TENTANG PARA PAHLAWAN
SELAMAT MEMPERINGATI HARI PAHLAWAN!
Survey Ad Familia Indonesia
Periode Survey: Oktober 2012
“TENTANG PARA PAHLAWAN”
Sebuah Refleksi tentang Keteladanan dan Nilai-Nilai”
Zoom
Dalam sebuah pelatihan karakter moral
di sebuah SD, Keni seorang anak laki-laki kelas 5 SD terlihat sangat
kebingungan. Ada 1 pertanyaan yang belum bisa dijawabnya, padahal
teman-teman sudah mulai mengumpulkan kertasnya. Keni kemudian bertanya,
“Kak, yang ini juga harus dijawab ya?” (sembari tangannya menunjuk pada
pertanyaan no. 3 yang berbunyi “Siapakah orang yang kamu kagumi/
teladani?”). Saya mengangguk sambil berkata, “Ya, kalau bisa ya dijawab
Keni…”. Semua teman sudah kumpulkan kertasnya, sampai akhirnya Keni
memutuskan untuk menuliskan jawaban “BATMAN” untuk pertanyaan no.3.
Kemudian dengan muka lega dia mengumpulkan kertasnya.
Siapakah Keni?
Saya jadi sangat penasaran dengan sosok Keni. Siapa dia? Papa Keni sudah 4 bulan berada di penjara Cipinang, dengan masa tahanan 2 tahun. Papa Keni ‘dipergoki’ mengkonsumsi obat-obatan terlarang di salah satu rumah prostitusi. Mama Keni yang memang sudah menduga bahwa suaminya suatu saat akan masuk penjara karena kebiasaan buruknya sedari muda, cenderung untuk mengatakan kepada Keni, “jangan kaya bapak lo ya…” dan kemudian mama Keni akan menenggelamkan diri dalam keluhan-keluhan kepahitan hidupnya. Kepada semua sanak keluarga Mama Keni ‘menjual’ cerita betapa ‘bejat’ suaminya dan betapa kasihannya hidup mereka. Keni anak satu-satunya. Ia selalu mendapat peringkat 3 besar di kelas, ia anak pintar. Ia bisa memecahkan banyak soal dan mengerjakan ujian yang sulit. Tetapi ketika ada pertanyaan “siapakah orang yang kamu kagumi?” Keni menjawab “Batman”.
Batman, spiderman, superman, fantastic four, iron man, dan sederet nama super hero lain yang disebut oleh Keni dan anak-anak seperti Keni, menghiasi lembar jawaban untuk pertanyaan no.3. Tidak mengherankan bila para super hero menjadi pahlawan di hati mereka. Tokoh Super Hero begitu sempurna. Mereka membela kebenaran dan keadilan, jagoan, hebat, kuat, keren, terkenal, pemberani, enak dilihat, dan (hampir) selalu menang. Mengagumkan, bukan? Tidak seperti Papa Keni yang di penjara dan Mama Keni yang tidak berdaya untuk keluar dari kepahitan hidup. Tidak seperti kebanyakan papa lain yang seringkali terlalu sibuk dan tidak mau ikut campur dalam pengasuhan anak. Tidak seperti mama lain yang terlalu cerewet, banyak menuntut, galak, dan ketinggalan jaman. Tidak seperti manusia biasa yang bisa ‘kalah’ dalam kehidupan. Tokoh Super Hero menjanjikan sebuah happy ending, sedangkan yang lain tidak.
Siapakah Pahlawan?
Pertanyaan “siapakah pahlawan” menjadi pertanyaan yang memurnikan. Apakah untuk mengunjungi pahlawan kita hanya bisa datang ke taman makam pahlawan? Apakah pahlawan harus yang sudah meninggal? Apakah pahlawan harus yang berhubungan dengan perjuangan bangsa? Apakah pahlawan itu harus sempurna? Apakah pahlawan adalah orang yang tidak punya rasa takut? Apakah pahlawan tidak pernah kalah? Apakah pahlawan harus diakui, dikenal, dan diberikan gelar-gelar kehormatan?
Saya beruntung dalam kehidupan saya dipertemukan dengan banyak pahlawan. Saya bertemu dengan pahlawan yang masih hidup, yang memiliki dedikasi tinggi di berbagai bidang kehidupan dan pelayanan kepada manusia yang mereka hayati dan pilih, yang jauh dari sempurna karena merekapun memiliki banyak kelemahan di sana-sini, yang justru BERANI karena mereka mampu mengatasi rasa takutnya dan mengubah rasa takut menjadi KEYAKINAN dan HARAPAN, yang justru seringkali kalah dan dikalahkan oleh kehidupan, tetapi segera bangkit lagi untuk melanjutkan perjalanan, dan yang tidak terkenal dan sama sekali tidak pernah diberikan gelar kehormatan. Siapa mereka?
Saya bertemu dengan sosok orang muda penjual mie tek-tek yang jujur, sederhana, pekerja keras, dan pendoa. Dalam kesesakan hidupnya dia terus berbagi dengan sesama dan tidak setitikpun malu untuk terus belajar. Saya bertemu dengan seorang pejuang koperasi, yang mendedikasikan diri pada perkoperasian, yang mencintai koperasi dan yakin bahwa di tengah kemelaratan ekonomi dan moral, koperasi yang memiliki landasan kekeluargaan dan kemandirian, merupakan sebuah jawaban. Saya bertemu dengan seorang biarawati yang tidak gentar untuk membuat gerakan dan pelayanan untuk menolong orang-orang miskin, lemah, dan terpinggirkan, serta gerakan perlindungan perempuan. Saya bertemu dengan sosok maha guru (dosen dan profesor) yang mendedikasikan hidupnya untuk berkarya bagi orang-orang dengan HIV, lepra, trauma psikis, dan menderita. Sosok yang menginsiprasi saya sebagai seorang psikolog klinis, sosok yang mencintai manusia dan berjuang untuk keluhuran manusia dengan segala penderitaan fisik yang tengah dialaminya. Saya bertemu dengan seorang sosok ayah yang sangat ‘lurus’ hidupnya. Dengan kerja keras dan ketekunannya memberikan sandang, pangan, dan papan, yang ‘halal’ bagi kelima orang anaknya. Saya bertemu dengan sosok ibu yang rela setiap hari bangun pukul 3.30 pagi agar dapat mempersiapkan sarapan dan bekal bagi suami dan anak-anaknya yang berangkat pkl. 5 pagi untuk bekerja dan sekolah. Saya juga bangga dipertemukan dengan sosok ibu yang di masa serba instan seperti saat ini, dengan suka cita menyusui bayinya dan mendedikasikan dirinya untuk mencintai dan merawat kekasih kecilnya.
Pahlawan ternyata tidak harus bisa terbang dan memberantas penjahat hebat. Seperti yang diungkapkan di bawah ini:
“A hero is some one who understands the responsibility that comes with his/her freedom”
(Bob Dylan)
Pahlawan adalah orang yang dengan kebebasannya (bukan terpaksa)
menyadari dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan sepenuh hatinya.
Orang yang melakukan hal-hal kecil tetapi dengan cinta yang besar. Orang
yang berani untuk merubah dirinya sebelum merubah orang lain dan
keadaan.Para Pahlawan di Sekitar Kita Saat Ini
Dua tahun terakhir ini, saya tidak lupa untuk memberikan pertanyaan “siapakah orang yang kamu kagumi? atau siapakah pahlawan dalam hidupmu?” kepada anak-anak mulai dari TK A sampai SLTA ketika saya berjumpa mereka dalam seminar atau pelatihan di sekolah. Sudah terkumpul mendekati 4000 responden (dari sekolah-sekolah di Jabodetabek). Berikut beberapa poin hasil survey:
- Pada umumnya, responden menyebutkan 2-3 nama tokoh yang menjadi idola (bukan hanya 1 tokoh)
- 53% dari reponden menyebutkan nama ARTIS FAVORIT dan SELEBRITIS sebagai idola, tokoh yang dikagumi, dan pahlawan dalam hidup mereka (misalnya Justin Bieber, Super Junior, SNSD, Leonardo Di Caprio)
- 21% dari responden menyebutkan nama OLAHRAGAWAN idola mereka. Mendominasi adalah para atlit sepakbola luar negri dan sebagian lagi atlit balap formula one.
- 13.1% dari reponden menyebutkan bahwa tokoh idola mereka adalah ORANG TUA mereka (ada yang menyebut ayah, ibu, maupun ayah dan ibu)
- 13% dari responden menyebutkan aneka tokoh SUPER HERO maupun karakter dalam game online sebagai idola mereka. Di dalamnya termasuk Batman, Spiderman, Superman, Iron Man, dan tokoh-tokoh game.
- 11% dari responden menyebutkan aneka tokoh yang mereka kagumi selain tokoh-tokoh di atas, misalnya tokoh Tuhan, tokoh dalam kitab suci, pemuka agama, ilmuwan, kaum profesional di bidang tertentu, pejuang kemanusiaan, pemimpin dunia, pemimpin negara, dan peraih piagam nobel perdamaian.
Siapakah Pahlawan Anda? Hasil Survey Ad Familia Indonesia Via Web Site Periode Oktober 2012
Berikut adalah para tokoh pahlawan bagi Sahabat Ad Familia Indonesia dan ungkapan perasaan tentang Sang Pahlawan:
1. Tokoh orang tua: ayah, ibu, dan kedua orang tua
2. Tokoh nasional : Jend. Sudirman, Bung Tomo, Bung Karno
3. Tokoh dari keluarga: paman, suami, dan ayah mertua, dan anak-anak
4. Tokoh dari agama: St. Frasiskus Asisi, Mother Teresa, Yohanes Pembabtis
5. Tokoh Tuhan
6. Tokoh teman
7. Tokoh ilmuwan: Albert Einstein
8. Tokoh dalam cerita film: Gary Hobson
Para Sahabat yang mengisi survey Ad Familia sangat mendalam menceritakan mengapa mereka mengagumi tokoh-tokkoh di atas. Uraian yang panjang, detil, dan sarat dengan emosi kekaguman dan kedalaman sangat dirasakan. Namun karena pesan-pesan yang sangat personal, maka saya hanya menampilkan tokoh-tokoh yang muncul tanpa menguraikan alasan-alasan mengagumi tokoh tersebut.
Hero Effect
Apa pengaruh pahlawan dan tokoh idola dalam kehidupan kita? Saya mencoba merangkumkan dampak pahlawan dalam bagan sebagai berikut:
- Kagum
Dampak yang paling mudah dirasakan adalah
adanya rasa kagum. Kita kagum kepada tokoh yang kita idolakan. Bagi
kita, mereka hebat, keren, mempesona, dan menakjubkan.
Contoh:
Bagi Dito (anak laki-laki usia 6 tahun) tergila-gila kepada Superman. Ketika ditanya “kenapa kagum pada Superman?” Dia menjawab tegas “Superman bisa terbang, hebat!”
- Menghayati nilai-nilai yang dianut tokoh
Tahap selanjutnya, tidak cukup hanya kagum.
Kita mulai mempelajari Sang Tokoh secara lebih mendalam. Mulai dari
gayanya, caranya berbicara, caranya berbusana, sampai kepada nilai-nilai
yang dianut atau dimiliki oleh tokoh.
Contoh:
Riana (remaja putri berusia 11 tahun) mengaku sangat mengidolakan tokoh Jessica dari girl band SNSD. Ketika ditanya, “kenapa suka sama Jessica?” Maka Riana menjawab, “Jessica cantik, ceria, pandai memilih busana (modis), dan gayanya asik banget dehhh.”
Jadi Riana mengagumi Jessica tetapi juga semakin mendalami pembawaan Sang Tokoh yang dinilai ‘asik’
- Membandingkan nilai-nilai yang dianut tokoh dengan diri kita sendiri
Tahapan selanjutnya, kita cenderung mulai
membandingkan diri kita dengan Sang Tokoh. Kita melihat apa persamaan
dan apa perbedaan kita dengan Sang Tokoh.
Contoh:
Dea (anak perempuan berusia 9 tahun yang
tinggal di sebuah panti asuhan) menjadikan Kak P (alumni panti asuhan
yang sama yang sudah lulus dan bekerja) sebagai Sang Tokoh Pahlawan.
Alasannya adalah Kak P sama dengan aku, dia juga Mamanya pergi ninggalin
dia, tapi Kak P bisa tabah.”
- Menjadikan tokoh sebagai teladan (dicontoh dan ditiru)
Tahapan modeling ini bisa segera kita amati karena cukup terlihat dibandingkan tahapan-tahapan sebelumnya.
Contoh:
Ketika film Demi Moore dalam Ghost ‘boom’
di pasaran, maka ribuan wanita di seluruh dunia, baik yang muda maupun
setengah baya mulai memotong rambut dengan model yang sama (cepak).
Entah model itu sesuai atau tidak sesuai dengan bentuk wajah dan bentuk
tubuh para wanita ini, pokoknya cepak Demi Moore.
- Menginternalisasikan nilai-nilai dan ‘style’ tokoh menjadi nilai dan style kita
Tahapan ini sudah semakin mendalam. Di mana
kita akhirnya memutuskan (secara sadar atau tidak) untuk memasukkan
nilai-nilai dari Sang Tokoh ke dalam diri kita. Nilai-nilai Sang Tokoh
juga menjadi nilai-nilai kita.
Contoh:
Dion (mahasiswa berusia 22 tahun)
mengidolakan Om-nya. Menurut Dion, Omnya adalah tokoh pemberontak
keluarga. Ayah Dion dan semua saudara-saudara kandung Omnya, hampir
semua sukses dalam bidang akademis. Tapi Omnya tidak menamatkan S1 nya
malahan di usia 23 tahun kabur dari rumah dan ikut kapal pesiar berlayar
keliling dunia. Ketika pulang 2 tahun kemudian, Omnya dilihat Dion
sudah memiliki kemapanan finansial, gaya hidup yang bebas, dan memiliki
pacar yang cantik-cantik bergonta-ganti. Saat ini Dion menjadi gelisah,
terutama karena di kampusnya ia juga tidak bisa menikmati. Dion ingin
pergi ikut kapal pesiar dan berlayar, dan bebsa seperti Omnya. Jadi ia
belajar Bahasa Inggris dan membaca buku-buku tentang kapal pesiar dan
aneka bangsa, serta mempraktekkan gaya bicara Om dan keberaniannya
memberontak.
- Identifikasi diri kita terhadap tokoh pahlawan yang diidolakan (saya = tokoh idola saya, tokoh idola saya = saya)
Pada tahap ini, kita tidak lagi membedakan
diri kita dengan idola atau pahlawan kita. Kita adalah idola kita dan
idola kita adalah kita. Hal ini sepertinya aneh, tapi cukup banyak
terjadi.
Contoh:
- Seorang anak menjatuhkan diri dari lantai atas sebuah mall dan kemudian meninggal dunia. Teman laki-laki yang bersama sang anak menceritakan bahwa sebelum menjatuhkan diri temannya ngotot bahwa ia adalah Superman, dan karena ia Superman, ia bisa terbang. Untuk membuktikan kebenaran ucapannya, maka anak ini terbang.
- Seorang anak meninggal karena dijadikan sasaran smackdown teman-temannya (http://www.fatihsyuhud.net/2012/08/keteladanan-tontonan/). Ketikapun rintihan kesakitan dilontarkan oleh sang anak yang dijadikan korban, itu tidak dihiraukan teman-temannya. Kenapa? Karena mereka sungguh-sungguh merasa diri mereka adalah Sang Tokoh dan mereka memang sedang ada dalam arena smackdown.
Perjuangan Menjadi Pahlawan Bagi Diri Sendiri dan Sesama
Lagi-lagi PR kembali kepada kita, ya… khususnya para Sahabat yang menjadi Orang Tua. Sebuah tantangan yang besar bagi kita semua. Mau dan mampukah kita menjadi Pahlawan, Teladan, Idola, bagi anak-anak kita? Tetapi pertama-tama bagi setiap orang sebagai pribadi, pertanyaannya adalah, “mau dan mampukah kita menjadi pahlawan bagi diri kita sendiri?”. Yang melakukan tanggung jawab dengan sungguh-sunguh, yang memanfaatkan ‘kemerdekaan’ sebagai manusia dengan kebijaksanaan, serta bersedia menanam dan memberikan kebaikan?
“We are the hero of our own story”
Mary McCarthy
Selamat Menjadi Pahlawan!
Para Sahabat Ad Familia, selamat memperingati Hari Pahlawan, dan selamat menjadi pahlawan! Selamat mencintai dan selamat berkarya!
Mona Sugianto, M.Psi, Psikolog
Managing Director Ad Familia
mona@adfamilia-indonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar