk di kelas-kelas dan diatur sedemikian
rupa sehingga semua berkesempatan untuk bertemu dengan para profesional itu.
Aku berkesimpulan
bahwa para professional itu sebelumnya berproses - mencari - hingga mereka
menjadi orang-orang hebat seperti sekarang. Tidak ada yang langsung jadi, butuh
usaha, perlu mencurahkan tenaga hati dan pikiran. Satu lagi yang paling
menginspirasiku adalah bahwa mereka semua ternyata sejak kecil sudah menyenangi
apa yang mereka geluti sekarang. Dokter Anggi - ayah Jenny - bercerita ketika bahwa ketika masih kecil senang sekali dengan alat-alat kesehatan
mainan. Bahkan dulu seringkali ia memeriksa ibunya yang diminta berpura-pura
sakit. Sementara Mama Temmy adalah seorang penari professional. Beliau sering
diminta mengajar di berbagai kota di Indonesia. Dahulu ketika beliau remaja
pernah diutus oleh pemerintah untuk
tampil di Amerika, Jerman, Belanda, dan Jepang. Duta besar memintanya untuk
menari di depan tamu-tamu asing tersebut. Tetaapi prestasi itu tidak didapat
dengan mudah. Beliau harus mempersiapkan diri dan berlatih dengan sangat
panjang. Beliau berlatih setiap hari dan menghabiskan lima jam.
Ayah Joni tak kalah serunya. Kami para siswa memandang kagum
melihat kegagahan beliau dengan seragam pilotnya. Beliau bercerita bahwa ketika
kecil senang sekali membuat pesawat terbang dari kertas dan lego, suka mengkoleksi
buku tentang pesawat, mengunjungi bandara terdekat untuk melihat pesawat tinggal landas dan
mendarat. Ceritanya begitu hidup. Ketika beliau bercerita tentang pengalaman yang
mengerikan saat tiba-tiba salah satu mesin pesawatnya mati kam turut merasakan
betapa ngerinya situasi itu. Jika aku ada di gedung tinggi dan melihat ke bawah saja sudah merasa
ngeri sekali. Apa lagi ayah Joni, dia ada di langit bersama awan hitam, geledek,
dan petir. Wah ini bukan profesi yang
aku pilih. Profesi ini sangat mengerikan bagiku ….!
Aku bertanya pada Tesa yang dari tadi duduk bersamaku, ”Kira-kira
apa yang nanti kamu pilih, Tes?”
“Aku jadi bingung Din. Semua profesi nampaknya seru dan menarik.
Aku ingin mencoba semuanya.”
“Kalau kamu menginginkan semuanya, maka kamu tidak akan
mendapatkan apa-apa. Kamu harus memilih. Coba kamu lihat, tidak ada dari mereka
memiliki dua profesi yang dijalankan
sekaligus. Dan mereka meraih impian mereka dengan usaha bersungguh-sungguh.
Menurutku sederhana saja deh untuk tahu cita-cita kita. Sekarang yang betul-betul
kamu sukai apa, Tes? Aku sih suka menggambar mungkin aku akan menjadi
seorang arsitek atau disainer seperti papa Dhika.”
Tesa sepertinya bingung mendengar pertanyaanku. Ia tidak tahu
harus menjawab apa. “Din, aku bingung suka apa. Aku seringkali tidak tuntas menyelesaikan ekskul
dan pelajaran. Semua nampak biasa-biasa dan membosankan. Mungkin yang paling
aku suka sebetulnya komputer. Tapi kadang-kadang aku malas dan tidak mau
menghadapi kompetisi. Aku takut kalah. Aku takut malu, Din.”
“Tes, dengar nggak pengalaman ayah Dodi yang pelukis itu. Ia
bahkan ditentang oleh ayahnya. Tapi ia berani dan yakin dengan pilihannya. Ia
memilih untuk bahagia dengan pekerjaannya. Itu yang penting. ”Aku percaya
orangtuamu pun akan mengijinkanmu dan mendukungmu. Yang perlu dilakukan
sekarang adalah melakukan segala sesuatu yang sudah dipilih dengan tuntas.
Setidaknya selama satu tahun kamu sungguh-sungguh menekuni. Tentang hasil itu
adalah soal hadiah.“ Aku lalu menggandeng tangan sahabatku itu. Ia
tengah merenung dan berpikir.
Tantangan: Apa yang kamu sukai dan kira-kira profesi
apa yang kamu pilih di masa mendatang?
Cerita Moral : Si Pengekor : KaMo Homeschooling Community : WA 0852 68506155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar