Senin, 14 Januari 2013

Memiliki Imankah Saya




Saya teringat dengan seorang rekan kerja saya yang dalam pergumulan hidup dan kesulitannya mengatakan, “sekarang saya hanya percaya pada yang real real aja, apa yang ada di depan mata itu aja yang akan saya percaya dan lakukan”. Mendengar hal ini, hati saya berkecamuk. Betapa saat ini hidup begitu keras sehingga membuat banyak orang akhirnya percaya hanya pada apa yang dilihat mata.


Padahal dalam hidup ini begitu banyak hal yang tidak dapat dilihat oleh mata namun eksis dan nyata dialami. Misalnya apakah cinta bisa dilihat bentuknya secara fisik, apakah kedamaian hati bisa dilihat dengan mata, apakah semua perasaan gembira, sedih, bahagia dan semangat bisa diterjemahkan dengan bentuk yang bisa disentuh dengan tangan?

Apakah impian itu nyata pada awalnya? Hanya sebuah niatan yang muncul dari relung hati, dipikirkan terus menerus dan akhirnya mewujud dalam tindakan tindakan. Awalnya  hanya sebuah gagasan dan membangunkan hasrat, itu juga tidak bisa terlihat oleh mata bukan!

Sebuah cerita yang menggugah hati, seorang akrobator ternama di tahun 1860, menyebrang air terjun niagara. Dia menantang para penontonnya siapa yang percaya bahwa dia mampu membawa seseorang menyebrang, para penonotonnya berseru kami percaya. Tapi ketika dia bertanya adakah yang mau ikut saya menyebrang, tidak ada yang menjawab dan terdiam. Walau ada akhirnya seorang yang memberanikan diri untuk menyebrang, dan mereka berhasil melampaui.

Ada perbedaan yang sangat mencolok disini. Seorang yang percaya (beriman) tidak berhenti pada kata kata tapi melakukannya. Sebaliknya seseorang yang berhenti  hanya pada bicara sesungguhnya belum sungguh beriman.

Apakah artinya beriman? Beriman berarti kita percaya dan menyerahkan diri kita kepada yang kita percaya. Bisa saja kita percaya dengan anak, pasangan, rekan kerja, perusahaan dan lain lain. Namun percaya yang paling tinggi tentu percaya kepada Tuhan (apa pun agama dan alirannya). Apakah Tuhan terlihat dengan mata  fisik ini?  Tidak terlihat bukan. Namun keyakinan saya, Tuhan maha (paling mammpu) melihat, maha kuasa dan maha pemurah. Dia yang  mampu melihat dan membuat segalanya.

Lalu bagaimana dengan orang yang hanya percaya pada hal yang hanya bisa dilihat oleh mata? Kalau saya yang menjawab, maaf,  tentu belum beriman sungguh. Orang yang demikian biasanya tidak cukup memiliki kedamaian hati. Hatinya gelisah mencari cari dan selalu tidak puas serta kurang mensyukuri hidup. Sebaliknya orang beriman memiliki keberanian, kedamaian dan keteguhan hati.

Jadi bagaimana agar kita memiliki iman yang bertumbuh? Menurut hemat saya iman itu perlu diuji dan dihayati. Belajarlah membuat keputusan keputusan sulit. Belajarlah untuk pasrah dan iklas. Belajarlah untuk optimis dan terbuka. Mungkin kita akan sakit tapi kesakitan dan penderitaan itu akan selalu mengingatkan kita pada Dia (Tuhan). Kita akan senantiasa diajak untuk bergumul dan masuk di dalam diri sendiri (bertemu dengan Nya). Dengan pergumulan itulah kita jadi sadar dan dikuatkan senantiasa oleh Nya.

Ada pepatah, “sejengkal di atas kepala ada Dewa – dewa”. Artinya dimana-mana Tuhan itu hadir. Maka sebaiknya kita waspada dengan apa yang kita lakukan, berbuatlah yang benar.  Juga sering kita dengar, “burung –burung di udara tidak pernah menanam toh di  beri makan Tuhan.” Maksudnya janganlah kita terlalu kawatir tentang masa depan, hiduplah masa sekarang, Percayalah Tuhan memang menjaga.

Semoga anda dan saya semakin bertumbuh dalam iman

Salam hangat ... candra

Dapatkah pelatihan gratis setiap rabu minggu kedua dan ketiga setiap bulannya di www.enlighten-hdc.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar