Ayahku Jengkol
Perjalanan menuju Pulau Monata
membuat aku begitu tertegun. Indahnya alam, membuatku begitu takjub akan
keajaiban Tuhan atas ciptaanNya. Dengan speed boat aku bersama keluarga besarku
tengah berwisata. Kebetulan kami berangkat bersama satu keluarga dekat dari
Ayahku keluarga Pak Yul. Pak Yul memiliki 3 orang anak, yang sulung sudah
kuliah, anak kedua masih SMA dan yang bungsu masih duduk dibangku kelas 3 SD,
namanya Erik.
Erik dan Rangga anakku, sebaya dan mereka tampak cukup akrab. Tanpa sengaja aku
mendengar percakapan mereka.
“Rik, kamu ganteng banget yah!
Tapi wajar sih ayahmu juga ganteng, tidak seperti ayahku. Ayahku mah kayak
Jengkol”.
Aku begitu tertegun mendengar apa
yang dikatakan anakku tentang ayahnya. Aku tahu, Jengkol adalah salah satu
makanan yang ia benci sekali. Peristiwa itu aku simpan di dalam hati. tapi aku
bertekad aku ingin mengkomunikasikan hal ini dengan suamiku.
Sepulang dari pulau aku masih
mencari cara bagaiamana agar suamiku tidak marah jika aku mengkomunikasikan apa
yang ada dalam pergumulan hatiku. “ aku tahu suamiku keras dan tidak terlalu
peduli jika ia dikatakan jengkol oleh anaknya. Tapi itu begitu mengganggu
hatiku. Selepas pulang kerja tanpa sengaja aku membaca koran. Aku tertarik
dengan satu bacaan di dalamnya yang berkisah tentang seseorang yang akhirnya
menjadi seorang gay karena diperlakukan begitu keras oleh ayahnya. Hatinya
berontak dan ia mencari figure-figur hidup yang lebih ideal daripada ayahnya.
Hatiku semakin meledak, ada sedikit
kawatir, karena suamiku seringkali memukul Erik jika melakukan kesalahan.
Malamnya aku memberanikan diri untuk mengkomunikasikan hal ini. Sedikit
tergetar rasanya mau mulai dari mana.
“John, menurutmu bagaimana
perkembangan Rangga selama ini? Bagaimana hubunganmu dengan Rangga? Aku mulai
dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka agar ia tidak langsung menutup diri.
Akhirnya aku ungkapkan juga apa yang ada dalam hatiku. “John, aku kawatir,
ketika pergi ke pulau minggu lalu ada sesuatu yang aku dengar dari Rangga dan
itu mengganggu aku? “ada apa dengan Rangga?, John menjawab tanpa ekspresi. “ Ia
mengatakan bahwa kamu itu kayak Jengkol, tidak seperti ayah Erik yang keren.
Aku berpikir pasti ada sesuatu di balik itu kenapa Rangga sampai mengungkapkan
hal itu". Kemudian aku tunjukkan koran yang aku baca padanya, aku kawatir akan
terjadi sesuatu pada Rangga dikemudian hari.
John hanya terdiam dan
mendengarkanku, ia tidak membantah dan tidak memberi komentar setelah itu. aku
merasa lega. Sepulangnya dari tugas luar kota, malam-malam ia memanggil Rangga. Mereka
berbicara di kamar Rangga, sedang aku duduk menguping di ruang tamu.
“Rangga, sini papa mau ngomong
man to man?
“apaan itu Pa, Man to Man”
“Man to Man artinya pembicaraan
laki-laki yang dewasa tapi rahasia dan jujur, hanya kita yang tahu. Mau?”
“ oke”. Sahut Rangga singkat.
“Papa mau tanya, ada nggak selama ini sikap, perilaku atau kata-kata papa yang
Rangga tidak suka”
“Ada, Pa. Ingat nggak waktu Rangga
malam-malam dihukum papa karena nakal. Rangga ditelanjangin dan diguyur air.
Rangga kesel banget ama papa waktu itu”.
“kalau gitu Papa minta maaf ya! Iya Rangga maafin. “Papa dulu suka
dipukul kakek nggak ya?” “papa dulu sering di pukul kakek”. John menjelaskan
hukuman apa saja yang dulu pernah di dapatnya. “ Kakek minta maaf nggak ama
papa?” John terdiam sejenak. “kakek minta maaf juga ama papa”. “ Kapan?” sahut
Rangga cepat. “ketika Papa sudah besar, ketika Papa sudah kuliah”. “ Kakek kok
lama yah minta maafnya?. “ iya, Papa juga nggak tahu”. Rangga kemudian menyahut,”
kok Papa juga terlambat minta maafnya? “ Iya, maafin, Papa ”. Rangga kemudian
memeluk dan mencium John. “ makasih Pa”.
Semenjak kejadian itu aku belajar
betapa penting mendengarkan dengan seksama apa yang diungkapkan anakku dan aku pun
belajar untuk lebih percaya kepada suamiku.
KaMo Homeschooling Community WA : 0852 68506155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar