Sabtu, 15 September 2012

Selingkuh adalah hal biasa?

 “1001 ALASAN SELINGKUH”
Sebuah Refleksi tentang Kesetiaan Hidup Berkeluarga

Dalam sebuah talkshow on air di salah satu radio swasta di Bandung (topik tentang kesetiaan dan ketidaksetiaan dalam perkawinan), terjadi cuplikan percakapan ini:
Pemirsa (seorang pria):
“Bu, saya memahami bahwa kesetiaan begitu penting. Tapi, Bu, saya memiliki sudut pandang yang berbeda. Menurut saya, justru untuk mempertahankan keutuhan hidup perkawinan, sesekali wajar bila kita mencari variasi, dengan menjalin hubungan sementara suka sama suka dengan orang lain. Sehingga ini menjadi selingan yang menghindarkan kita dari rasa bosan. Jadi perkawinan justru lebih langgeng. Saya kurang setuju bila perselingkuhan melulu dipandang secara negatif. “
Mona (yang diminta menjadi narasumber, yang tiba-tiba merasa pusing mendengar opini Bapak ini):
“Wah, benar-benar sudut pandang yag unik, opini Bapak sesuatu yang baru bagi saya. Begini Pak, kalau menurut Bapak demikian, kira-kira istri Bapak keberatan tidak bila suaminya terlibat hubungan mesra dengan wanita lain, walaupun maksudnya justru untuk ‘kelanggengan perkawinan’?”
Pemirsa:
“Oh, kalau menurut saya sih dia tidak perlu mengetahui hal ini. Cukup saya saja yang tahu maksud saya. Agar dia juga tidak sakit hati. Pokoknya perkawinan langgeng, ajaaa.”



Pengertian SELINGKUH
Dalam Whisman dan Wagers (2005) dinyatakan bahwa secara umum, ketidaksetiaan/ perselingkuhan/ penghianatan diartikan sebagai adanya relasi seksual seseorang dengan orang lain yang bukan pasangan utamanya. Glass dan Wright (1992) dalam Whisman dan Wagers (2005) menambahkan bahwa keterikatan emosional seseorang dengan orang lain yang bukan pasangannya, sudah dapat dikategorikan ke dalam ketidaksetiaan.
Dalam kehidupan perkawinan, penghianatan terhadap relasi perkawinan terjadi pada saat terjadi pelanggaran dari harapan dan perjanjian perkawinan yang menekankan pada ekslusivitas pasangan baik secara fisik maupun emosi. Umumnya, pasangan yang menikah mengharapkan mendapatkan hak istimewa  atas pasangannya. Ketidaksetiaan, perselingkuhan dan bentuk-bentuk penghianatan seksual maupun emosional merupakan pelanggaran terhadap harapan ini (Whisman dan Wagers, 2005).
Dari pengertian di atas, bentuk-bentuk hubungan TTM (teman tapi mesra), HTI (hubungan tanpa ikatan), sampai kepada hubungan BBS (bobo siang bersama) dan hubungan seksual tidak dengan pasangan, semua masuk ke dalam perselingkuhan.

Bercermin Pada Sejarah
Pencinta mitologi Yunani tentu tidak asing dengan kisah perang troya. Bukan membesar-besarkan ketika Holywood mengangkat kisah epic ini dari sudut pandang percintaan. Perang begitu hebat berawal dari ketidaksetiaan Helen (istri Menelaus dari Kerajaan Sparta) dengan seorang pria tampan bernama Paris (yang merupakan anak dari Raja Priam dari Kerajaan Troya).
Kalimat "I have never had sexual relations with Monica Lewinsky" yang diungkapkan oleh Bill Clinton menjadi begitu terkenal ketika akhirnya perselingkuhannya terbongkar dan Clinton menghadapi proses impeachment oleh parlemen AS. Bukan hanya membuat gonjang-ganjing dalam perkawinannya, perselingkuhan ini membuat Clinton dikenal sebagai presiden AS yang terang-terangan ketahuan berselingkuh.

Belajar dari Sekitar Kita
Jujur saya saya cukup stres membaca artikel “Meningkat Kecenderungan Perselingkuhan di Jakarta” (http://www.poskotanews.com/2012/04/16/meningkat-kecenderungan-perselingkuhan-di-jakarta/).  Dalam tulisan singkat itu dikatakan 8 dari 10 laki-laki di Jakarta pernah berselingkuh. Tidak kalah menariknya, data hasil survey dari sebuah media yang menyimpulkan bahwa 50% wanita menikah berselingkuh (http://life.viva.co.id/news/read/335329-hampir-50-persen-wanita-menikah-berselingkuh).
Bagaimana di sekitar Anda? Di tempat kerja atau di lingkungan sekitar tempat tinggal Anda?
Perselingkuhan telah menjadi issue yang sangat KUNO sekaligus selalu MODERN. Sudah ada sejak dahulu dan sepertinya akan selalu ada. Dampak yang ditimbulkannya (kalau belajar dari sejarah maupun pengalaman di sekitar kita), umumnya adalah dampak yang merugikan (baik dalam hal reputasi/ nama baik/ kredibilitas, rusaknya relasi dan kepercayaan, kehancuran bisnis/ usaha/ karir, sampai kepada perang, seperti yang dikisahkan dalam perang troya). Perselingkuhan telah menjadi begitu POPULER, karena selalu menarik untuk diperbincangkan dalam bentuk desas-desus dan gossip. Oleh karena popularitas dari SELINGKUH inilah, maka topik ini telah menjadi pemasukan besar bagi media infotainment. Tidak heran bila Bapak yang menelepon dalam siaran on air yang saya ceritakan pada awal tulisan ini, sampai bisa beranggapan bahwa selingkuh adalah sah-sah saja sebagai bentuk variasi untuk menghindari kebosanan dalam perkawinan, dan justru melanggengkan perkawinan itu sendiri. Tidak salah, karena sudah ada pengkondisian awal saat ini bahwa SELINGKUH ITU BIASA, BANYAK KOK YANG SELINGKUH.
Refleksi bagi para sahabat AFI, “Apakah kita ingin menjadi biasa saja dan seperti orang kebanyakan, atau kita ingin menjadi ‘tidak biasa’ ?

Mengapa Orang Selingkuh : Hasil Survey Ad Familia Indonesia Bulan Agustus 2012
Pertanyaan yang menarik dari fenomena SELINGKUH adalah ALASAN. Mengapa orang selingkuh? Berikut resume hasil survey Ad Familia Indonesia:
1001 Alasan Selingkuh:
  1. Faktor dari dalam diri
  • Kurang kreativitas dalam menciptakan suasana romantis (1 responden)
  • Bosan dengan rutinitas, kegiatan, dan kebersamaan dengan pasangan  (4 responden)
  • Merasa tidak puas dengan pasangan (menyeluruh) dan ingin mendapat pasangan yang lebih baik (1 responden)
  • Rasa tidak puas terhadap pasangan – kehidupan sex  (5 responden)
  • Rasa tidak puas terhadap pasangan – faktor ekononomi  (3 responden)
  • Rasa tidak puas terhadap pasangan – faktor gaya hidup  (1 responden)
  • Merasa diperlakukan tidak baik, tidak pantas (1 responden)
  • Merasa tidak dihargai jerih payah dan usaha (1 responden)
  • ‘Mata keranjang’  (2 responden)
  • Merasa tidak dipahami (1 responden)
  • Kelelahan dalam menghadapi permasalahan dalam rumah tangga (1 responden)
  • Perasaan inferior, merasa rendah diri (1 responden)
  • Lupa akan janji dan komitmen  (1 responden)
  • Lupa ajaran agama (1 responden)
  • Tidak merasa dicintai (1 responden)
  • Pembalasan dendam (karena kemarahan)  (1 responden)
  • Bentuk pemberontakan, untuk menyatakan bahwa diri merdeka (1 responden)
  • Putus asa dengan diri sendiri, pasangan, atau kehidupan   (1 responden)
  • Kehilangan kendali terhadap diri sendiri (1 responden)
  • Iseng atau coba-coba (bermain api) (1 responden)

  1. Faktor dari pasangan
  • Pasangan tidak dapat memberikan rasa betah (1 responden)
  • Pasangan terlalu posesif, ingin menguasai  (1 responden)
  • Pasangan kurang percaya kepada pasangannya (1 responden)
  • Pasangan terlalu curiga (1 responden)
  • Pasangan terlalu membatasi (hubungan pertemanan, kegiatan)  (1 responden)
  • Pasangan keras kepala (1 responden)
  • Pasangan sudah tidak cantik/ tampan, tidak menarik lagi  (1 responden)
  • Pasangan tidak menghormati/ tidak respect/ tidak menghargai (2 responden)
  • Pasangan kurang memperhatikan, kurang peduli (4 responden)
  • Pasangan kurang mendukung / kurang support  (2 responden)
  • Pasangan selingkuh duluan  (1 responden)
  • Pasangan berubah sifat dan tingkah lakunya   (1 responden)
  • Pasangan tidak memahami kebutuhan pasangannya (1 responden)

  1. Faktor dari kualitas relasi (hubungan antara suami-istri)
  • Kurang komunikasi atau komunikasi tidak efektif  (5 responden)
  • Kedekatan emosional kurang mendalam (1 responden)
  • Hubungan yang sudah tidak seimbang (1 responden)
  • Hilangnya ‘api’ dalam relasi suami istri (1 responden)
  • Tidak cocok dalam pemikiran  (1 responden)
  • Tidak saling menjaga perasaan satu sama lain (1 responden)
  • Jarang melakukan hubungan seksual  (1 responden)
  • Ada rahasia yang ditutupi, ketidakterbukaan  (1 responden)

  1. Faktor manusia dari luar (dari luar suami-istri)
  • Memiliki banyak anak (repot dan sulit hubungan seksual)  (1 responden)
  • Contoh dan pengaruh buruk dari lingkungan (1 responden)
  • Godaan dari wanita/ pria lain secara terang-terangan  (1 responden)
  • Komunikasi intens dengan mantan pacar  (1 responden)
  • Gangguan dari keluarga besar, intervensi keluarga/ orang tua  (1 responden)

  1. Lain-lain
  • Ketidakcocokan visi-misi dan tujuan   (2 responden)
  • Tempat kerja yang terlalu jauh/ hubungan jarak jauh (2 responden)
  • Dijodohkan, sehingga memang dari awal tidak ada cinta  (2 responden)
  • Salah memilih pasangan hidup  (1 responden)
  • Komitmen awal sebelum menikah tidak dibangun  (1 responden)
  • Pondasi agama yang kurang kokoh (1 responden)
  • Suami yang tidak memiliki penghasilan  (1 responden)
  • Hubungan yang terlalu panjang (sudah terlalu lama) (1 responden)
  • Gaji istri yang lebih tinggi dari suami  (1 responden)

Analisis tambahan dari hasil survey Ad Familia Indonesia:
  1. Selingkuh dianggap “terpaksa” atau “kondisi yang tidak dikehendaki namun tetap terjadi” (kecelakaan), bukan sesuatu yang diniatkan, direncanakan, dan diharapkan terjadi.
  2. Selingkuh sering dibenarkan bila ada alasan dengan kalimat berbunyi “habis pasangan saya begini dan begitu….” (menyalahkan pasangan). Padahal dari hasil survey, justru terlihat bahwa pertimbangan utama selingkuh justru banyak hadir dari dalam diri (rasa tidak puas, rasa tidak dicintai, rasa inferior, kemarahan, pengendalian diri, dan banyak lagi).
  3. Dalam kasus selingkuh, seringkali alasan tidak hadir secara tunggal, melainkan jamak. Artinya, bukan hanya ada 1 alasan sehingga orang selingkuh, biasanya ada beberapa hal yang menjadi alasan-alasan.
Begitu panjang dan bervariasi daftar kita ini… Saya yakin bisa lebih panjang lagi bila kita teruskan. Pertanyaan selanjutnya adalah…”bagaimana dampaknya?”

Akibat Selingkuh
Bagaimana pendapat dan perasaan Anda mencemati hasil survey di atas? Sudah lama diakui oleh para terapis perkawinan, bahwa masalah ketidaksetiaan dalam perkawinan merupakan salah satu masalah yang paling sulit untuk diselesaikan. Mengapa dikatakan PALING SULIT? Dalam pengalaman saya berjumpa dengan para pasutri (pasangan suami istri) (baik dalam layanan psikologi maupun kehidupan sehari-hari), terbongkarnya perselingkuhan/ ketidaksetiaan pasangan hampir selalu menjadi TRAUMATIC EVENT bagi diri pasangannya dan kehidupan perkawinan ini sendiri. Individu yang mengetahui pasangannya berselingkuh, sungguh menunjukkan gejala-gejala trauma psikologis. Ada yang menunjukkan kemarahan, dendam, curiga, takut/ ngeri, kesedihan yang mendalam, over sensitive, terlalu peka, sampai depresi, tetapi bahkan ada yang menunjukan kekebalan (numb) dan justru menjadi dingin.

Memulai Sesuatu yang Baru
Bisakah relasi perkawinan diperbaiki setelah terjadi perselingkuhan? Atau harus hancur? Bisakah memulai sesuatu yang baru? Ini menjadi pertanyaan yang akan kita jawab bersama dalam survey Ad Familia Indonesia periode November 2012.

Salam,
Jakarta, 9 September 2012
Mona Sugianto, M.Psi, Psikolog
Managing Director Ad Familia Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar