Kamis, 10 April 2014

Jokowi, saatmu jadi Presidenkah?




Jokowi adalah seorang tokoh fenomenal saat ini, begitu banyak orang tersentuh dan merasa ia adalah satria piningit, yang diharapkan membawa perubahan Indonesia lebih baik. Indonesia yang sudah dirundung berbagai persoalan dan terbelit hutang dahsyat, mampukan seorang Jokowi mengatasinya?

Tulisan ini bukan untuk mengagungkan apalagi merendahkan seorang Jokowi, hanyalah sebuah kacamata seorang candra yang mendedikasikan diri melihat bobot kepemimpinan yang dimiliki seseorang.

Seorang pemimpin ditentukan dari kemampuannya mengecilkan diri
Menjadi pemimpin berarti ia memiliki orang yang dipimpin. Seperti sebuah organisasi, biasanya ada hirarki, ada jenjang yang membedakan level bawah, tengah dan atas. Umumnya level atas memimpin level menengah dan level menengah memimpin level bawah.  Jika seorang pemimpin mampu turun dan diterima di setiap level bawahnya maka ia pasti bisa membuat perubahan.

Tapi jika seorang pemimpin langsung ke bawah tanpa ia mempengaruhi level level dibawahnya terlebih dahulu itu namanya PENCITRAAN. Mengapa? Pengaruh itu tidak asal jadi, butuh proses. Untuk sebuah perubahan yang memiliki manfaat maka dibutuhkan pengaruh yang sampai menyentuh hati dengan demikian perubahan tidak perlu lagi kontrol eksternal.  

Jadi jika seorang pemimpin ingin membuat perubahan yang berarti maka ia harus memikirkan level pertama dimana ia berada dan level kedua dibawahnya. Jika ia mampu mempengaruhi level terdekatnya maka ia pun mampu mempengaruhi level level yang tidak tersentuh tangannya tapi tersentuh oleh level di bawahnya. Karena tidak mungkin seorang pemimpin mampu menyentuh dan membuat perubahan secara langsung kepada orang yang paling bawah. Prinsip roda kecil memutar roda yang lebih besar.

Mengecilkan diri, meningkatkan pengaruh – rendah hati, meningkatkan kekuatan
Ada peserta pelatihan bertanya pada saya apa maksud dari mengecilkan diri dan mengapa  bisa membuat perubahan. 

Ini adalah satu misteri yang saya pahami ketika saya mencoba menganalisanya, bahwa yang tidak kelihatan itulah yang mengatur kelihatan. Saya memberi contoh sederhana kepada peserta pelatihan untuk suit dan yang menang melepaskan sepatunya kemudian yang kalah memasangkan kembali sepatu yang menang. Tentu saja proses ini jadi aneh sekaligus menggelitik hati.

Di dalam ajaran Kristen, Yesus memberi keteladanan dengan membasuh kaki para muridNya. Semenjak itu teladan kerendahan hati menjadi pokok nilai yang harus dimiliki oleh seorang pengikut Kristen. Begitu terkejut para murid dan seorang rasul, Petrus, menolak untuk di basuh. Hal tersebut adalah sesuatu yang tidak pantas dilakukan oleh seorang yang dimuliakan. Aneh,  kok membasuh kaki hamba hambanya. Sungguh hal yang tidak pantas! Jarang dan abnormal, pada saat itu! Dengan kerendahan hati  itulah mengapa Yesus dipermuliakan.

Mengapa kerendahan hati? Dengan kerendahan hati orang merasa lebih tersapa dan dekat. Kedekatan inilah yang akan menumbuhkan kepercayaan sehingga orang mau melangkah bersama. Mau melakukan apa yang diperintahkan oleh si pemimpin.

Tapi mengapa kerendahan hati menimbulkan kekuatan? Ini yang mungkin kurang diselami dan direnungkan! Ternyata dengan belajar rendah hati sebetulnya seseorang itu tengah mengembangkan hatinya. Dengan hati yang terus mengembang sebetulnya ia tengah menciptakan kekuatan. 

Bagaimana prosesnya?
Coba anda bayangkan sekarang anda ada di posisi tingkat yang paling top di perusahaan atau organisasi. Jika anda diminta untuk melakukan level pekerjaan yang ada di bawah anda terus sampai yang paling bawah. Apa yang anda rasakan?

Jika sungguh anda mampu membayangkan anda akan merasakan sesuatu yang ganjil, aneh dan seperti sungkan untuk melakukannya. Di setiap level pasti ada tingkatan masalah dan ciri khasnya. Ada yang bergengsi hingga yang kampungan. Ada yang harus menggunakan otak dan ada yang hanya menggunakan otot. 

Sebetulnya ketika seorang pemimpin terus mengecilkan dirinya ia akan dituntun, memahami persoalan dan ciri khas dari level tersebut sehingga ia mampu memberi solusi yang tepat untuk setiap level. Sebaliknya jika seorang pemimpin langsung loncat ke level paling bawah, tanpa melewati level dibawahnya, sekali lagi itu adalah pencitraan.  Ia tidak akan mampu memberikan jalan keluar, hanya harapan kosong sesaat. Menipu!

Apa yang sebetulnya terjadi di dalamihati , Ketika seseorang mengecilkan dirinya? Yang terjadi adalah pergumulan/perbincangan hati. Pergumulan pergumulan inilah yang menghasilkan pengertian. Semakin pengertian itu selaras dengan karakter alam semesta, yang  jujur, baik dan sabar , pemimpin menjadi kuat. Semakin rumit persolan yang dihadapi maka semakin hebat pergumulan batinnya.  Dan jika memang sungguh mampu mengecilkan dirinya dan selaras dengan karakter alam semesta ia akan mampu memiliki solusi yang tepat dengan kebijaksanaan yang agung. 

Kemampuan mengecilkan diri adalah kemampuan untuk berdiri diatas tujuan besar bersama dan untuk kepentingan yang paling besar.  Dan seorang pemimpin yang besar adalah pemimpin yang hatinya memikirkan orang yang dipimpinnya. Bukan memikirkan diri apalagi kepentingannya sendiri

Pemimpin adalah perubahan, dimulai mengubah konsep
Apakah Anda seorang pemimpin? Jika Anda seorang pemimpin,  apa yang sudah anda buat dan rubah bagi organisasi Anda?

Prinsip sederhana ini penting sekali untuk dicermati, saya tidak bisa memberi komentar positif untuk SBY karena memang saya merasa kepemimpinannya tidak membuat saya  lebih baik (subjektif). Tapi Sutiyoso (mantan gubernur Jakarta), di era dia, busway terwujud. Ini lebih konkrit dirasakan. 

Membuat perubahan itu bukan sekedar membalikkan tangan, semua orang sepakat itu. Mulai dari mana perubahan itu. Mulai dari Pikiran. Tanpa mengubah pola pikir (konsep), dunia kita hanya itu itu saja. Tapi ketika kita berani mengubah pola pikir (konsep), kita mulai memasuki dunia yang baru. Bisa dibayangkan jika kita terus bertahan menggunakan mesin tik, tidak mau menggunakan Komputer, apa yang terjadi? Kita akan ditinggal oleh keadaan. Tapi sebaliknya ketika kita memutuskan untuk ikut kita melihat sebuah suasana baru dan dunia yang baru.

Pola pikir (konsep) seperti apa yang perlu kita ubah? Sebelum merubah kita hanya perlu mempertanyakan ulang, apakah masih relevan, apakah bermanfaat, apa dampaknya. Dengan berani mempertanyakan konsep lama yang mungkin dimiliki kebanyakan orang atau bahkan sudah dianut ratusan tahun, mungkin kita akan menemukan pemandangan dan pengertian yang baru pula. Sehingga belum tentu konsep yang saat ini kita pegangteguh  adalah  tepat jika kita berani mempertanyakan ulang. 

Saya pernah memberikan pelatihan ke beberapa Puskesmas di Tangerang. Kebijaksanaan walikota Airin dengan jamkesmas, agar pengobatan bisa gratis bagi masyarakat menjadi persoalan baru. Muncul LSM yang mengatas namakan rakyat menjadi calo kesehatan, beban rumah sakit semakin menumpuk, iklim kerja yang kurang sehat, dan banyak lagi persoalan turunannya jika mau dirunut lagi. 

Apakah pola pikir (konsep) pengobatan gratis dan  pendidikan gratis, ini benar?  Apakah menaikan gaji guru dan aparatur pemerintah setinggi tingginya benar? Ada usulan gaji MA 500 juta! Apakah ini benar?

Ada prinsip, jika ingin mendapat maka harus memberi. Beranikah seorang pemimpin menerapkan prinsip yang benar? Bukan sekedar menyenangkan dan ingin disanjung. Saya rindu pemimpin yang memiliki prinsip sederhana. Ayo hemat biar sejahatera, ayo rajin, kita pasti pandai.

Seorang pemimpin yang bijak sebetulnya tinggal menerapkan apa yang diajarkan oleh Kihadjar Dewantoro. Ing ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Namun kejelian melihat situasi bagaimana menerapkannya menjadi suatu keterampilan tersendiri. Pemimpin harus memahami diri dan situasi yang dihadapinya. Apakah ketika membuat keputusan, bekerja dalam tim atau mengevaluasi kinerja timnya. 

Pergumulan batin seorang pemimpin akan selalu menemukan jalan,  ketika hatinya sungguh untuk rakyat. Maka tidak aneh ada ungkapan, suara raja adalah suara Tuhan. Jika ada kepentingan diri/golongannya masih begitu menekan, si pemimpin tetap tidak akan menjadi pemimpin yang sesungguhnya. 

Kesimpulan.
Pemimpin menurut saya akan mampu membuat perubahan hebat jika ia mampu terus mengecilkan dirinya dan melakukan perubahan pola pikir (konsep) orang yang dipimpinnya. 

Jokowi adalah seorang pemimpin yang rendah hati, karena ia mau turun level demi level sehingga ketika ia turun pada level yang paling rendah akan terasa kharismanya.  Tapi saya adalah salah satu orang yang kurang setuju ia naik sekarang jadi presiden, karena belum merasakan perubahan yang dia buat. Saya juga belum menemukan konsep perubahan yang kuat. Jika slogan merakyat, partai wong cilik masih dengan kesehatan dan pendidikan gratis saya kira kita masih belum menemukan pemimpin yang tepat untuk Indonesia yang besar.

Salam hangat, candratua ...


1 komentar:

  1. Luar biasa artikel diatas
    pak apa ada ebook buku jokowi yang terbaru : jalan kemandirian bangsa
    jika ada kirimkan ya via email : salomodepy@yahoo.com
    terima kasih.

    BalasHapus