Kamis, 22 Maret 2012

TKI riwayatmu ... ditindas di negeri sendiri

“Suryati” , itu nama yang disodorkan pada saya ketika pesawat Emirates mendarat 
di Soekarno-Hatta selepas perjalanan dari London dengan transit di Dubai. 
Ia seorang TKW yang mengaku
 bekerja di Polandia namun harus transit lewat Frankfurt dan Dubai semata hanya
untuk menghindari formalitas birokrasi. 
Dalam proses menurunkan bagasi dari
kompartemen kabin pesawat boeing-777 Emirates ia meminta saya
untuk bantu 
menemani selama proses di gate imigrasi karena Jakarta bukan akhir perjalanannya 
namun hanya tempat transit sebelum ia melanjutkan penerbangan ke kota Jogjakarta.

Wajahnya penuh kekhawatiran setelah dua tahun menggadaikan waktu hidupnya di 
Negara orang untuk meraih sedikit kemakmuran.
“Bapak , bisa bantu saya, saya takut turun karena harus pindah ke terminal satu, saya nanti boleh ikut mobil bapak kemana saja yang penting 
keluar bandara setelah itu saya bisa naik taksi atau bis ke terminal satu” 
Ujarnya.
“Kenapa harus takut, kamu kan turun di terminal dua, apa bedanya kamu 
sama saya, terminal dua itu bukan terminal TKW jadi ya bebas saja orang yang 
turun mau kemana saja !” Tukas saya.

“Nggak pak sekarang memang gak ada terminal khusus TKW semua turun di terminal dua, disana kata teman saya kita bakal di cegat, terusdikumpulin
 lalu disuruh ke terminal satu pakai mobil mereka, saya takut, belum nanti kita
diminta bayaran macam macam, kata teman saya gak wajar dan kasar mintanya”.

Saya berpikir sejenak, setelah perjalanan melelahkan selama 10 jam dengan
 bagasi yang segudang masih akan
ditambah urusan TKW bingung.
“Baik, kamu ikut saja dibelakang saya, gak usah takut, ini negara kamu 
sendiri, saya bantu sebisa saya !”.
Dibandara yang berciri minimalis, dengan ornament yang menua dan dulunya sempat
 mendapatkan Aga Khan award itu kami berjalan beriringan menuju gate imigrasi.
Sebelum masuk keantrian saya memastikan dokumen Suryati lengkap, mulai dari
 passport, departure card dan segepok dokumen ijin kerja yang saya sendiri nggak 
tahu mana yang nantinya bakal ditanya.

Saya sengaja membiarkan Suryati lebih
 dulu melewati gate dan dari jarak 4 orang antrian saya memastikan proses
melewati gate tidak terkendala. 
Hanya tanya jawab sewajarnya antara petugas 
imigrasi dengan Suryati setelah itu clear, bahasa tubuh petugas imigrasi sedikit berbeda dengan kode ke seseorang yang saya tidak mengerti.
Sesampai di conveyor belt tempat mengambil bagasi dan bersiap keluar, Suryati 
masih dibelakang saya dan tiba tiba ada seseorang berseragam biru muda 
menariknya dengan kasar. 
Dibelakang petugas seseorang bertopi baret abu-abu berdiri 
pasif menjaga.
“Kamu ini bandel, harusnya keluar pintu kiri sana , TKW bukan
 disini
, ini tempat umum !”
Kata orang yang berseragam biru.
”Saya ikut saudara saya pak, itu ... !” ia menunjuk saya, wajahnya ketakutan dengan keringat yang sebiji jagung.

“Ah…lagu lama, ngaku ngaku, ayo cepat sudah ditunggu sama yang 
lain, ke sebelah sana !”
Kegarangan petugas mengusik saya, lalu saya menghampiri.
“Maaf pak ... kenapa sama dia ?” 
tanya saya.
“Bapak kenal ?”
 Saya mengangguk “ Saudaranya ?” 
Lagi-lagi saya mengangguk.
Petugas menghampiri bagasi Suryati dan membolak balik tag yang ada dan ia 
melongok bagasi saya dari jauh .
”Bapak kan dari Heatrow, anak ini dari Frankfurt, gimana bisa
 saudara bapak ?”
 selidiknya.
 ”Sama sama asli jogja, kita ketemunya di Dubai, dia mau pulang sama saya 
!” 
Urai saya.
”Ooh...nggak bisa pak, nggak bisa bareng, dia harus ikut kita ke terminal satu, peraturannya begitu” Ujarnya.
“Itu kan kalau nggak ada yang jemput, kalau ada yang jemput kan boleh barengan pak, lagi pula peraturannya kok begitu ?”
”Ini kan untuk bantu mereka , biar tidak dimanfaatkan calo liar”
 jawabnya.
“Kalau bapak apa … calo apa petugas ?” 
tuding saya padanya.
“Loh, bapak anggap saya calo, saya ini petugas yang mau bantu, dilindungi peraturan pak.” elaknya
”Kalau bapak mau membantu, cara bapak menegur, menarik paksa itu sebanding dengan calo pak!”
”Anak anak yang bandel ya harus digituin pak, diatur gak mau!”
”Pak, sepanjang perjalanan dia dari Polandia, Frankfurt, Dubai
 sampai Jakarta wajah takutnya cuma ketika sampai Jakarta, kenapa ? karena dia merasa 
ada ancaman dikampungnya sendiri, di negeri sendiri …aneh gak menurut
bapak ?”
”Mereka kan orang kampung, masuk kekota gak diapa apain saja takut
.”
”Pak…di Frankfurt, Warsawa, Dubai, Jeddah, Riyadh mereka gak
 takut, lebih modern dan besar mana kota-kota itu sama Jakarta ... ?”
”Bukan urusan saya pak ... pokoknya anak ini harus ikut saya, itu peraturannya biar mereka aman, tugas saya hanya sweeping mereka !”
”Yang di sweeping itu kan mestinya calo dan agen liar, bukan TKW nya, bapak kayak memburu pendatang haram saja, kayak pasukan RELA nya Malaysia, 
padahal ini kampung mereka pak ... kasihan.”
”Bapak pejabat dari mana sih ... kalau perlu saya ketemukan dengan pejabat 
yang atur ini semua ?”
”Bapak juga namanya siapa, ada kartu pengenalnya nggak, saya ini bukan pejabat pak, Cuma warga biasa ?”
Saya balik bertanya.
”Ini nama saya !” dia menunjuk dada kanannya bertulisan huruf 
bordir yang tertulis namanya.
”Ok… Saya gak coba langgar aturan, aturan itu dibuat untuk bikin nyaman 
dan gampang mereka. 
Saya Cuma mau pastikan saudara saya ini aman sampai
 Jogja. ”
Pinta saya, menghindari perdebatan.
”Bapak gak perlu urusan mereka mau aman apa nggak, kita orang yang pastikan itu.”
”Nggak bisa begitu, itu urusan saya juga. Suryati ini saudara saya juga, 
begitu juga TKW lainnya yang nggak bareng saya, saya akan ikuti mobil yang
 jemput mereka, sampai terminal satu. 
Setelah beres nanti, urusannya baru 
selesai.”
”Jadi bapak nggak percaya dan mau ketemu sama pejabatnya yang 
ngatur.”
“Kalau bapak mau ketemukan saya juga mau pak ... silahkan, yang penting Suryati aman.”
Tantang saya.
”Ok ... sebelum saya panggil, bapak dari mana dulu ?”
“Bilang saja dari keluarga besar Angkatan laut !” 
Sekenanya saya jawab, entah datang dari mana jawaban itu, melintas saja diotak 
ini, bapak saya yang angkatan laut pun sudah pulang ke alam sana belasan tahun
lalu.
Tak lama petugas itu calling ke radio, mundur ke pojok dan lima menit kemudian
 kembali kehadapan saya.
“Begini pak, beliau belum bisa kesini, kalau bapak mau ikut proses antarnya silahkan. Kami niatnya baik pak.”
”Saya nggak lihat niat bapak jelek, cara bapak yang jelek. Main 
bentak, main tarik, Cuma itu. 
Saya capek, mereka lebih capek. Kalau saya sampai 
disini sudah tidak perlu memikirkan kepastian bagaimana
melanjutkan nafkah hidup
 sebulan lagi nanti, sementara mereka gak tahu mau melakukan pekerjaan apa lagi
sepulang mereka ini …cukup hormati mereka, itu cara terbaik porsi kita !"
”Begitu pak ya…Kalau bapak percaya, biar anak ini tetap ikut 
saya, sampai terminal satu.”
”Ok, saya percaya sama bapak, tapi saya akan monitor ke Suryati gimana prosesnya.
”
Petugas setuju, anehnya justru ia memberi hormat ala militer kapada saya. Aneh. Saya kan gak ngaku anggota angkatan laut, cuma ngaku keluarga besar 
angkatan laut ... itu saja.
Petugas memberikan identitasnya ketika saya minta.

Saya panggil Suryati, saya minta nomor HPnya, masih Nomor Eropa, lalu 
saya pastikan ia untuk ikut petugas.
Dengan cara lembut si petugas mempersilakan Suryati ikut, saya tegaskan kepada 
petugas untuk titip TKW satu itu
dengan baik dan mohon diperlakukan dengan baik.
”SIAP pak ... !”
Setengah jam berlalu, saya melintasi Serpong menuju rumah, tiba tiba dering SMS dari HP 
berbunyi. 
Disana tertulis message dari “SURYATI TKW”
“PAK Mili, TERIMA KASIH BANYAK, SAYA DIPERLAKUKAN DENGAN SANGAT BAIK, RAMAH 
DAN SOPAN, SAMA PETUGAS, TIDAK ADA BIAYA APA-APA YANG DIMINTA …GRATIS,
 ALHAMDULILLAH ! 
SAYANGNYA YANG LAIN NGGAK KETEMU ORANG KAYAK BAPAK ... JADI MEREKA
 NGGAK GRATIS, SEMOGA ALLAH MEMBALAS KEBAIKAN BAPAK. SALAM , SURYATI.”

Alammmaaakkk !!!  
Maafkanlah bangsamu ini wahai pahlawan devisa !

- Catatan May 2010-
From the desk of AN)



Refleksi

Saat ini di negeri yang katanya ramah dan agamis ternyata bukan ukuran bahwa bangsa ini memiliki moral dan hati nurani yang bersih dan perilaku yang lurus. Banyak kasus kasus seperti ini yang dialami oleh para tki namun menguap karena tidak terjangkau perhatian media atau publik. Hal ini pun disebabkan karena para oknum sudah mengetahui bahwa para tki ini bodoh dan lemah. Mereka yang berlindung dibalik seragamnya telah membuat kesengsaraan yang panjang bagi sodara sebangsanya sendiri. Dan mereka yang menjadi oknum sudah begitu lihat dan bisa membuatnya begitu sistematis, rapi dan nampak prosedural.

Jika kita yang sadar mulai peduli dan berani bersikap, sepertinya tangan tangan jahat yang berlindung dibalik aturan juga akan bergidik takut. Mereka juga tahu bahwa mereka salah dan tidak bisa selamanya menarik keuntungan dari yang lemah dan bodoh. Pada saatnya mereka pun harus membayar apa yang mereka lakukan.


Para sahabat ... mari kita lakukan gerakan gerakan sederhana, berani mengatakan yang salah  jika salah, berani berdiri membela yang lemah dan tidak berdaya di sekitar kita yang meminta pertolongan.

salam perjuangan

Dapatkan ebook gratis pengembangan karakter di www.karaktermoral.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar