TEMPO.CO, Jakarta - Tamparan itu datang dari Transparency
International Indonesia (TII). Hasil survei Transparency International
Indonesia menunjukkan kepolisian di negeri ini dinilai sebagai lembaga paling
korup.
Manajer Anticorruption Information Center TII Ilham Saenong mengatakan,
75 persen dari 1.000 responden di lima kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan,
Makassar, dan Bandung, mengaku menyuap polisi dalam setahun terakhir.
"Umumnya, mereka memberikan uang untuk mendapatkan pelayanan yang
lebih," kata Ilham saat dihubungi kemarin.
Refleksi …
Saya kira ini adalah rahasia umum. Sesuatu yang benar
terjadi namun seperti dibungkam dianggap tidak ada. Untuk menyelesaikan
permasalahan ini bukan sekedar retorika atau slogan, harus dari dasarnya yaitu
hati dan mengubah konsep berpikir selama ini.
Jika saya ditanya apakah saya melakukan suap? Jawaban jujur
saya iya. Apalagi kalau ketangkep Polisi lalu lintas. Sudah berapa kali, saya
ingat mungkin seumur hidup saya sudah lakukan 4 kali. Itu yang diingat yang
tidak diingat berarti sudah lebih banyak kali.
Ketika mengurus pajak balik nama mobil saya melihat begitu
banyak tulisan, “jangan lewat calo, urus sendiri, areal bebas korupsi … “. Banyak
lagi slogan, kalau kita datang ke instansi pelayanan masyarakat. Tapi pada
kenyataannya bagaimana? Saya jamin 99% praktek tersebut masih ada dan semakin rapi
dan terselubung dengan semakin baik. Sehingga kita tidak mampu lagi melihat
apakah ini korupsi atau bukan. Apakah tindakan ini bermoral atau tidak, etis
atau tidak, kita jadi gagap.
Saya pernah mengurus surat kehilangan STNK, saya bergumul
apakah saya harus kasih uang atau tidak, berapa yang harus saya kasih. Akhirnya
saya bertanya, “Pak ada biayanya nggak? Dia menjawab,” serelanya saja mas”.
Menurut aturan tidak ada kewajiban dan hukumnya untuk
membayar, karena itu adalah tugas dari aparat/instansi tersebut, tapi anehnya
ada suatu perasaan yang muncul, kalau tidak memberi uang seperti ada rasa
keharusan memberi uang. Itu seperti suatu aturan yang tidak tertulis tapi nyata
harus dilakukan.
Jadi inilah misterinya kenapa walau sudah ditulis dengan slogan apa pun
toh sepertinya itu tumpul. Karena sudah MEMBUDAYA dan itu menempeli segenap
masyarakat Indonesia.
Bagaimana mengubah
ini?
Saya terkejut dengan pelayanan yang dilakukan oleh seorang
petugas cek fisik mobil di Jakarta timur, saya perhatikan apakah dia menerima
uang dari jasanya atau tidak. Ternyata tidak menerima dan ketika giliran, saya
pun ingin memberi, dia pun menolaknya. Sayang saya tidak bertanya namanya. Saya
kagum dan melihat ada secercah harapan diantara banyak orang yang saling
bekejaran untuk menerima tambahan uang, dia malah menolaknya. Mungkin di benaknya
dia merasa cukup. Ini berarti ia
memiliki karakter baik.
Memiliki karakter baik tidak semudah membalikkan tangan
pasti penuh ujian dan tantangan. Di mulai dari diri sendiri dan dilakukan
dengan konsisten. Orang orang dengan karakter baik mungkin akan disingkirkan
dan dilindas oleh kekuatan besar, tapi dengan karakter baik ini justru
akan mendapat perlindungan Tuhan.
Bukankah Tuhan maha adil dan melihat. Ia akan dilindungi sehingga tidak perlu kawatir
besok makan apa.
Jika kejadian ini dilakukan oleh semakin banyak orang pastilah
keadaan lebih baik.
Akhir kata saya ingin katakana,” Perbuatan benar sekecil apa
pun jika dilakukan akan memiliki dampak di hati seseorang”.
Semoga Anda dan saya pun setia melakukan tindakan yang benar
… sekecil apa pun itu. Semoga Indonesia menjadi lebih baik …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar