Senin, 11 Februari 2013

Pupusnya seorang negarawan : SBY vs AU





TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya turun tangan dan mengambil alih penataan organisasi. Dalam konferensi pers, Jumat 8 Februari 2013, SBY juga meminta Anas Urbaningrum fokus menyelesaikan kasus hukum yang dihadapinya.
 
"Saya memimpin langsung gerakan penataan, pembersihan, dan penertiban, saya berikan kesempatan untuk lebih memfokuskan diri pada upaya dugaan masalah hukum yang ditangani KPK, dengan harapan keadilan benar-benar tegak," kata SBY.


Refleksi 

Saya tergelitik melihat pertempuran dingin antara SBY dan Anas. Terus terang bagi saya ini adalah tontonan yang tidak mendidik yang diberikan oleh seorang kepala negara kepada rakyatnya. SBY, telah mentertontonkan betapa ia hanya peduli dengan dirinya sendiri. Ia hanya peduli dengan priuknya, peduli dengan citranya saja. 

Sebetulnya siapakah yang bersalah? Pemahaman saya jika anak buah (Anas) bersalah berarti atasan (SBY) juga bertanggung jawab. Setidaknya tanggung jawab moral. Salah memilih anak buah (anas) telah membuat rakyat ini menderita. Tapi apakah lantas kesalahan tersebut melulu hanya pada Anas. Bagi saya seharusnya seseorang dengan level seperti SBY (kepala negara), patutnya menunjukkan pembelajaran bagi bangsa. Bukan mempertontonkan adegan gagah-gagahan namun sayang sudah tidak terlihat gagah (terlambat). Kata maaf saja tidak terucap darinya (SBY)....
 
Cobalah simak berapa banyak kader demokrat yang sekarang jadi tersangka, sampai level menteri juga ada. Jadi yang salah siapa? Apakah anak buah?. Di Jepang jika ketahuan anak buah bersalah atau dirinya bersalah langsung mengundurkan diri kalau perlu bunuh diri. Tapi di Indonesia keadaannya berbalik,  malah malu jika terlihat kalah. Walau salah harus tetap terlihat gagah. Kalau perlu yang salah yang lebih garang dan memprovokasi

Tidak ada jalan mundur bagi SBY, jika ingin dikenang sebagai negarawan besar haruslah legowo dan memberi teladan. Mundurlah. Tapi sepertinya hal ini sulit, seperti pungguk merindukan bulan, mungkinkah terjadi? Jika SBY terlalu kawatir dengan dirinya sehingga bertindak hanya untuk selamatkan diri sendiri, sepertinya harapan untuk mendapatkan seorang negarawan hanyalah mimpi di siang bolong. 

Sabarlah Indonesiaku ... Badai pasti berlalu ....


Salam hangat ... Candra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar