Selasa, 27 Mei 2014

Pendidikan Agama atau Pendidikan Moral?

Fenomena Renggo .....

Anda dan saya yang suka mendengar berita pasti tidak lupa dengan seorang anak yang bernama Renggo Khadafi. Ia adalah seorang anak kelas 5 SD, umurnya baru 11 tahun dan meninggal di aniaya oleh kakak kelasnya.

Mengapa Renggo sampai dianiaya? karena ia tanpa sengaja menjatuhkan makanan kakak kelasnya dan terjadilah pertikaian. Katanya, Renggo sudah mengganti dengan uang Rp. 500, sedangkan jajanan yang dijatuhkan adalah Rp. 1.000, sang kakak kelas tidak terima.



Sebuah tragedi
Banyak sekali peristiwa yang terjadi di sekitar kita yang nampaknya hanya masalah sepele tapi berakibat fatal, bahkan sampai mati. Mengapa hal ini bisa terjadi. Banyak orang sampai berkata tidak habis berpikir, kok bisa ya, kenapa begitu?. Kebuntuan dari jawaban yang jauh dari memuaskan, akhirnya kita seringkali tanpa sadar menyalahkan keadaan.

Mengapa ini adalah tragedi? Anda bisa membayangkan berapa harga sebuah nyawa bila dibanding dengan uang Rp. 1.000. Justru tidak bisa dibandingkan namun toh tetap terjadi, maka ini disebut dengan tragedi. sesuatu yang sangat berbalikan, tidak rasional, dan menggetarkan. Saya percaya Anda dan saya jika diminta uang 1.000 rupiah menggantikan jajanan yang jatuh agar nyawa Renggo tetap hidup pasti mau. Malah bukan 1.000 lebih banyak juga kita mau. Lihat kasus TKI yang bermasalah di negeri Arab, dibeberapa kasus, banyak orang berusaha membela demi sebuah nyawa agar sang TKI tidak dihukum mati. Miliaran pun diusahakan demi sebuah nyawa. tapi sebaliknya hanya karena jajanan, hanya karena Rp. 1.000, seorang Renggo mati menggenaskan!

Siapa yang salah?
Saya kira pertanyaan ini adalah untuk kita masing masing, setiap dari kita ada kontribusi salahnya sehingga nyawa seorang Renggo terenggut. Betul kakak kelasnya salah, betul kepala sekolahnya yang salah, betul guru gurunya salah, betul teman temannya juga salah, betul sekolahnya juga salah, betul sistem pendidikannya juga salah, jadi kalau diruntun terus akhirnya kepada ibu Renggo yang melahirkan, dia juga punya salah. Jadi salah siapa? salah semua? Mmarilah kita masing masing mengintropeksi diri agar kesalahan ini tidak berulang, setidaknya tidak terjadi kembali di sekitar kita.

Ketika kita masih memikirkan dan fokus menyalahkan orang lain berarti kesalahan itu benar ada di dalam diri kita masing masing.
Padahal coba kita pikirkan sejenak. Apakah Renggo sengaja menjatuhkan jajanan kakak kelasnya, kakak kelasnya kok tepat di posisi Renggo mau lewat dan sambil pegang jajanan. Sepertinya hidup ini kebetulan tapi tidak kebetulan, memang itulah waktunya mereka bertemu. Waktu mereka berselisih, dan waktu anda dan saya juga melakukan refleksi.

Hati yang mendendam membangunkan iblis di dalam diri
Saya berpikir hati apa yang ada di dalam hati kakak kelasnya hingga ia begitu panas terhadap Renggo. Sudah pasti ada rasa ketidakpuasan dan ketidak-ikhlasan. Pikirannya dipenuhi dengan kemarahan dan akibatnya hatinyapun terbakar. Sehingga keesokkan harinya ia membuat perhitungan lagi dengan Renggo. Sampai puas melihatnya tidak berdaya dan merasa senang karena hati sudah terpuaskan. Memukul sekuat kuatnya dan sejadi jadinya .....

Anda pernah marah? pernahkah anda meluapkan kemarahan Anda? apa yang terjadi ketika amarah itu terluap?

Tadi malam saya juga marah dengan anak saya, saya sudah peringatkan beberapa kali tapi juga tidak mendengar, sampai sampai kaki abangnya mengenai mulut adiknya. Adiknya hampir terkena tendangan berikutnya dan saya segera ikut campur langsung memukul keduanya. Setelah itu saya sedih kenapa harus memukul dengan kuatnya, kenapa tidak dengan pelukan menghentikan perkelahian mereka .... saya sedih ....

Marah itu energi, bisa lewat kata kata (umumnya perempuan) tapi bagi pria lebih kepada fisik. Energi marah itu adalah bersifat buruk/negatif (saya katakan keibilisan). Mengapa karena kita berusaha menyelesaikan masalah dengan dasar emosi, sehingga rasio kita tidak berjalan. Maka orang bijak berkata, ketika hatimu tidak selaras janganlah kamu mengambil keputusan penting, itu hanya akan membuatmu lebih terjerumus.

Kemarahan yang intens sangat mempengaruhi pola pikir kita. Kita bahkan diajak bermain main dengan segala kemungkinan yang membuat diri kita puas, tertantang dan memikirkannya terus. Kita seperti dituntun dan mendapatkan berbagai macam cara yang hebat agar terlampiaskan semua kemarahan tersebut. Akhirnya yang terjadi adalah sebuah keputusan nekat, tanpa pikir panjang, tidak memikirkan dampaknya bagi diri dan orang lain. yang penting melakukan apa yang sudah ingin terus dilakukan sebelumnya (ada di dalam pikiran).  Apa yang terjadi adalah perkelahian lagi dan pembalasan dendam tanpa akhir, bukankah iblis senang jika kita terus melakukan hal buruk terus menerus. Sebenarnya memelihara marah dan dendam adalah memelihara iblis di dalam hati kita.

Jalan Keluar
Bagaimana cara menghentikan amarah dan dendam ini? jawabannya adalah ubahlah hati. Buatlah hati menjadi lembut. Ketika pikiran dan hati kita dipenuhi dengan kemarahan ambilah waktu sejenak untuk memberi jarak dengan amarah dan dendam kita, ketika memberi jarak biarkan hati yang berbelas kasih itu muncul dengan sendirinya sehingga bisa menerima dan memaafkan. Tidak mudah memang tapi tidak ada jalan lain dengan melatihnya dari sekarang dan sejak dini. Seseorang yang memiliki hati yang lembut memberikan kesempatan kepada orang lain lebih dulu dari dirinya. Ia memiliki keluasan dan kemampuan menerima perbedaan dan  bertoleransi.

Berilah makanan sehat untuk pikiran
Kakak kelas dan Renggo sendiri saya yakin sudah juga terkontaminasi dengan adegan kekerasan yang ditampilkan oleh film dan siaran televisi. Begitu marak dan masifnya kekerasan sehingga semua anak ingin menjadi seorang super hero, yang dikesankan kuat dan berotot. Jadi penyelesaiannya pun adalah apa yang dilihat oleh mereka, selesaikan dengan otot. Siapa kuat dialah hebat. Itulah pikiran yang merasuk dalam diri kakak kelas Renggo.

Anak anak masih sangat rentan dan daya kritisnya belum terbentuk dengan beik. Mereka masih harus diberi tuntunan tentang benar - salah dan baik -jahat serta berani melakukan yang benar. Mereka perlu tuntunan Moral sehingga mereka mampu berpikir dengan rasional. Saya mengatakan seseorang yang bermoral adalah orang yang memiliki sifat ke-Tuhanan. Karena dalam dirinya muncul kekuatan untuk melakukan yang benar dan didukung rasio yang waras, mampu bedakan benar- salah dan baik - jahat. Memiliki moral membuat seseorang berbelas kasih.

Oleh karena itu pendidikan moral lebih penting dari kurikulum lainnya. pendidikan moral bukan pendidikan agama. Pendidikan moral hanya menuntun pada hati untuk berbuat kebaikan (sifat ke- Tuhanan). Malah saya berpikir tidak perlu sekolah berdasarkan keagamaan tertentu. Lebih jauh lagi saya mengusulkan tidak perlu ada identitas agama di KTP.  Karena yang paling penting dalam agama itu sendiri adalah iman. Iman adalah relasi khusus/personal, setiap individu dengan yang mencipta/diyakininya. Jadi belum tentu seorang yang ber- AGAMA, menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Karena menurut pemahaman saya, iman seseorang justru terlihat dari bagaimana ia berperilaku dalam kehidupan kesehariannya.

Pendidikan moral lebih universal dari sekedar pendidikan agama. Pendidikan moral lebih membebaskan dari sekedar pendidikan agama yang akhirnya mengkotak kotakkan. Beranikah pemangku jabatan bersifat kritis dan menerobos tempurung yang selama ini membelenggu?

Saya percaya jika setiap individu, keluarga dan juga organisasi mencoba memperbaiki pola pikir selama ini dengan berani memutuskan moral yang utama maka kehidupan akan baik dengan sendirinya. Masalahnya apakah anda dan saya sungguh peduli .... semoga kasus Renggo tidak terulang lagi ....


salam hangat .... candratua

1 komentar:

  1. zaman kolonial belanda n orla ga ada kolom agama dlm ktp krn privasi perlu dijaga. ehhhh orba malah ktp wajib agama bkn krn rakyat tp pak harto TAKUT dengan pki.

    pendidikan yg cocok
    tk-sma: character building dan ppkn
    universitas: character building dan entrepreunship (kewirausahaan)

    tuh lengkapnya

    BalasHapus