Artikel ini menyajikan dua cerita dari sejarah Tiongkok. Yang pertama, bercerita tentang pembayaran dosa selama enam generasi akibat kelakuan buruk seorang kaisar, dan yang kedua menceritakan berkah yang dilimpahkan kepada keturunannya selama 800 tahun akibat perbuatan baik.
Legenda-legenda seperti ini menggambarkan apa yang leluhur dahulu pelajari tentang perbedaan hasil dari perbuatan buruk dan perbuatan baik; pelajaran yang telah diturunkan melalui sejarah, tetapi kini dengan mudah dilupakan dalam pusaran arus masyarakat modern.
Cerita pertama berkisah tentang seorang kaisar di zaman Dinasti Song. Terlepas dari kekuatan kekaisaran, orang zaman dahulu percaya bahwa manusia membawa pembalasan (baik dosa maupun berkah) bagi dirinya sendiri dan lima generasi berikutnya.
Cerita kedua menceritakan bagaimana perbuatan baik satu orang, membuat keluarga dan keturunannya memiliki berkah selama 800 tahun, berlawanan dengan kepercayaan tradisional Tiongkok yang menyatakan bahwa kekayaan tidak bisa dipertahankan selama lebih dari tiga generasi.
Beberapa pejabat di Tiongkok pada masa kini, terus saja menganiaya dengan brutal praktisi Falun Gong yang tidak bersalah dan yang mengikuti prinsip Sejati- Baik-Sabar sebagai dasar perilaku mereka sehari-hari.
Jika prinsip-prinsip moral yang tersirat dalam kisah-kisah tersebut adalah benar, maka kita hanya dapat bertanya-tanya: dengan menganiaya Falun Gong dan mendorong orang lain untuk mengikutinya, bukankah pejabat ini mengundang konsekuensi dari kejahatan yang mereka lakukan, tidak hanya menimpa diri mereka sendiri, tetapi juga untuk generasi mereka mendatang?
Pembalasan dosa selama enam generasi
Dinasti Song (960-1279) merupakan sebuah era khusus dalam sejarah Tiongkok. Kekaisaran berhasil dikuasai oleh pasukan Jurchen, dan para keluarga kerajaan diculik untuk dijadikan sebagai budak. Penguasa terpaksa memindahkan ibukotanya ke Tiongkok selatan. Sedangkan serangkaian kejadian memalukan yang sering kali dikaitkan dengan lemahnya kekuatan militer negara, beberapa diantaranya merasa bahwa hal tersebut merupakan hasil dari perbuatan buruk yang dilakukan oleh Kaisar Taizong Song, Zhao Guangyi.
Kakak Zhao Guangyi adalah kaisar pendiri Dinasti Song (namanya Zhao Kuangyin, di mana “Zhao” adalah nama keluarga, dan seperti kebiasaan di Tiongkok, nama keluarga mendahului nama yang diberikan).
Zhao Guangyi ingin merebut kekuasaan dari saudaranya, sehingga ia melakukan serangkaian plot jahat. Dia membunuh kakaknya, Kaisar Zhao Kuangyin, beserta keponakannya, putra kaisar dan pewaris takhta. Dia juga membunuh saudaranya sendiri yang lebih muda, semua dalam upaya untuk membersihkan jalan untuk menjadi kaisar.
Tak berhenti sampai di sana, Zhao Guangyi juga membunuh Raja Li Yu, tetapi sebelumnya ia memerkosa istrinya. Raja Li Yu adalah raja terakhir dari Tang Selatan, salah satu dari Sepuluh Kerajaan di wilayah selatan-tengah Tiongkok yang dibuat pada Dinasti Tang (937-975). Kerajaan tersebut menyerah dan menjadi bagian dari Dinasti Song pada tahun 975.
Untuk menutupi perbuatan yang keji tersebut, belum lagi kejahatan lainnya, setelah ia dinobatkan menjadi Kaisar Taizong Song, ia memerintahkan sejarawan untuk mengubah catatan resmi.
Apa yang Kaisar Taizong Song tidak pahami adalah, bagaimanapun juga pembalasan dosa akan segera menyusul.
Anak pertama Kaisar memiliki gangguan mental, putra keduanya meninggal dunia. Putra ketiganya, Kaisar Zhenzong Song, Zhao Heng, bisa bertahan dan mewarisi kerajaan. Tapi, banyak anak-anak Kaisar Zhenzong lainnya meninggal satu demi satu.
Kaisar Taizong Song tak punya cucu untuk mewarisi tahta, sehingga putranya harus mengadopsi keponakan. Tiga generasi kemudian, pasukan Jurchen menyerang. Keluarga kerajaan keturunan Kaisar Taizong Song, diculik dan dijadikan sebagai budak, dan istri-istri dan anak perempuan mereka dipaksa menjadi pelacur.
Hanya Kaisar Zhao Gou yang lolos. Dia memindahkan ibukota ke selatan, dan meneruskan Dinasti Song, namun dia tidak mempunyai anak.
Akhirnya Kaisar Zhao Gou mencari setiap keturunan Kaisar Taizong Song untuk menjadi penerusnya. Ia menemukan seseorang dalam silsilah keluarga kakak Kaisar itu. Dengan demikian, ia berhak mengembalikan kekuasaan kepada garis keturunan kaisar yang terbunuh, dan berakhirlah pembalasan dosa. (Epochtimes/Ajg/Yant)
sumber : http://erabaru.net/2016/03/04/pembayaran-dosa-enam-generasi-vs-berkah-800-tahun-1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar