Senin, 11 Februari 2013

Cerdik = Licik



Cerdik = LICIK
Seorang peserta pelatihan saya bercerita tentang si kancil dan buaya (latihan bercerita). Di kisahkan si kancil mau menyeberang sungai namun tidak bisa karena sungai itu dalam dan ada buayanya. Lalu ia berpikir bagaimana sampai di seberang. Akhirnya ia menemukan ide, membujuk si buaya agar memanggil teman temannya dan berbaris hingga ujung. Sebagai imbalannya, ia akan menyerahkan dirinya untuk dimakan oleh buaya. 
Alhasil buaya itu percaya dan melakukan apa yang dikatakan si kancil. Namun setelah sampai di seberang si Kancil tertawa lepas dan mengucapkan sampai bertemu lagi. Sementara Buaya bengong merasa bodoh dan dibodohi.

Peserta tersebut menyimpulkan,”Hidup itu perlu cerdik. Seperti si kancil yang berhasil mencapai tujuannya dengan cara yang cerdas”. Saya terhenyak dan merenung. Kemudian saya bertanya kepada peserta lain, Benarkah pesan moral cerita tersebut? Salah satu peserta walaupun  sudah dijelaskan 3 kali ia masih menjawab benar. Sampai akhirnya saya berikan penjelasan lebih dalam, ia mengatakan hal itu adalah salah. Bagaimana dengan Anda?

Kita dibesarkan dengan cerita yang sudah turun temurun yang mungkin tidak sempat kita renungkan ulang kebenaran dan makna di dalamnya. Kita mudah mengatakan dan menceritakan ulang tanpa  sempat menyaringnya, apakah itu layak atau tidak layak, etis atau tidak etis. Intinya kita cenderung lalai memikirkan dampak dari apa yang kita lakukan atau katakan. Oleh karena itu Saya seringkali mengubah cerita dan lagu tempo dulu dengan versi baru (saya) kepada anak anak sebelum tidur.

Kata cerdas (cerdik), di jaman sekarang seperti sebuah keharusan yang patut dimiliki setiap orang. Tapi cerdas yang macam apa? Jika cerdas seperti yang dikatakan di atas cerdas  (cerdik)  itu berarti LICIK. Mengapa licik, karena menggunakan orang lain untuk kepentingan dirinya. Si kancil (orang pintar) menggunakan otaknya untuk mengelabui buaya (orang bodoh) untuk mencapai apa yang diinginkannya. Padahal dengan kita berpikir cerdik ini tanpa sadar  telah mengambil keuntungan dari orang lain. Dan ini akan membuat pikiran kita hanya untuk mendapatkan dan mendapatkan. Tanpa sadar lagi hal ini akan mengarahkan kita menjadi orang yang egois dan menang sendiri. Bukankah jika hidup egois ini kita akan sengsara, tidak damai, tidurpun sulit walau sudah berbantalkan emas batangan sekalipun.

Di alam semesta ini ada prinsip “apa yang kamu tanam itulah yang kamu tuai”, jika seseorang mengambil milik orang lain  terus menerus dalam hidupnya, maka ada satu waktu ia harus membayarnya (hukuman). Bentuknya bisa bermacam macam, mulai dari penyakit, masalah keluarga, kesepian-kehampaan (tidak bermakna), atau hal buruk lainnya (di penjara). 

Saya adalah salah satu orang yang tidak setuju dengan MLM (Multi Level Marketing), walau saya sempat ikut di dalamnya. Mengapa karena dengan sistem ini tanpa sadar saya sudah mengambil keuntungan dari orang lain, bahkan dari orang yang tidak saya kenal (sistem komisi dll). Saya diminta untuk mencari 2 orang dan 2 orang lagi di bawahnya. Setelah itu binalah orang di bawahmu (4 orang)  supaya bisa seperti kamu (copy paste) mencari orang lain lagi agar lebih banyak orang yang berada di bawah saya. 

Duh, dengan pengertian saya sekarang, setiap orang itu punya hidupnya, rejekinya, bidangnya... mana bisa sekedar di copy paste... Tapi banyak saja orang yang percaya dengan tawaran yang aduhai untuk terus masuk mencoba bergabung (walau pun banyak juga yang keluar), termasuk saya.

Kalau diingat ingat kapan saya licik, banyak juga ternyata. Dari kecil sampai besar saya bisa menemukan kapan saya licik. Contoh sederhana, ketika saya masih SD berkelahi dengan kakak saya. Saya gigit dia sampai nangis, tapi saya juga ikutan nangis supaya saya tidak dihukum. Ketika saya kuliah, saya menggunakan teman teman saya untuk melakukan kecurangan  pada satu pemilihan ketua senat. Ketika saya bekerja, saya yang bertanggung jawab harus memecat seseorang, namun tugas itu saya limpahkan ke orang lain (merasa segan). Intinya saya cerdik untuk menghindari yang tidak enak, mendapatkan kepentingan saya dan berikan tanggung jawab saya kepada orang lain. 

Dalam jangka pendek, semua kecerdikan itu memberikan buah yang manis, tapi pahit yang lama. Jika kita terus menggunakan pikiran kita hanya sekedar mendapatkan apa dari orang lain pada akhirnya kita tidak memiliki apa apa. Justru kita perlu mencoba memikirkan dengan sadar, apa yang sudah saya beri dan tanam, karena dari situlah kita akan mendapatkan dan bermakna.

Semoga saya dan anda menjadi orang orang yang bertekun menanam sesuatu yang baik, bukan sekedar mendapatkan dan menerima manfaat dari kebaikan orang lain.

Salam hangat ... candra

Perubahan terjadi dimulai dari hati yang tergerak
Refreshing,  Fun Games, Leadership, Karakter Moral, Train The Trainers (TOT)
Pin bb : 262a2f26 email : karaktermoral@yahoo.com
Twiter : @candratua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar