Ini adalah surat terbuka, untuk Pak Jokowi dan tim PDI P. Sebelumnya saya ucapkan semoga Bapak terpilih dan menjadi presiden bagi bangsa Indonesia 2014 – 2019.
Saya merasa tulisan ini terlambat karena Pak Jokowi sudah
memilih pak JK sebagai pendamping, tentu saja keputusan ini bukan pak JKW sendiri tapi pasti banyak
pihak yang telah terlibat sehinga memastikan JK sebagai cawapres (Ibu Mega dan
tim). Tentu keputusan ini sudah ditimbang matang dengan harapan bisa menang
satu putaran.
Saya merenung, mengapa JK yang terpilih bukan AS. Saya
melihat memang JK memiliki pengalaman birokrasi, politik dan kedewasaan pengalaman yang sudah sangat mumpuni di
banding dengan AS. Malah jauh melampaui, karena AS berfokus pada titik
penegakan hukum, sedang pengalaman lainnya khususnya politik, ekonomi dan jejaring
mungkin jauh di belakang. Kita masing masing bisa melihat di internet bagaimana
rekam jejak seorang JK dan AS (versi Wikipedia) jika dibandingkan, dengan
sekilas dari banyaknya tulisan pasti JK lebih Unggul.
Kriteria Memilih
Kriteria apa yang digunakan oleh tim sehingga mengkrucut
hanya pada JK dan AS. Tentu ini sudah dipikirkan dengan matang dan melalui
proses yang panjang pula. Alhasil pilihan tertuju pada 2 putra terbaik Indonesia yang kebetulan
keduanya berasal dari tanah Sulawesi.
Kriteria yang digunakan pasti jelas dan terukur sehingga
data yang dihimpun membantu tim membuat keputusan yang tegas dan terarah. Ada banyak
kriteria yang bisa dijadikan patokan. Tapi
saya melihat ada 2 indikator yang tidak
boleh dilewatkan. Yang pertama adalah kepribadian (internal) dan kedua
persoalan besar bangsa (eksternal).
Kepribadian JK VS AS
JK dibesarkan dari keluarga pengusaha, sedangkan AS tidak, dia cenderung seorang aktifis tulen dan ia
dedikasikan waktunya untuk mengatasi korupsi, tesis S3 nya pun tentang pemberantasan
korupsi.
Kepribadian seorang pengusaha tulen punya kecenderungan
memikirkan untung, meletakkan posisi yang tepat sehingga ia tidak
berkekurangan, tapi sebaliknya di jalur seorang aktifis yang ideal, mencoba
meletakkan posisi bukan yang untung tapi yang benar. Maka tidak aneh jika seorang pengusaha selalu
melihat dan mengukur dengan untung rugi. Alasan inilah yang sering digunakan oleh
seorang pengusaha dalam bertindak.
JK sudah terbiasa berorganisasi, bertemu dengan berbagai macam
orang. Sejak muda sudah terlibat organisasi diantaranya Pelajar Islam Indonesia (PII), HMI, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas
Hasanuddin (UNHAS), serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI). Sebelum terjun ke dunia politik, JK pun pernah menjabat sebagai Ketua
Kamar Dagang dan Industri Daerah Sulawesi Selatan. Belum lagi ditambah dengan segudang
pengalaman di birokrasi. Ini membuat JK sangat matang berhadapan dengan
berbagai macam orang dan situasi.
Bagaimana dengan AS? Ia dikenal dengan orang yang berani dan kritis. Ia
memutuskan untuk menjadi seorang advokat, membuat LSM ACC (Anti Corruption
Committee) dan sekarang menjadi seorang ketua KPK. Garisnya lurus- linear, fokus dengan penegakan hukum dan
keadilan.
Kepribadian dari seorang penegak hukum,
AS adalah pribadi yang teliti, penuh pertimbangan dan berhati hati. Jadi
mungkin kalau AS yang terpilih gerak pemerintahan mungkin terlihat lebih
lamban. JK juga pasti punya pertimbangan tapi umumnya pengusaha pasti coba
dulu, jalan dulu, baru kemudian lihat hasil, maka nampak cepat dan agresif.
Mungkin salah tapi punya kecepatan reaksi untuk memperbaiki. Berbeda dengan AS,
dia akan melangkah jika sudah yakin berhasil.
Karena AS adalah seorang aktifis tulen dia memiliki hal yang ideal, maka
ia akan terlihat kaku untuk tawar menawar. Dia akan berjuang habis habisan
dengan apa yang ideal, yang dianggapnya benar sebaliknya dengan JK lebih luwes
dan adaptif, melihat keadaan sehingga cenderung lebih mudah berubah ubah.
Saya sendiri melihat keduanya hebat dan putera terbaik Indonesia, tapi
pertanyaannya, siapakah diantara mereka yang memang dibutuhkan dan solusi yang
tepat untuk bangsa kita saat ini?
Persoalan
bangsa
Jika saya ditanya apa persoalan bangsa yang utama saat ini? Saya akan
menjawab singkat, adalah masalah moral, bukan masalah ekonomi. Masalah ekonomi hanyalah
turunannya. Jadi kalau saya ditanya, siapa pilihan, bagi saya adalah Abraham Samad
bukan Jusuf Kalla. Mengapa? Saya percaya banyak waktu dari AS dihabiskan untuk
merenung tentang benar dan salah, baik dan jahat, lebih banyak dibanding dengan
JK (bukan berarti JK tidak memikirkannya). Abraham Samad lebih banyak
menghabiskan waktu bergumul dengan hatinya bukan dengan pikirannya.
Mengapa Moral? Saat ini saya berkesimpulan, sudah sulit untuk menentukan
mana baik dan jahat, benar dan salah. Mengapa korupsi sangat sulit diberantas? Salah
satu sebab karena budaya salah yang sudah tercipta dan tumbuh subur. Budaya ewuh
pakewuh, sungkan, asal bapak senang (ABS), pungli dan mungkin banyak lagi, ini
menjerat masyarakat sehingga tumpul kreatifitas dan daya kritis. Jika lingkaran
ini tidak di putus, betapapun hebat dukungan terhadap Jokowi – JK maka
perubahan tidak akan terjadi. Malah kita akan tetap dalam stagnasi dan
kemunduran. Saya yakin Tuhan akan melindungi umatnya yang bermoral dan karena
moral yang hancur itulah sebab banyak musibah dan keruwetan.
Bangsa ini butuh pemimpin yang bermoral. Teladan Moral. Orang yang
bermoral memiliki hati yang jernih ketika melihat persoalan sehingga berani
bersikap benar. Bukan untuk kepentingan dan keuntungan dirinya tapi justru
kepentingan bagi yang dilayaninya, rakyat. Saya berkesimpulan, jika seorang
pemimpin yang sekarang terpilih semakin kaya raya, itu indikator bahwa dia
bukanlah pemimpin yang melayani tapi justru dilayani.
Menurut pemahaman saya, negeri besar ini miskin orang berani. Orang yang
nampak berani sekarang hanya ketika dibelakangnya ada senjata, kekuasaan dan
orang orang yang akan membelanya. Coba jika kita berdiri sendiri, apakah masih
berani menghadapi? Orang yang berani
sesunggguhnya adalah orang yang berdiri sendiri, dia menyadari ada yang tidak
kelihatan yang menopang dirinya.
Solusi
Pilihan sudah di jatuhkan kepada JK, dan hal ini tidak bisa diubah. Saya
berharap JKW dan JK sungguh bisa meletakkan hati pada rakyat. Dengarkan apa
yang dibutuhkan rakyat, bukan yang diinginkan rakyat. Keinginan tidak ada
habisnya, tapi kebutuhan terbatas jadi jelas dan terarah.
Ketika membuat pilihan, pilihlah yang benar, walau mungkin sakit di awal
dan tidak populer. Saya merasa momentum dukungan rakyat pada JKW harus
digunakan dengan sebaiknya. Buatlah rakyat berjuang, mau membayar dari sebuah
harga yang diterimanya. Bukan sekedar pendidikan dan kesehatan gratis.
Bagi JK, semoga Anda adalah seorang negarawan sejati, semoga dengan
segala kemampuan yang anda miliki justru anda mensejahterakan rakyat, bukan sekedar
kelompok Anda. Beranilah membuat jarak dan sungguh meletakkan hati bagi rakyat
umum. Bangsa ini butuh orang tulus bukan orang cerdik. Butuh orang yang mau
menanggung penderitaan bukan memperpanjang kebodohan. Butuh solusi jangka
panjang bukan hanya sekedar bodrek.
Harapannya kebijakan yang nanti diciptakan bukan kebijakan yang hanya
menekankan sisi ekonomi, tapi justru pada apa yang benar. Lihat prosesnya, apa
yang ditanam baik akan memiliki hasil yang baik. Jangan terlalu cepat. Begitu
banyak persoalan kemanusiaan dimasa lalu yang harus diselesaikan dengan adil
dan arif, sehingga rakyat merasa dilindungi dan sungguh diperhatikan. Merasa
nyaman berada di negeri sendiri.
Saya sepakat jika Jokowi mengatakan harus mengadakan revolusi mental,
tapi bagaimana mewujudkannya itu persoalan besar dan mendasar. Dibutuhkan orang
orang gila yang bisa membongkar mentalitas bangsa yang sudah rusak ini. Beberapa
usulan yang bisa membuat revolusi mental. Batasi sinetron, hentikan pembangunan
mall, hari berkendaraan umum, matikan listrik bersama, menabung, dan banyak
lagi yang bisa dilakukan tapi tentu saja harus dibuat dengan detail dan
operasional. Itu adalah PR Anda dan JK ke depannya.
Melalui tulisan ini saya mendukung Anda, semoga Tuhan memberkati Jokowi
dan Jusuf Kalla. Ayo menangkan satu putaran.
Salam hangat ... Candratua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar