Selasa, 05 Februari 2013

Kelu Menghadapi Kekuasaan : Jadilah Jokowi

TEMPO.CO, Jakarta - Berkas perkara kasus kelalaian atas tersangka anak Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, M. Rasyid Amrullah Rajasa, 22 tahun, sudah dilimpahkan dari penyidik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Senin, 4 Februari 2013. Seperti halnya polisi, kejaksaan juga tidak menahan Rasyid.



Bukan lagi rahasia umum jika negeri ini punya penegak hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Tajamnya kalau ke bawah sangat mengerikan, bahkan mencabik cabik seperti nafsu yang tak kesampaian. sedangkan tumpulnya ke atas lebih lembut dari bantal, malah tertekuk balik.

mungkin kita ingat cerita nenek Minah .... 
Pada 19 November 2009, nenek Minah (55) dihukum oleh PN Purwokerto selama 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Dia dinyatakan bersalah karena memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Ajibarang, Banyumas.

Atau kisah anak SMA palu yang mencuri sendal jepit, dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

Refleksi 
 
Kisah kisah di atas bertentangan, hukum sepertinya memang hanya untuk orang kecil dan tak berdaya tapi untuk penguasa, hukum tidak bersuara bahkan bisa dibeli, disesuaikan, tergantung mau dibawa kemana.


Mengapa ketimpangan dan ketidakadilan terus berjalan seperiti ini. Hal ini pertama tama disebabkan banyak para pemmpin di negeri ini  tidak mempunyai karakter moral yang kuat.  Yang kedua adalah karena dosa yang sama. Saya punya masalah dan kesalahan yang sama (dosa) dengan orang tersebut (yang dituntut)

Seperti seorang ayah jika ia merokok, ketika ia menasehati anaknya yang merokok maka ia seperti bercermin pada dirinya sendiri. Saya sendiri merokok, saya sendiri tidak memberi contoh yang benar. Jadi walaupun ia melarang, maka larangannya akan terdengar sekali lemah (tidak ada otoritas) dan hal ini terbaca oleh si anak, ayah tidak bersungguh sungguh.

Jadi para pajabat dan penguasa pun sepertinya tahu sama tahu. aku punya kartu mu dan kartuku ada padamu. Jadi sudahlah saling bantu saja. Jika kasus yang terungkap maka seperti istilah yang ngetren sekarang" arisan nasib". Dia jadi korban, kalau nggak ada berita jadi nggak serulah ....

Ditambah lagi dengan mentalitas bangsa ini, mentalitas yang mengelu elukan yang berkuasa dan menindas yang lemah sudah menjadi tradisi. Bisa kita bayangkan kalau kita berurusan dengan birokrasi, tidak usah tingkat tinggi tingkat kelurahan buat KTP (baru) aja pasti rasanya berhadapan dengan tembok yang kuat dan besar. Saya saja ada perasaan galau ketika harus berhadapan dengan birokrasi (aura/persepsi). Seperti ada yang menyuruh bayar walau tidak ada tulisannya.

Merombak dari mana mentalitas yang sudah mendarah daging ini (mengelu elukan kekuasaan), tidak ada jalan lain, harus dari kepemimpinan yang kuat. Kepemimpinan kuat berarti memiliki karakter moral yang kuat. Salah satu yang sudah hadir di tengah kita adalah Jokowi. Ia memiliki karekter moral rendah hati, mau mengabdi dan blusukan (Jokowi). sebetulnya jika seseorang mau jadi pemimpin yang sungguh sudah ada contohnya (jokowi), kita tinggal menirunya. Tapi bisakah? mampukah? Menurut saya itu bukan pekerjaan sehari jadi, itu sebuah proses pemahaman dan pergulatan hati.

Mengapa Jokowi layak diberikan predikat pemimpin sejati (bagi saya) Ukurannya sederhana, karena ia mampu dan bisa merendahkan dirinya. Ia mempunyai pangkat, status dan kekuasaan tapi itu semua tidak dipakai olehnya. Ia tahu kalau itu dia pakai orang akan takut dan segan, rakyat tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Jika tidak bisa menjadi dirinya, gimana ia akan mendapat informasi yang benar, bagaimana ia mampu membuat perubahan positif dan berdaya tahan.

Jadi bagi anda dan saya yang memang mungkin punya peran dan tanggung jawab juga otoritas, marilah lakukan itu dengan cara bersahaja (blusukan). Belajarlah merendah, karena dengan merendah kita belajar menjadi rendah hati dan itu adalah yang sejati. Tidak perlu topeng, kemasan, lisptik, tidak perlu biaya mahal mahal tapi mampu merubah sekitar dengan kehadiarannya yang bersahaja ...

Bagi instansi polri dan kejaksaan yang memegang amanah rakyat coba dipikirkan kembali bagaimana kaderisasi kepemimpinan diinstansi Anda, apakah para pemimpinnya mampu merendahkan diri. Jika tidak ditemui seorangpun yang berani blusukan seperti jokowi, sepertinya maaf, harapan perubahan yang lebih baik tidak ada. Selamanya instansi Polri dan Kejaksaaan akan berada di ketiak kekuasaan.

Sekali lagi menjadi pemimpin yang hebat adalah kemampuannya untuk merendahkan dirinya, semakin kecil lagi maka semakin hebat ....






Salam hangat ... candra






Tidak ada komentar:

Posting Komentar