Senin, 14 Mei 2012

Steve Jobs 2


Ia pernah dengan antusias menggali keagamaan Timur, mencari rahasia pemurnian batin, namun justru berperang di ajang profesi dan mengembangkan potensinya. Ia mendirikan “Apple” yang sempat mengubah suatu jaman, tapi justru dihadang di puncak kejayaannya.
Diusir Apple di Puncak Kejayaan
 
Pada 1980, perusahaan komputer Apple didaftarkan di bursa saham. Steve menjabat sebagai presiden direktur. Di usia 30 tahun, ia memiliki sebuah Porsche warna hitam mengkilap dan garis yang tegas, yang mencerminkan keteguhan sikapnya terhadap seni. Seperti anak kecil, ia pun memamerkan mobil barunya. Di saat yang sama ia juga menjadi incaran media massa. Begitu ia muncul, semua fans akan menatap dan mengelu-elukannya: “Jobs! Jobs! Jobs! Jobs……”

Dengan mengandalkan ketrampilannya, Steve menjadi konglomerat dengan cepat. Hal ini tidak diragukan lagi. Namun yang tidak disangka ialah, ia berubah. Berubah menjadi semakin emosional. Seringkali ia marah besar dan mencaci maki. Makian seperti “bodoh”, “kamu tolol”, “ulangi dari awal”, sering dilontarkan kepada siapa pun.

Para karyawan bahkan takut naik lift bersama dengannya, karena mungkin saja sebelum tiba di lantai lokasi kantor, mereka sudah dipecat. Steve meremehkan orang kuat, dan berlaku kejam terhadap orang lemah. Dia tidak melakukannya dengan sengaja, hanya menampilkan sisi dirinya yang polos, dan kepolosan itu telah berubah menjadi belati tajam yang mematikan.

Saat berusia 28 tahun, ia mengundang Presiden Direktur Pepsi Cola, Sculley untuk membenahi masalah di perusahaan komputer Apple miliknya. Ia bertanya pada Sculley, “Apakah Anda ingin terus menjual air gula pada anak kecil atau ingin mengubah dunia?” Pertanyaan yang tidak sopan itu membuat orang lain khawatir. Namun tak disangka justru mampu menggugah Sculley.

Sculley akhirnya bergabung dengan Apple, lalu ia menemukan bahwa masalah terbesar perusahaan itu sebenarnya adalah terletak pada Steve yang arogan, kaku dan gila! Orang yang memiliki IQ (Intelectual Quotient) kelas satu tapi EQ (Emotional Quotient) jongkok itu telah membuat seluruh lapisan perusahaan itu dari atas hingga bawah menderita. Suasana hati setiap karyawan sangat buruk, yang tentu saja membuat pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan baik. Tidak salah lagi, masalahnya terletak pada Steve Jobs. Oleh karena itu, Sculley pun tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan kepadanya, masalah itu diselesaikannya - Steve Jobs dipecat!
Pada 1985, Steve yang berusia 30 tahun, diusir keluar dari Apple. Ia terperangah. Apa tidak salah?
Ia dipecat oleh perusahaan yang didirikannya sendiri? Ia baru saja mengembangkan komputer Macintosh yang menjadi tren dunia, dan meraup keuntungan besar bagi perusahaan ini? Memecatnya berarti menggulingkan dirinya untuk merebut kekuasaan! Yang lebih menjengkelkan lagi, Sculley direkrut oleh dirinya sendiri. Kejadian tersebut menjadi berita paling heboh di seluruh kalangan bisnis di AS ketika itu.

Perusahaan Yang Didirikan Bangkrut, Steve Terperangkap Keputus-Asaan
Namun Steve belum jatuh. Ia memutuskan untuk membuktikan bahwa Apple telah salah memecatnya. Ia menertawakan ketidak-tahuan mereka! Oleh karena itu, Steve kembali mengembangkan mesin baru dan mendirikan perusahaan barunya NeXT, dan berharap untuk kembali menciptakan tren baru. NeXT memang mendapat perhatian, akan tetapi berupa perhatian akan kegagalan NeXT. Omset Apple satu hari bahkan lebih tinggi daripada omset NeXT selama setahun. (Sun Yun / The Epoch Times / lie)

Dapatkan ebook gratis, pelatihan karakter moral di www.karaktermoral.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar