Ia seorang TKW yang mengaku
bekerja di Polandia namun harus transit lewat Frankfurt dan Dubai semata hanya
Saya sengaja membiarkan Suryati lebih dulu melewati gate dan dari jarak 4 orang antrian saya memastikan proses melewati gate tidak terkendala.
Alammmaaakkk !!!
untuk menghindari formalitas birokrasi.
Dalam proses menurunkan bagasi dari
kompartemen kabin pesawat boeing-777 Emirates ia meminta saya
untuk bantu menemani selama proses di gate imigrasi karena Jakarta bukan akhir perjalanannya namun hanya tempat transit sebelum ia melanjutkan penerbangan ke kota Jogjakarta.
untuk bantu menemani selama proses di gate imigrasi karena Jakarta bukan akhir perjalanannya namun hanya tempat transit sebelum ia melanjutkan penerbangan ke kota Jogjakarta.
Wajahnya penuh kekhawatiran setelah dua tahun menggadaikan waktu hidupnya di
Negara orang untuk meraih sedikit kemakmuran.
“Bapak , bisa bantu saya, saya takut turun karena harus pindah ke terminal satu, saya nanti boleh ikut mobil bapak kemana saja yang penting keluar bandara setelah itu saya bisa naik taksi atau bis ke terminal satu” Ujarnya.
“Kenapa harus takut, kamu kan turun di terminal dua, apa bedanya kamu sama saya, terminal dua itu bukan terminal TKW jadi ya bebas saja orang yang turun mau kemana saja !” Tukas saya.
“Nggak pak sekarang memang gak ada terminal khusus TKW semua turun di terminal dua, disana kata teman saya kita bakal di cegat, terusdikumpulin lalu disuruh ke terminal satu pakai mobil mereka, saya takut, belum nanti kita diminta bayaran macam macam, kata teman saya gak wajar dan kasar mintanya”.
“Bapak , bisa bantu saya, saya takut turun karena harus pindah ke terminal satu, saya nanti boleh ikut mobil bapak kemana saja yang penting keluar bandara setelah itu saya bisa naik taksi atau bis ke terminal satu” Ujarnya.
“Kenapa harus takut, kamu kan turun di terminal dua, apa bedanya kamu sama saya, terminal dua itu bukan terminal TKW jadi ya bebas saja orang yang turun mau kemana saja !” Tukas saya.
“Nggak pak sekarang memang gak ada terminal khusus TKW semua turun di terminal dua, disana kata teman saya kita bakal di cegat, terusdikumpulin lalu disuruh ke terminal satu pakai mobil mereka, saya takut, belum nanti kita diminta bayaran macam macam, kata teman saya gak wajar dan kasar mintanya”.
Saya berpikir sejenak, setelah perjalanan melelahkan selama 10 jam dengan
bagasi yang segudang masih akan
ditambah urusan TKW bingung.
“Baik, kamu ikut saja dibelakang saya, gak usah takut, ini negara kamu sendiri, saya bantu sebisa saya !”.
Dibandara yang berciri minimalis, dengan ornament yang menua dan dulunya sempat mendapatkan Aga Khan award itu kami berjalan beriringan menuju gate imigrasi.
ditambah urusan TKW bingung.
“Baik, kamu ikut saja dibelakang saya, gak usah takut, ini negara kamu sendiri, saya bantu sebisa saya !”.
Dibandara yang berciri minimalis, dengan ornament yang menua dan dulunya sempat mendapatkan Aga Khan award itu kami berjalan beriringan menuju gate imigrasi.
Sebelum masuk keantrian saya memastikan
dokumen Suryati lengkap, mulai dari
passport, departure card dan
segepok dokumen ijin kerja yang saya sendiri nggak
tahu mana yang
nantinya bakal ditanya.
Saya sengaja membiarkan Suryati lebih dulu melewati gate dan dari jarak 4 orang antrian saya memastikan proses melewati gate tidak terkendala.
Hanya
tanya jawab sewajarnya antara petugas
imigrasi dengan Suryati setelah
itu clear, bahasa tubuh petugas imigrasi sedikit berbeda dengan kode ke
seseorang yang saya tidak mengerti.
Sesampai di conveyor belt tempat mengambil bagasi dan bersiap keluar, Suryati masih dibelakang saya dan tiba tiba ada seseorang berseragam biru muda menariknya dengan kasar.
Sesampai di conveyor belt tempat mengambil bagasi dan bersiap keluar, Suryati masih dibelakang saya dan tiba tiba ada seseorang berseragam biru muda menariknya dengan kasar.
Dibelakang petugas seseorang bertopi baret abu-abu berdiri
pasif menjaga.
“Kamu ini bandel, harusnya keluar pintu kiri sana , TKW bukan disini , ini tempat umum !”
“Kamu ini bandel, harusnya keluar pintu kiri sana , TKW bukan disini , ini tempat umum !”
Kata orang yang berseragam biru.
”Saya ikut saudara saya pak, itu ... !” ia menunjuk saya, wajahnya ketakutan dengan keringat yang sebiji jagung.
“Ah…lagu lama, ngaku ngaku, ayo cepat sudah ditunggu sama yang lain, ke sebelah sana !”
”Saya ikut saudara saya pak, itu ... !” ia menunjuk saya, wajahnya ketakutan dengan keringat yang sebiji jagung.
“Ah…lagu lama, ngaku ngaku, ayo cepat sudah ditunggu sama yang lain, ke sebelah sana !”
Kegarangan petugas mengusik saya, lalu saya menghampiri.
“Maaf pak ... kenapa sama dia ?” tanya saya.
“Maaf pak ... kenapa sama dia ?” tanya saya.
“Bapak kenal ?”
Saya mengangguk “ Saudaranya ?”
Lagi-lagi saya mengangguk.
Petugas menghampiri bagasi Suryati dan membolak balik tag yang ada dan ia melongok bagasi saya dari jauh .
”Bapak kan dari Heatrow, anak ini dari Frankfurt, gimana bisa saudara bapak ?” selidiknya.
Petugas menghampiri bagasi Suryati dan membolak balik tag yang ada dan ia melongok bagasi saya dari jauh .
”Bapak kan dari Heatrow, anak ini dari Frankfurt, gimana bisa saudara bapak ?” selidiknya.
”Sama sama asli jogja, kita ketemunya di Dubai, dia mau pulang sama saya
!”
Urai saya.
”Ooh...nggak bisa pak, nggak bisa bareng, dia harus ikut kita ke terminal satu, peraturannya begitu” Ujarnya.
“Itu kan kalau nggak ada yang jemput, kalau ada yang jemput kan boleh barengan pak, lagi pula peraturannya kok begitu ?”
”Ini kan untuk bantu mereka , biar tidak dimanfaatkan calo liar” jawabnya.
“Kalau bapak apa … calo apa petugas ?” tuding saya padanya.
“Loh, bapak anggap saya calo, saya ini petugas yang mau bantu, dilindungi peraturan pak.” elaknya
”Kalau bapak mau membantu, cara bapak menegur, menarik paksa itu sebanding dengan calo pak!”
”Anak anak yang bandel ya harus digituin pak, diatur gak mau!”
”Pak, sepanjang perjalanan dia dari Polandia, Frankfurt, Dubai sampai Jakarta wajah takutnya cuma ketika sampai Jakarta, kenapa ? karena dia merasa ada ancaman dikampungnya sendiri, di negeri sendiri …aneh gak menurut bapak ?”
”Mereka kan orang kampung, masuk kekota gak diapa apain saja takut .”
”Pak…di Frankfurt, Warsawa, Dubai, Jeddah, Riyadh mereka gak takut, lebih modern dan besar mana kota-kota itu sama Jakarta ... ?”
”Bukan urusan saya pak ... pokoknya anak ini harus ikut saya, itu peraturannya biar mereka aman, tugas saya hanya sweeping mereka !”
”Yang di sweeping itu kan mestinya calo dan agen liar, bukan TKW nya, bapak kayak memburu pendatang haram saja, kayak pasukan RELA nya Malaysia, padahal ini kampung mereka pak ... kasihan.”
”Bapak pejabat dari mana sih ... kalau perlu saya ketemukan dengan pejabat yang atur ini semua ?”
”Bapak juga namanya siapa, ada kartu pengenalnya nggak, saya ini bukan pejabat pak, Cuma warga biasa ?”
“Itu kan kalau nggak ada yang jemput, kalau ada yang jemput kan boleh barengan pak, lagi pula peraturannya kok begitu ?”
”Ini kan untuk bantu mereka , biar tidak dimanfaatkan calo liar” jawabnya.
“Kalau bapak apa … calo apa petugas ?” tuding saya padanya.
“Loh, bapak anggap saya calo, saya ini petugas yang mau bantu, dilindungi peraturan pak.” elaknya
”Kalau bapak mau membantu, cara bapak menegur, menarik paksa itu sebanding dengan calo pak!”
”Anak anak yang bandel ya harus digituin pak, diatur gak mau!”
”Pak, sepanjang perjalanan dia dari Polandia, Frankfurt, Dubai sampai Jakarta wajah takutnya cuma ketika sampai Jakarta, kenapa ? karena dia merasa ada ancaman dikampungnya sendiri, di negeri sendiri …aneh gak menurut bapak ?”
”Mereka kan orang kampung, masuk kekota gak diapa apain saja takut .”
”Pak…di Frankfurt, Warsawa, Dubai, Jeddah, Riyadh mereka gak takut, lebih modern dan besar mana kota-kota itu sama Jakarta ... ?”
”Bukan urusan saya pak ... pokoknya anak ini harus ikut saya, itu peraturannya biar mereka aman, tugas saya hanya sweeping mereka !”
”Yang di sweeping itu kan mestinya calo dan agen liar, bukan TKW nya, bapak kayak memburu pendatang haram saja, kayak pasukan RELA nya Malaysia, padahal ini kampung mereka pak ... kasihan.”
”Bapak pejabat dari mana sih ... kalau perlu saya ketemukan dengan pejabat yang atur ini semua ?”
”Bapak juga namanya siapa, ada kartu pengenalnya nggak, saya ini bukan pejabat pak, Cuma warga biasa ?”
Saya balik bertanya.
”Ini nama saya !” dia menunjuk dada kanannya bertulisan huruf bordir yang tertulis namanya.
”Ok… Saya gak coba langgar aturan, aturan itu dibuat untuk bikin nyaman dan gampang mereka.
”Ini nama saya !” dia menunjuk dada kanannya bertulisan huruf bordir yang tertulis namanya.
”Ok… Saya gak coba langgar aturan, aturan itu dibuat untuk bikin nyaman dan gampang mereka.
Saya Cuma mau pastikan saudara saya ini aman sampai
Jogja. ”
Pinta saya, menghindari perdebatan.
”Bapak gak perlu urusan mereka mau aman apa nggak, kita orang yang pastikan itu.”
”Nggak bisa begitu, itu urusan saya juga. Suryati ini saudara saya juga, begitu juga TKW lainnya yang nggak bareng saya, saya akan ikuti mobil yang jemput mereka, sampai terminal satu.
”Bapak gak perlu urusan mereka mau aman apa nggak, kita orang yang pastikan itu.”
”Nggak bisa begitu, itu urusan saya juga. Suryati ini saudara saya juga, begitu juga TKW lainnya yang nggak bareng saya, saya akan ikuti mobil yang jemput mereka, sampai terminal satu.
Setelah beres nanti, urusannya baru
selesai.”
”Jadi bapak nggak percaya dan mau ketemu sama pejabatnya yang ngatur.”
“Kalau bapak mau ketemukan saya juga mau pak ... silahkan, yang penting Suryati aman.” Tantang saya.
”Ok ... sebelum saya panggil, bapak dari mana dulu ?”
“Bilang saja dari keluarga besar Angkatan laut !” Sekenanya saya jawab, entah datang dari mana jawaban itu, melintas saja diotak ini, bapak saya yang angkatan laut pun sudah pulang ke alam sana belasan tahun
lalu.
Tak lama petugas itu calling ke radio, mundur ke pojok dan lima menit kemudian kembali kehadapan saya.
“Begini pak, beliau belum bisa kesini, kalau bapak mau ikut proses antarnya silahkan. Kami niatnya baik pak.”
”Saya nggak lihat niat bapak jelek, cara bapak yang jelek. Main bentak, main tarik, Cuma itu.
”Jadi bapak nggak percaya dan mau ketemu sama pejabatnya yang ngatur.”
“Kalau bapak mau ketemukan saya juga mau pak ... silahkan, yang penting Suryati aman.” Tantang saya.
”Ok ... sebelum saya panggil, bapak dari mana dulu ?”
“Bilang saja dari keluarga besar Angkatan laut !” Sekenanya saya jawab, entah datang dari mana jawaban itu, melintas saja diotak ini, bapak saya yang angkatan laut pun sudah pulang ke alam sana belasan tahun
lalu.
Tak lama petugas itu calling ke radio, mundur ke pojok dan lima menit kemudian kembali kehadapan saya.
“Begini pak, beliau belum bisa kesini, kalau bapak mau ikut proses antarnya silahkan. Kami niatnya baik pak.”
”Saya nggak lihat niat bapak jelek, cara bapak yang jelek. Main bentak, main tarik, Cuma itu.
Saya capek, mereka lebih capek. Kalau saya sampai
disini sudah tidak perlu memikirkan kepastian bagaimana
melanjutkan nafkah hidup sebulan lagi nanti, sementara mereka gak tahu mau melakukan pekerjaan apa lagi sepulang mereka ini …cukup hormati mereka, itu cara terbaik porsi kita !"
”Begitu pak ya…Kalau bapak percaya, biar anak ini tetap ikut saya, sampai terminal satu.”
”Ok, saya percaya sama bapak, tapi saya akan monitor ke Suryati gimana prosesnya.
melanjutkan nafkah hidup sebulan lagi nanti, sementara mereka gak tahu mau melakukan pekerjaan apa lagi sepulang mereka ini …cukup hormati mereka, itu cara terbaik porsi kita !"
”Begitu pak ya…Kalau bapak percaya, biar anak ini tetap ikut saya, sampai terminal satu.”
”Ok, saya percaya sama bapak, tapi saya akan monitor ke Suryati gimana prosesnya.
”
Petugas
setuju, anehnya justru ia memberi hormat ala militer kapada saya. Aneh.
Saya kan gak ngaku anggota angkatan laut, cuma ngaku keluarga besar
angkatan laut ... itu saja.
Petugas memberikan identitasnya ketika saya minta.
Petugas memberikan identitasnya ketika saya minta.
Saya
panggil Suryati, saya minta nomor HPnya, masih Nomor Eropa, lalu
saya
pastikan ia untuk ikut petugas.
Dengan cara lembut si petugas
mempersilakan Suryati ikut, saya tegaskan kepada
petugas untuk titip
TKW satu itu
dengan baik dan mohon diperlakukan dengan baik.
”SIAP pak ... !”
Setengah jam berlalu, saya melintasi Serpong menuju rumah, tiba tiba dering SMS dari HP berbunyi.
dengan baik dan mohon diperlakukan dengan baik.
”SIAP pak ... !”
Setengah jam berlalu, saya melintasi Serpong menuju rumah, tiba tiba dering SMS dari HP berbunyi.
Disana tertulis message dari “SURYATI TKW”
“PAK Mili, TERIMA KASIH BANYAK, SAYA DIPERLAKUKAN DENGAN SANGAT BAIK, RAMAH DAN SOPAN, SAMA PETUGAS, TIDAK ADA BIAYA APA-APA YANG DIMINTA …GRATIS, ALHAMDULILLAH !
“PAK Mili, TERIMA KASIH BANYAK, SAYA DIPERLAKUKAN DENGAN SANGAT BAIK, RAMAH DAN SOPAN, SAMA PETUGAS, TIDAK ADA BIAYA APA-APA YANG DIMINTA …GRATIS, ALHAMDULILLAH !
SAYANGNYA
YANG LAIN NGGAK KETEMU ORANG KAYAK BAPAK ... JADI MEREKA
NGGAK GRATIS,
SEMOGA ALLAH MEMBALAS KEBAIKAN BAPAK. SALAM , SURYATI.”
Alammmaaakkk !!!
Maafkanlah bangsamu ini wahai pahlawan devisa !
- Catatan May 2010-
From the desk of AN)
- Catatan May 2010-
From the desk of AN)
Refleksi
Saat ini di negeri yang katanya ramah dan agamis ternyata bukan ukuran bahwa bangsa ini memiliki moral dan hati nurani yang bersih dan perilaku yang lurus. Banyak kasus kasus seperti ini yang dialami oleh para tki namun menguap karena tidak terjangkau perhatian media atau publik. Hal ini pun disebabkan karena para oknum sudah mengetahui bahwa para tki ini bodoh dan lemah. Mereka yang berlindung dibalik seragamnya telah membuat kesengsaraan yang panjang bagi sodara sebangsanya sendiri. Dan mereka yang menjadi oknum sudah begitu lihat dan bisa membuatnya begitu sistematis, rapi dan nampak prosedural.
Jika kita yang sadar mulai peduli dan berani bersikap, sepertinya tangan tangan jahat yang berlindung dibalik aturan juga akan bergidik takut. Mereka juga tahu bahwa mereka salah dan tidak bisa selamanya menarik keuntungan dari yang lemah dan bodoh. Pada saatnya mereka pun harus membayar apa yang mereka lakukan.
Para sahabat ... mari kita lakukan gerakan gerakan sederhana, berani mengatakan yang salah jika salah, berani berdiri membela yang lemah dan tidak berdaya di sekitar kita yang meminta pertolongan.
salam perjuangan
Dapatkan ebook gratis pengembangan karakter di www.karaktermoral.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar