Rabu, 06 November 2013

Gagal Diterima Kerja, Alasannya: Tidak Cantik ! !



Ini curhat seorang kawan, kebetulan perempuan. Dulu, dia adalah karyawati di salah satu agency Public Relations yang cukup terkenal. Klien-klien dan acara-acara besar, jadi santapannya tiap minggu. 

Secara pengalaman, sekitar 10 tahun dengan reputasi baik, tentu tak perrlu diragukan lagi. “Kelemahannya” hanya satu: kawan saya ini tidak cantik. Dan hal ‘konyol’ inilah yang membuatnya merasa “terintimidasi”.



KETIKA memutuskan keluar dan mengambil waktu beberapa saat untuk bersenang-senang bersama keluarga, kawan saya ini –sebut saja namanya Denok—pikirannya memang masih terpikir untuk bekerja di bidang yang dikuasainya ini. 

Sembari berlibur, Denok mencoba menghubungi beberapa kawan di perusahaan PR lain yang mungkin sedang membuka lowongan. Sampai akhirnya ada satu perusahan PR besar memanggilnya untuk interview. 

Dan datanglah Denok ke kantor PR Agency tersebut. Karena sudah punya pengalaman cukup lama, wawancara hanya seputar pekerjaan yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Tidak ada pertanyaan soal gaji yang diminta atau hal-hal yang menunjukkan antusiasme si pewawancara yang berjanji akan menghubungi untuk hasilnya [alasan klise yang kerap diucapkan perusahaan]. 

Seminggu berlalu tidak ada telpon atau informasi apapun soal diterima atau tidaknya. Hingga akhirnya ada bocoran dari orang dalam, Denok tidak diterima karena: Tidak Cantik ! !

Terlepas dari kinerja yang tidak dinilai, tapi hal ini amat sangat menganggu saya. Bahwa pernyataan itu dikeluarkan oleh pewawancara yang menurut kawan saya itu juga seorang perempuan, sangatlah ironis. 

Memang, dunia PR membutuhkan penampilan dan fisik yang memadai, karena harus berhadapan dengan banyak orang. Tapi apakah karena alasan-alasan itu kemudian mengesampingkan pengalaman, keahlian, kemampuan dan kecerdasan, seorang perempuan yang kebetulan tidak dianggap cantik.

Tampaknya pewawancara ini belum membaca buku Naomi Wolf  “Mitos Kecantikan Kala Kecantikan Menindas Perempuan”. Banyak orang, bahkan perempuan itu sendiri, terjebak mitos Kecantikan yang setiap hari disuguhkan kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan, lewat berbagai macam media: iklan televisi, majalah-majalah kecantikan, tulisan-tulisan mengenai kecantikan perempuan yang diperkuat dengan budaya patriarkhi, menyebabkan kaum perempuan terjebak pada keinginan untuk selalu tampil cantik dan menjadi sangat memuja berat badan ideal. 

Intimidasi gender seperti ini, seperti gunung es, tidak tampak tapi sebenarnya pucuknya meleleh. Agak menggelikan ketika kualitas seseorang bukan dilihat dari karya dan kemampuannya bekerja, tapi karena bentuk fisik dan olah kecantikkan. 

Kekhawatiran Naomi Wolf sangatlah wajar melihat gencarnya serangan kecantikan yang semakin memojokkan kaum perempuan dalam ruang publik dan politik. Setiap hari kaum perempuan diyakinkankan dengan mitos-mitos kecantikan yang semakin menjerumuskan kaum perempuan dalam jurang pemujaan terhadap kecantikan.

Makin menggelikan, ketika kemudian dilakukan oleh perempuan juga.  Dan itulah yang terjadi pada kawan saya. Untungnya, kawan saya ini kemudian tidak terjebak pada mitos kecantikan dan berusaha melakukan operasi plastik. Iya kalau plastiknya bagus, kalau dari lelehan ember, kan malah repot jadinya. 

Link => http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/11/07/gagal-diterima-kerja-alasannya-tidak-cantik-608387.html#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar