Senin, 18 November 2013

Kekerasan Verbal Timbulkan Luka di Hati Anak....

Bahasa dapat menjadi semacam alat kekerasan, terutama bagi orang yang belum dewasa, di mana tingkat kerusakan yang ditimbulkan tidak kalah jika dibandingkan dengan senjata tajam atau alat pemukul.

Pakar pendidikan berharap agar para orang tua dan guru memberikan “pengampunan verbal” saat mendidik anak-anak.

Pada 30 Oktober 2013 lalu, tepatnya pada pukul 18.00, seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun jatuh dari atas gedung tempat tinggalnya di kompleks Emerald City di Kota Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Anak itu disinyalir bunuh diri dengan melompat dari atas gedung karena dihukum oleh gurunya untuk menulis 1.000 kalimat.


Media yang memberitakan kasus ini mengutip komentar tetangga dan kerabat yang menyebutkan bahwa guru si anak itu sempat berkata agar si anak sebaiknya melompat saja dari gedung jika tidak bisa menyelesaikan tulisan 1.000 kalimat itu. Tragedi ini memicu komentar dari masyarakat luas di microblog, dan kembali menjadikan “kekerasan verbal” sebagai pokok pembahasan hangat.

Apa yang Dimaksud dengan “Kekerasan Verbal”?

“Kekerasan verbal” adalah bahasa yang bersifat melecehkan dan mencemooh yang digunakan untuk memarahi, memfitnah, menertawakan, dan melecehkan, yang dapat mengakibatkan jiwa dan mental seseorang terluka, dan merupakan salah satu kategori dalam luka psikologis. Bekas luka dari kekerasan ringan  seperti ini meskipun tidak terlihat, namun setiap kata bisa meneteskan “darah dan luka” di dalam hati.

Pada Maret 2004, Komisi Gerakan Keselamatan Anak-Anak di RRT menggelar survei terhadap seluruh Sekolah Dasar di Tiongkok yang bertajuk “Luka di Sekolah yang Menurut Anda Harus Segera Diatasi”, salah satunya “luka akibat verbal” menduduki posisi teratas dengan porsi mencapai 81,45%.

Perkataan dingin dari guru, hardikan dan kecaman dari orang tua, gunjingan dari sesama teman, adalah ibarat sayatan pisau yang menyayat hati anak, yang tanpa disadari mengakibatkan luka yang sulit untuk disembuhkan.

Seberapa Besar Luka yang Diakibatkan oleh Kekerasan Verbal?

Surat kabar Morning News pernah memberitakan beberapa kasus sebagai berikut: Tanggal 12 April 2003, seorang pelajar putri SMP kelas 3 Distrik Yuzhong, Kota Chongqing, dipanggil menghadap ke kantor oleh wali kelasnya dan dikritik serta dikecam oleh sang wali kelas karena datang terlambat. Setelah itu wali kelas tidak hanya memberikan hukuman fisik kepada pelajar putri tersebut, bahkan di depan teman sekelas lainnya pelajar putrid tersebut dicemooh: “Kamu tidak becus dalam pelajaran, wajahmu juga tidak cantik, bahkan untuk menjadi ‘pelayan’ pun tidak pantas.”

Siang hari itu juga, setelah meninggalkan surat wasiat, pelajar putri yang bermarga Ding itu bunuh diri dengan melompat dari lantai 8 gedung sekolahnya. Dalam surat wasiatnya, pelajar itu mengungkapkan kebenciannya terhadap guru dan juga orang tuanya.

Seorang mahasiswa tingkat 1 mengenang kembali saat ia masih duduk di kelas 2 SD. Sepatah kata yang “menyakitkan” dari sang guru telah menimbulkan rasa permusuhan yang kuat dalam dirinya terhadap guru tersebut.

Pakar psikologi menganalisa, pemahaman diri anak-anak sangat rendah. Biasanya anak-anak memahami dirinya sendiri berdasarkan penilaian orang lain, terutama dari seorang guru yang dikaguminya atau dari penilaian orang tuanya. Mereka akan sangat meyakini setiap penilaian dari guru maupun orang tua yang mereka anggap “sangat berwibawa”. Oleh karena itu perubahan psikologi yang kecil dari guru atau orang tua jika ditampilkan pada raut wajah maupun nada bicara, bahkan dalam wujud sindiran atau caci maki, tanpa disadari hal itu akan menimbulkan medan psikologis negatif pada diri anak, dan radiasi dari medan psikologis ini dapat mengubah pemahaman anak terhadap dunia ini.

Dalam kasus klinis yang dialami oleh para psikolog juga didapati bahwa jika anak-anak tumbuh besar di lingkungan rumah atau sekolah yang terbiasa menggunakan kekerasan ringan seperti ini, akan mudah membuat anak menyangkal dirinya sendiri, curiga, pesimis, tidak mampu menguasai luapan perasaan, tidak dapat mengutarakan kebutuhannya sendiri secara jelas, brutal, sakit syaraf, lari dari tanggung jawab, tidak bisa mengatasi masalah antar personal secara sehat, serta ketergantungan terhadap materi, dan berbagai penyakit kejiwaan lainnya.

Kekerasan Verbal Akibatkan Terhentinya Pertumbuhan Otak Anak

Kekerasan verbal tidak hanya dapat menyebabkan luka psikologis pada anak, namun juga dapat mengakibatkan kerusakan pada otak besar anak.

Pada 2010, dalam suatu riset otak yang dilakukan bersama oleh Kumamoto University Jepang dengan Harvard University AS ditemukan bahwa kekerasan verbal dapat mengakibatkan terhentinya pertumbuhan bagian otak yang berhubungan dengan bahasa dan ingatan, sehingga mengakibatkan kapasitas yang lebih kecil daripada orang pada umumnya. Eksperimen tersebut mengerahkan ras, kebiasaan, serta lingkungan hidup yang serupa, mereka sama-sama mengalami kekerasan verbal pada masa pertumbuhannya.

Hasil pemeriksaan dengan MRI menunjukkan bahwa volume lobus temporal di kedua sisi otak mereka lebih kecil daripada orang pada umumnya, para objek eksperimen ini mengalami stimulasi kekerasan verbal untuk jangka waktu panjang dan mengalami tekanan emosional negatif, yang menyebabkan terhentinya pertumbuhan lobus temporal.

Profesor Akemi Tomoda dari Kumamoto University berkata, “Orang yang sejak kecil mengalami kekerasan verbal serta tekanan mental, jika parah, akan mengakibatkan berhentinya pertumbuhan otak. Sebagai orang tua kita semua seharusnya memahami hal ini lebih dini.”

Lobus Temporal berfungsi untuk mengatur informasi bahasa dan pendengaran. Sisi dalam lobus temporal serta hippocampus tempat menyimpan ingatan, memerankan fungsi yang sangat penting dalam pertumbuhan otak. Eksperimen menunjukkan, pria yang mengalami kekerasan verbal, volume lobus temporal-nya akan lebih kecil 15,9% dibandingkan volume orang biasa, dan fenomena terhentinya pertumbuhan akan lebih jelas terlihat.

Frekuensi kekerasan verbal juga dapat berdampak pada komplikasi, korteks pada lobus temporal saat menderita luka, atau mengalami hambatan, dapat menimbulkan berbagai perilaku tidak rasional, seperti afasi (bicara tanpa kendali), atau kehilangan kemampuan daya ingatnya.

Motivasi  Bantu Anak Menjadi Lebih Unggul

Link =>  http://erabaru.net/kehidupan/parenting/5660-kekerasan-verbal-timbulkan-luka-di-hati-anak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar